Nabi Muhammad Saw juga pernah kedatangan tamu non-muslim berjumlah 60 orang, 14 orang di antaranya dari kelompok Kristen Najran. Rombongan tamu dipimpin oleh Abdul Masih. Rombongan ini diterima di Mesjid denÂgan penuh persahabatan. Bahkan menurut MuÂhammad ibn Ja’far ibn al-Zubair, sebagaimana dikutip Abdul Muqsith dalam kitab "Al-Shirat al-Nabawiyyah", karya Ibn Hisyam, Juz II, h. 426-428, ketika waktu kebaktian tiba, maka rombonÂgan tamu Rasulullah ini melakukan kebaktian di dalam mesjid dengan menghadap ke arah timur. Ia tidak membeda-bedakan tamu berÂdasarkan kelas dan status sosial. Semua tamuÂnya bukan hanya dihargai tetapi dicintai.
Nabi Muhammad Saw menerima seorang tamu laki-laki Arab pegunungan, kira-kira semi primitif. Tiba-tiba tamu ini beranjak kesudut mesjid lalu kencing berdiri di situ. Terang saja para saÂhabat marah dan bermaksud memukulnya. Akan tetapi Nabi menahannya dan memerintahkan agar kencingnya ditimbun dengan pasir. BahÂkan pernah suatu ketika Nabi menerima tamu tak diundang, seorang yang sudah lama dicari-cari masyarakat karena terkenal sebagai tukang onar. Salahseorang sahabat menghunus pedÂang untuk membunuh orang tersebut, namun ditahan oleh Nabi dan mengatakan, biarkan kita dengankan apa maksud kedatangannya di sini. Sang tamu menyadari kalau dirinya itu seorang penjahat dan telah melakukan berbagai macam dosa dan maksiyat. Ia menjelaskan tujuannya datang menjumpai Nabi, siapa tahu di masa laluÂnya pernah mengerjakan suatu kebaikan maka ia akan menghibahkan kebaikan itu kepada orang yang ditunjuk Nabi. Semua sahabat yang hadir di mesjid tertekun mendengarkan penjelasan itu. Akhirnya kasus ini menyebabkan turunlah ayat: "Innal hasanat yudzhibna al-sayyi’at" (SesungÂguhnya amal kebajikan itu menghapuskan dosa-dosa/perbuatan buruk/Q.S. Hud/11:114).
Dalam kasus lain, ketika Nabi Muhammad Saw sedang melayani tamu dari pembesar Quraisy, tiba-tiba datang tamu lain yang kebetulan buta (Abdullah bin Ummi Maktum) lalu Nabi berpaling dari padanya demi menghargai pembesar Quraisy. Peristiwa ini menjadi sebab turunnya Q.S. Abasa/80:1-2: "Abasa watawalÂla, ‘an jaahul a’ma" (Dia bermuka masam dan berpaling. Karena telah datang seorang buta kepadanya". Kita sebagai umatnya selayaknya mencontoh etika dan pribadi Nabi terhadap tamu. Rencana kehadiran Presiden Obama dan rombongannya, terlepas apa dan siapapun mereka, jika bermaksud baik terhadap bangsa Indonesia, maka sebijaksananya kita menerima mereka dengan baik. Mungkin lebih banyak keÂmaslahatan bisa dicapai dan lebih banyak keÂmudlaratan bisa ditolak jika kita menerima merÂeka dalam suatu meja, ketimbang kita menolak mereka memasuki perbatasan wilayah kita. KeÂnapa harus melalui jalur konflik kalau bisa denÂgan jalur damai? Bukankah Allah Swt pernah menegaskan dalam Q.S. al-Nisa’/4:128 "Was-shulhu khair (dan jalur damai itu lebih baik)". Tamu tidak pernah mengurangi jata dan rezki kita bahkan para tamu mengundang turunnya berkah dan rezki dari langit. ***