Alasannya, Pasal 7 ayat (2) butir g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), secara tegas tidak memperbolehkan seorang terpidana mencalonkan diri di pilkada.
"Menurut kami tidak perlu ada ralat lagi. Undang-undangnya sudah jelas dan KPU wajib mematuhi undang-undang. Bola sekaÂrang ada di KPU," kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Sebelumnya, pengesahan PKPU Pencalonan yang memÂperbolehkan terpidana percobaan mencalonkan diri di pilkada menÂuai polemik. Beberapa fraksi sepÂerti PAN, PDIP, PKS, Nasdem, dan Demokrat menolak pengeÂsahan tersebut dan merasa dicatut saat pengambilan keputusan.
PAN dan PDIP hingga kini masih berupaya mendesak agar Pemerintah, Komisi II DPR, dan KPU, mengadakan rapat kembaÂli untuk menganulir pasal yang memperbolehkan seorang terÂpidana percobaan mencalonkan diri. Karena hal itu dinilai bertenÂtangan dengan Undang-Undang Pilkada. Berikut wawancara lengkapnya;
Sebenarnya sikap pemerintah terkait polemik PKPU yang membolehkan terpidana percobaan maju di pilkada itu seperti apa sih?Sejak awal pemerintah memiÂliki sikap yang tegas terkait hal itu, yaitu PKPU pencalonan tersebut. Sebab berdasarkan Undang-Undang Pilkada dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), hanya dua tindak pidana yang diizinkan, yakni tindak pidana ringan karena kealpaan dan tindak pidana yang bersifat politis.
Tapi kan hasil rapat waktu itu memutuskan berbeda?Hasil rapat konsultasi penyÂusunan PKPU bersama DPR tentu harus berpatokan denÂgan undang-undang. Ini kan undang-undangnya sudah jelas. Pemerintah pun hanya tunduk pada undang-undang, jadi acÂuannya tetap undang-undang, bukan hasil kesepakatan rapat antara KPU dan DPR yang justru bertentangan dengan undang-undang.
Berdasarkan Undang-Undang Pilkada kan penyelengÂgara pemilu wajib mengikuti rekomendasi DPR. Bukankah begitu?Rekomendasi DPR memang penting diikuti oleh KPU, karena merupakan perwakilan dari masyarakat. Tapi maksud adanya rapat konsultasi dengan KPU sebelum penyusunan itu kan, agar PKPU tidak bertenÂtangan dengan undang-undang. Kalau dari kaca mata pemerintah, sepanjang KPU tidak menyimÂpang dari undang-undang kami dukung. Soalnya kalau menyÂimpang pasti akan ada gugatan. Jadi sekarang tinggal KPU yang putuskan.
Berdasarkan arahan pimpiÂnan Komisi ll DPR tadi ada kemungkinan kembali dilakuÂkan pembahasan ulang. Kalau itu terjadi bagaimana?Tidak ada masalah. Namanya keputusan politik, ada lobi-lobi itu suatu hal yang wajar. Asal nanti pembahasannya dilakukan dalam forum resmi DPR.
KPU berencana menggugat masalah ini ke MK. Tanggapan pemerintah bagaimana?Silakan saja. Bagaimana pun KPU juga harus independensi yang acuannya undang-unÂdang. Kalau sikap pemerintah jelas, kewenangan KPU untuk merumuskan secara detail PKPU berdasarkan undang-undang.
Sementara komitmen peÂmerintah ialah berawal dari masyarakat, termasuk KPU, yang ingin calon kepala daerah amanah, bersih, dan tidak terliÂbat masalah hukum.
Terkait RUU Pemilu, kapan drafnya akan diserahkan keÂpada DPR?Rencana September. Tapi sepertinya belum selesai. Kami masih membahas isinya. Mungkin November.
Sudah sampai mana?Sedang dibahas detailnya.
Untuk sistem pemilihan, peÂmerintah menetapkan terbuka atau tertutup?Pemerintah mengusulkan sistem terbuka terbatas, yaitu gabungan antara sistem proporÂsional terbuka dan tertutup. Sekarang kombinasi ini yang mau dibuat, sehingga partai bisa perÂsiapkan kader terbaiknya, tapi masyarakat juga bisa menilai mana yang tepat jadi wakil rakyat yang diusung oleh parpol.
Tapi nanti yang sah itu menÂcoblos gambar partai atau calonnya?Belum diputuskan, masih dibahas. Pada hakikatnya kami berusaha mengakomodir keingiÂnan masyarakat.
Kalau soal parpol baru yang tidak bisa mengusung capres bagaimana?Masih dibahas. Soalnya kan belum ada keputusan dari Kemenkumham tentang jumÂlah partai baru yang akan ikut pemilu PT-nya berapa. ***
BERITA TERKAIT: