Menurut Gubernur DKI Ahok, status lahan Rusun Cengkareng Barat adalah lahan milik Pemprov DKI dengan mengaÂtasnamakan Dinas KPKP. Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Barat juga menjelaskan, lahanitu merupakan lahan milik Pemprov DKI. BPN membantah adanya sertipikat ganda.
Jadi, dua pihak yang mengakupemilik sertipikat tanah itu adalah Pemprov DKI melalui Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan (DKPKP), dan seorang warga bernama Toeti Noeziar Soekarno.
Lahan tersebut berada di Jalan Kamal Raya, Cengkareng. Letaknya, persis di pinggir jalan, sekitar 500 meter dari Kantor Kecamatan Cengkareng.
Dari pantauan
Rakyat Merdeka kemarin, di lahan itu juga berÂlokasi UPT Balai Benih Induk Pertanian dan Kehutanan milik DKPKP. Antara UPT dengan lahan itu, tidak memiliki pemÂbatas sama sekali. Dari UPT, sangat jelas terlihat seluruh lahan ditumbuhi semak belukar setinggi sekitar 1,5 meter.
Seorang petugas yang ditemui di UPT Balai Benih Dinas KPKP yang enggan disebutkan namanÂya mengaku, tidak tahu status laÂhan tersebut. Dia mengakuhanya mendengar, lahan yang bersebeÂlahan dengan UPT merupakan lahan sengketa. Namun, dia tidak tahu persis masalah sengketa kepemilikan lahan itu, dan tidak pernah mendengar kericuhan di sekitar lahan tersebut.
"Saya hanya tahu tanah milik KPKP yang kini jadi tempat pembibitan. Kalau ricuh-ricuh, saya tidak pernah dengar. Lalu saya juga tidak tahu soal peÂmasangan papan pengumuman tanah dijual itu," ujar petugas tersebut.
Berjarak sekitar 200 meter dari UPT, terpasang plang warna putih dengan tulisan "tanah ini tidak dijual". Sementara berjarak 100 meter dari plang pertama, terpasang plang lain berwarna kuning yang bertuliskan "tanah ini dijual", lengkap dengan keterangan luas lahan, serta nomor kontak yang bisa dihubungi.
Di tanda itu dicantumkan pula nomor girik dan nomor persil tanah, tapi tak ada keterangan bahwa tanah tersebut telah berÂstatus Sertipikat Hak Milik (SHM).
Ada dua pintu utama jika inginmasuk ke lahan yang diberi tanda. Untuk lahan dengan tanda "tidak dijual", pagar masuknya berwarna hitam. Pagar setinggi 2 meter ini dalam kondisi terkuci. Sedangkan untuk lahan dengan tanda "dijual", masuknya melaÂlui pagar bewarna biru, dengan tinggi 2 meter.
Di atas pagar tersebut terÂpasang tanda larangan masuk ke area lahan. Pagar geser ini dalam keadaan terkunci, tetapi pagar dorong yang ada di sebelahnya bisa dibuka.
Dari balik pagar, yang terlihat mayoritas hanyalah lahan kosong ditumbuhi semak belukar. Meski ada dua tanda yang berbeda, di dalam lahan juga tidak diberi pembatas. Di balik pagar, berdiri tiga bangunan semi permanen yang terbuat dari tripleks.
Sementara di sudut lainnya, terdapat tumpukan peti kemas dan lapangan yang cukup luas untuk bermain sepakbola. Selain itu ada satu unit sepeda motor terparkir di dekat bangunan tersebut.
Latar Belakang
Data PBB Diserahkan Ke KPK
Persoalan bertambah ruwet.Seorang penjaga lahan ini yang mengaku bernama Pakus Palem menyatakan, lahan seluas 2,3 hektar (ha) tersebut adalah milikseseorang bernama Farini Yapon, bukan Toeti Noeziar Soekarno yang diduga menjual lahan terseÂbut kepada Pemprov DKI.
"Tanah milik Toeti yang luas itu bukan ini, tapi yang di Cengkareng Timur. Menurut keterangan dari pihak kelurahan Cengkareng Timur, tanah milik Toeti itu atas nama Kun Soekarno yang adalah bapaknya," ujarnya ketika berbincang dengan
Rakyat Merdeka di pinggiran Jalan Kemal Raya, Cengkareng Barat, Jakarta Barat, kemarin.
Pakus mengklaim, pihaknya sudah menjadi pemilik lahan tersebut sejak tahun 1965. Saat itu, seluruh lahan yang berada di area tersebut menjadi miÂlik sembilan orang warga, terÂmasuk orangtua Farini Yapon. Kemudian pada 1967, Pemprov DKI membeli lahan tersebut dari enam orang pemiliknya. Tanah milik Farini Yapon tidak termasuk yang dijual.
"Sampai saat ini, setahu kami tidak ada pemilik lahan awal lain yang menjual tanahnya kepada Kun Soekarno. Setahu saya taÂnah punya Toeti di Cengkareng Timur hanya 2000 meter persegi. Letaknya di belakang kantor UPT," jelas dia.
Pakus memaparkan, pihaknya sudah berusaha mengurus serÂtipikat tanah tersebut ke kantor Kelurahan Cengkareng Barat. Namun, upaya perubahan girik ke sertipikat, mendapat hambatan.
Meski di kelurahan sudah terÂcatat bahwa tanah tersebut adalah milik Farini Yapon berdasarkan girik 1033, namun sertipikatÂnya tak kunjung terbit. "Kami diping-pong terus dari kelurahan ke biro hukum. Pengurusannya terhambat sampai PM1 (surat pengantar lurah)," ceritanya.
Menurut pria berusia 40 taÂhun ini, ketika mendengar isu adanya klaim atas tanah tersebut dan rencana pembeliannya oleh Pemprov DKI Jakarta, pihaknya mengadu kepada Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Ketika melaporkan masalah itu ke Ahok, kata Pakus, pihaknya sudah menyertakan barang bukti yang dimiliki. Menurut dia, Ahok menyarankan agar masalah itu dibawa ke pengadilan.
"Lalu pada 2015, kami menÂgajukan gugatan ke pengadilan. Tapi saat proses pengadilan masih berjalan, tiba-tiba tanah ini katanya sudah terjual. Kami kaget dong karena tiba-tiba ada kejadian begini," tandasnya.
Menanggapi kondisi itu, lanÂjut dia, pihaknya memutuskan untuk membawa kasus tersebut ke KPK. "Kami sudah serahÂkan semua buktinya ke KPK. Sekarang kami hanya bisa berÂharap KPK bisa membongkar ini," ucapnya.
Sementara itu, Staf Kelurahan Cengkareng Barat, Sobirin mengatakan, pernah melihat bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dibayarkan atas nama Kun Soekarno. Sobirin mengatakan, bukti pembayaran PBB atas nama Kun Soekarno terjadi sejak 2012 hingga 2015.
"Setahu saya, Kun Soekarno yang tertera di PBB-nya, kaÂlau untuk kepemilikan lahan, saya tidak tahu," kata Sobirin saat ditemui di Kelurahan Cengkareng Barat.
Sobirin menjelaskan, lahan itu memiliki banyak PBB. Meski tidak mengetahui pasti jumlahÂnya, Sobirin yakin, PBB di lahan itu lebih dari dua yang semuanya atas nama Kun Soekarno. Namun saat diminta menunjukkan bukti PBB itu, Sobirin menyatakan bahwa seluruh bukti sudah diÂambil KPK sebagai data penyeÂlidikan. "Jadi saya sudah tidak pegang," ujarnya. ***