Menuju rumah Kosidah mesti melewati Jalan Cipinang Latihan, Jakarta Timur, yang berada di salah satu sisi tembok tinggi Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, Jakarta Timur.
Jalan yang bisa dilalui kendÂaraan roda empat hanya sampai Kantor Kelurahan Cipinang Besar Utara. Selanjutnya, jalan semakin mengecil dan hanya selebar 1,5 meter. Hanya motor yang bisa melewati jalan yang telah beraspal itu. Tidak sampai 100 meter, di sebelah kiri terdaÂpat rumah Kosidah yang berada di tengah-tengah permukiman padat penduduk.
Pada Selasa siang (9/8), rumah bernuansa minimalis modern itu sedang sepi. Tidak terdengar keriuhan pemiliknya. Pagar selebar dua meter tertutup rapat, namun tidak digembok. Bendera merah putih dipasang tepat di atas gerbang halaman yang tidak terlalu lebar dan ditumbuhi sebuah pohon rindang itu. Di sisi lain rumah bercat krem itu, terÂpasang TV kabel dan pendingin ruangan.
Pintu masuk rumah dalam keadaan terbuka sebagian. Beberapa sandal berukuran kecil berjejer di depan pintu. Namun, saat disapa beberapa kali, tidak ada sahutan dari pemilik rumah.
Tidak lama berselang, seÂorang pria berumur sekitar 40 tahun muncul dari rumah yang tepat berada di sebelahnya. "Ibu Kosidah sedang istirahat karena kurang enak badan," ujar Sholeh, salah satu kerabatnya.
Menurut Sholeh, sejak naÂmanya dikaitkan dengan kasus perdagangan perkara, Kosidah selalu sedih dan
shock. Apalagi, kata pria yang mengenakan kaos warna kuning ini, suami Kosidah juga kena stroke yang masih dalam perawatan. "Jadi masalahnya bertumpuk," ujar pria ini dengan mimik sedih.
Sholeh mengatakan, sejak kaÂsus dugaan perdagangan perkara di MA ini mencuat, kerabatnya itu memang jarang sekali keluar rumah. "Lebih baik ke Ketua RT saja, lebih enak," ucap Sholeh sambil berlalu.
Ketua RT Ketua RT 06/14, Cipinang Besar Utara, Jakarta Timur, Sapan membenarkan bahwa Kosidah merupakan warga asli Cipinang Besar Utara. "Bapak ibunya asli sini. Dia juga lahir di sini," ujar Sapan.
Sapan mengatakan, tidak ada yang aneh dengan kehidupan Kosidah selama ini, seperti warÂga pada umumnya. Tapi memang jarang terlihat aktif di tempat tinggalnya. "Mungkin karena sibuk di kantornya," kata pria setengah baya ini.
Menurut Sapan, rumah yang ditinggali Kosidah merupaÂkan peninggalan orangtuanya. Namun, telah direnovasi total. "Dua tahun lalu, rumahnya masih jelek, belum sebagus sekarang. Soal biaya pembangunan, mereka yang tahu," elaknya.
Kendati tinggal di gang sempit, Sapan menambahkan, Kosidah mempunyai mobil, Avanza. Namun, diparkir di halaman Kelurahan karena gang masuk ke dalam rumahnya tidak cukup masuk mobil.
"Tapi apakah mobilnya sekaÂrang masih ada atau tidak, saya tidak tahu," ucapnya.
Kendati demikian, Sapan mengaku prihatin dengan kehidupan Kosidah karena suaminya terkena stroke sejak dua tahun lalu. "Kalau Bu Kosidah ke kantor, giliran pembantunya yang meraÂwat," tuturnya.
Terpisah, Juru Bicara MA Suhadi menegaskan, Kosidah sudah bukan pegawai MA lagi karena telah dipecat lantaran diduga terlibat perdagangan perkara dengan rekannya, Andri Tristianto Sutrisna.
"Kalau Andri baru diberhentiÂkan sementara, menunggu proses di pengadilan. Kalau
inkracht baru diberhentikan secara tetap," tegas Suhadi.
Mengenai perbedaan sanksi terhadap kedua pegawai MA tersebut, Suhadi beralasan kareÂna Andri terlebih dahulu menjadi tersangka dalam kasus suap, seÂhingga sesuai dengan peraturan perundang-undangan, harus diberhentikan sementara dari Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Kalau Kosidah sampai saat ini masih saksi di KPK, tapi kami telah memanggil yang berÂsangkutan ke Badan Pengawas MA. Hasilnya, keputusan Bawas memecat yang bersangkutan," tandasnya.
Demi menghindari terulangÂnya perdagangan perkara di lingkungan MA, Suhadi menegaskan, pihaknya telah mengeÂluarkan Peraturan MA (Perma) Nomor 7, 8 dan 9 Tahun 2016. Isinya, Perma Nomor 7 Tahun 2016 tentang Penegakan Disiplin Kerja Hakim pada MA dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya.
Perma Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan MA dan Peradilan yang Berada di Bawahnya. Perma Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengaduan (
whistleblowing system) di MA dan Badan Peradilan di Bawahnya.
Selanjutnya, dalam Pasal 5 ayat 7 Perma Nomor 8 Tahun 2016 disebutkan, Ketua MA wajib menonaktifkan Panitera/Pejabat Eselon I/Pimpinan Tinggi Utama dan/atau Madya yang diduga melanggar disiplin kerja atau kode etik dan pedoÂman perilaku, kemudian memÂbentuk tim pemeriksa.
"Kami ingin setelah ada Perma, tidak terulang lagi perisÂtiwa seperti ini," tegasnya. ***