Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tersangka Penjual Anak Sering Jemur Baju Anak

Melihat Tempat Tinggal Germo Prostitusi Gay Online

Jumat, 23 September 2016, 10:15 WIB
Tersangka Penjual Anak Sering Jemur Baju Anak
Foto/Net
rmol news logo Kasus perdagangan anak di bawah umur terkait prostitusi gay secara online, terungkap di Ciawi, Bogor, Jawa Barat.

Si pelaku, Aryo (AR) dibekuk polisi di sebuah hotel di kawasan Cipayung, Bogor saat diduga menjual anak laki-laki kepa­da pria penyuka sesama jenis. Kemudian, Aryo dibawa polisi ke rumah kontrakan tempat dia tinggal.

Tersangka Aryo mengontrak di Gang Rhasisa RT 02 RW 02, Desa Ciawi, Kecamatan Ciawi. Rumah itu terbilang cukup luas dan besar. Tapi, pagarnya berkarat, dan cat­nya terkelupas. Sehingga, rumah ini seperti bangunan tua, padahal masih kokoh.

Dari depan, kamar Aryo ter­lihat sederhana, dengan cat berwarna hijau dan pintunya terbuat dari triplek berwarna putih. Sedangkan halaman ru­mah ini cukup luas, sehingga bisa digunakan anak-anak kecil untuk bermain.

Rumah ini tidak terlihat aneh atau mencurigakan. Kendati begitu, Aryo dikenal sebagai pribadi yang tertutup atau kurang bersosialisasi. Awalnya, penjaga kontrakan ini, Beben Rohayni sama sekali tidak mencurigai Aryo yang setiap hari membawa anak-anak ke dalam kamar kostnya.

"Saya mah tidak curiga ada apa-apanya. Yang datang laki-laki semua kok," kata Beben pada Rabu (14/9).

Beben menambahkan, cara berpakaian Aryo pun layaknya laki-laki pada umumnya. Tak ada yang tahu jelas, apa pekerjaan Aryo dan darimana dia berasal. Yang pasti, hampir setiap saat Aryo memegang smartphone. Belakangan, diduga, HP itu antara lain digunakannya untuk online, menjual anak laki-laki kepada gay.

"Si mas mah sering nyetel lagu India keras-keras sampai tetangga mengeluh keberisikan. Kalau saya, sering melihat dia menjemur baju anak-anak," lanjut Beben.

Anak remaja yang datang ke kontrakan Aryo, lanjut Beben, biasanya lima orang, selalu berpakaian rapih dan membawa kendaraan.

Setiap pagi, selalu ada yang datang untuk membangunkan Aryo dengan cara berteriak dari depan pintu kontrakan Aryo. Namun, tidak semua anak-anak tersebut naik ke tempat ting­gal Aryo, karena sebagian ada yang menunggu di depan pagar. Mereka kadang juga datang siang hari.

"Kalau nyamper suka pada berisik. Pagi-pagi teriak, bapak bangun bapak. Yang datang pun dandanannya seperti anak gaul. Ada yang rambutnya diwarnai, ganteng-ganteng pokoknya," nilai Beben.

Kecurigaan Beben bermula saat Aryo didatangi pemuda yang menggunakan mobil ber­plat B pada siang hari. Beben mengira, Aryo sedang melaku­kan transaksi narkoba. Sehingga, Beben menegur Aryo. Namun, Aryo mengaku bahwa lelaki muda itu adalah saudaranya yang datang dari Jakarta.

Tak lama setelah kejadian itu, ada salah satu bekas tetangga Aryo di kontrakan sebelumnya, melihat Aryo di rumah kontrakan yang dijaga Beben ini. Sebelumnya, Aryo mengontrak di Kelurahan Harjasari, RT 01 RW 08, Kota Bogor.

"Ada perempuan lewat dan kebetulan ada saya di depan. Dia bertanya, Ibu kok si mas itu bisa ada di sini? Dia kan diusir dari kontrakan yang dulu," cerita Beben.

Kecurigaan Beben pun ber­tambah setelah mendengar cerita dari perempuan itu, bahwa Aryo adalah bekas narapidana, karena kasus perdagangan wanita secara online.

Beben pun pernah melapor kepada Karto, pemilik kontra­kan ini dan kepada Ketua RT setempat bahwa Aryo sering membawa keluar masuk anak-anak.

Untuk menjalankan aksinya, Aryo menyiapkan dua dus alat kontrasepsi. Polisi menjadikan barang itu sebagai alat bukti dalam kasus ini.

Sebelumnya, menurut Karto, Aryo mengaku bekerja sebagai pegawai restoran di Bogor. Namun, Aryo tidak menjelaskan, di mana lokasinya dan apa nama restoran tersebut.

Menurut Karto, orang baru yang menempati rumah kon­trakan miliknya, wajib lapor ke Ketua RT untuk didaftar. Tapi, Aryo tidak melapor.

"Berarti dia tidak memenuhi peraturan ini," katanya.

Karto menambahkan, Aryo hampir tidak pernah melepas gadget di tangannya. "Pernah beberapa kali bicara di telepon pelan-pelan, seperti sangat ra­hasia," ceritanya.

Kecurigaan Karto memun­cak, setelah Aryo diduga menduplikatkan kunci pagar, dan tetangga mengeluhkan sikap Aryo sehari-hari. Namun, Karto mengaku saat itu belum bisa melaporkannya ke Ketua RT atau pihak berwajib, karena belum mendapatkan bukti yang kuat.
 
Latar Belakang
Tersangka Menjual Anak Laki-laki Rp 1,2 Juta Hingga Rp 10 Juta

Kasus penjualan anak laki-laki untuk pria penyuka sesama jenis (gay) ini, semakin berkembang setelah polisi menangkap rekan tersangka Aryo (AR), yakni Ucu (U) dan E di Pasar Ciawi, Bogor, Jawa Barat.

Dari penangkapan itu diketa­hui, Aryo tidak sendirian men­jalankan aksinya. Namun, ter­sangka Ucu tergolong normal dan mempunyai keluarga.

Bisnis Aryo menjual anak laki-laki kepada gay ini, dijalani setelah ia bebas menjalani huku­man pada Maret lalu. Namun, kasus prostitusi online sebelum kasus yang sekarang ini, korbannya adalah perempuan. Tapi, pelakunya sama-sama Aryo.

Latar belakang Aryo bisa dika­takan cukup mengagetkan, kar­ena dia pernah aktif di lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak dalam bidang penanggulangan HIV/AIDS di Bogor. Dari aktivis LSM, Aryo beralih ke bisnis prostitusi untuk mencari uang yang banyak.

Tapi, menurut Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Tipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya, bagi para anak lelaki yang menjadi korban, kasus ini tak melulu berlatar be­lakang ekonomi. Sebab, ada juga yang berasal dari keluarga kaya.

Lemahnya pengawasan orang­tua, lanjutnya, bisa memicu sang anak tergoda ajakan Aryo yang mencari korban anak laki-laki di bawah umur.

Setelah polisi melakukan pengembangan, para korban ada yang berasal dari Bogor, Jakarta, Bandung dan Cianjur. Usia para korban berkisar 14-23 tahun. Bahkan, kadang ada lima anak mengenakan seragam sekolah, datang ke rumah yang dikon­trak Aryo.

Anak-anak inilah yang antara lain dijual Aryo dan dua rekannya. Agung menjelaskan, Ucu dan E berkaitan erat dengan Aryo. Biasanya, Ucu bertukar anak asuh dengan Aryo. Sedangkan E me­nyediakan rekening untuk transaksi dalam bisnis prostitusi gay ini.

Di media sosial Facebook, Aryo mengelola grup yang dia buat. Namanya Berondong Bogor. Grup itu untuk menjajakan para anak laki-laki itu kepada para gay.

Dalam grup Berondong Bogor, Aryo membuat kode untuk para korban yang dijajakan. Kode P untuk anak laki-laki yang berperan sebagai perempuan, T peran laki-laki, B untuk peran keduanya.

Untuk setiap kencan, Aryo dan Ucu memasang tarif Rp 1,2 juta hingga Rp 10 juta. Sedangkan para korban hanya menerima Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu. Saat menjalankan bisnis prosti­tusi gay, Ucu bisa mengontrak rumah seharga Rp 20 juta per tahun di Gang Rasisa, Ciawi.

Rekan Ucu, Aryo aktif men­jajakan anak lelaki melalui media sosial via smartphone. Cara itu mempermudah gay menyewa anak laki-laki untuk melakukan hubungan sesama jenis. Si germo, Aryo pun jadi lebih mudah bertransaksi dengan para gay itu.

Setelah kasus ini dikembangkan polisi, ketahuan bahwa pelanggan yang menggunakan jasa Aryo dan Ucu tidak hanya dari Jakarta. Ada juga yang datang dari Malaysia dan Singapura. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA