WAWANCARA

Dr Humphrey Djemat: Mendagri Dikategorikan Korupsi Bila Banpol Diberi Ke Romi

Senin, 13 Juni 2016, 09:06 WIB
Dr Humphrey Djemat: Mendagri Dikategorikan Korupsi Bila Banpol Diberi Ke Romi
Dr Humphrey Djemat:net
rmol news logo Pencairan dana bagi partai politik yang sedang berkonflik bisa dituding melakukan korupsi. Untuk itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo diminta berhati-hati memberi bantuan ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

"Apabila benar Mendagri mengeluarkan surat edaran bah­wa PPP Romi (Romahurmuziy) yang menerima bantuan APBN dan APBD, tentu ini pelang­garan. Mendagri bisa dinilai melakukan korupsi karena PPP yang sah adalah PPP Djan Faridz sesuai putusan MA Nomor 601," tegas Wakil Ketua Umum PPP Djan Faridz, Humphrey Djemat, di Jakarta, kemarin.

Doktor jebolan Unpar Bandung itu mengingatkan Mendagri Tjahjo Kumolo agar konsisten dengan surat edaran sebelumnya.

"Ingat nobody above the law. Indonesia negara hukum bukan negara kekuasaan. Janganlah kekuasaan yang saudara pegang mengintervensi hukum," papar Humphrey. Berikut kutipan se­lengkapnya;

Bukankankah Mendagri berpatokan terhadap keputu­san Menkumham?
Menkumham Yasonna Laoly telah melakukan kesalahan hu­kum, Mendagri seharusnya tidak berpatokan ke situ. Kalau tetap memberi bantuan ke PPP Romi, maka menambah daftar panjang pelanggaran pemer­intah. Ini bukti tambahan bagi pengadilan untuk menjatuhkan putusan tuntutan kami di MK, PNdan PTUN.

Mendagri seharusnya konsis­ten dengan surat edaran sebel­umnya, yakni nomor 123/2186/Polpim/2015 tentang Penyaluran Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik, yang melarang pemberian bantuan untuk parpol yang masih mengalami dualisme kepengurusan.

Kalau dana itu harus diberi ke PPP, siapa yang berhak?
PPP hasil Muktamar Jakarta dengan Ketua Umum Djan Faridz yang sah dan berkekuatan hukum tetap berhak mencair­kan dana Banpol tersebut bila Mendagri konsisten dengan su­rat edaran tahun 2015.

Bagaimana dengan surat edaran yang terbaru itu?

Terus terang kami belum mendapat bukti materilnya. Apabila surat edaran itu benar adanya, dan pencairan dana Banpol dilakukan pihak yang tidak berhak, maka langkah Kemendagri tersebut dapat dikategorikan tindak kejahatan korupsi dan pemerintah wajib mengganti kerugian PPP.

Sudah banyak contoh pejabat partai yang masuk penjara gara-gara menggunakan dana Banpol yang menyalahi aturan. Seperti kasus pencairan dana Banpol di Jepara dan Kudus.

Jadi, surat edaran tersebut bisa menjadi jebakan betmen bagi pe­merintah dan kubu Romi. Sebab, Kemenkumham mengeluarkan SK abal-abal bagi kubu Romi.

Barangkali Menkumham merasa PPP sudah bersatu setelah Muktamar di Asrama Haji Jakarta yang lalu?
Itu salah besar. Menkumham seharusnya patuh terhadap pu­tusan MA Nomor 601 yang me­nyatakan PPP Djan Faridz yang sah. Ingat apa yg disampaikan Presiden keenam SBY bahwa dalam dunia hukum, sebuah negara juga dinilai tingkat ke­patuhannya terhadap putusan pengadilan sebagai bagian dari kepastian hukum.

Putusan pengadilan hanya bisa digugurkan oleh putusan pengadilan yang lebih tinggi, bukan oleh kekuasaan.

Anda merasa ini putusan kekuasaan?
Ya, jelas dong, kan sudah ada putusan MA Nomor 601 yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht). Tapi Menkumham tidak mau melak­sanakannya. Malah secara men­colok dan kasar memperlihat­kan intervensi kekuasaannya dengan membuat SK yang bertentangan dengan putusan MA tersebut.

Pertanyaannya, mana yang lebih tinggi SK Menkumham atau Putusan MA yang sudah inkracht. Pemerintah seyog­yanya menjadi contoh jika ingin rakyatnya patuh dan menjalank­an putusan pengadilan.

Kasus PPP berlarut-larut be­gini karena campur tangan atau intervensi pemerintah terhadap kedaulatan partai politik.

Bukankah UU Parpol me­nyebutkan pemerintah tak boleh ikut campur?

Betul. UU Parpol secara jelas dalam pembahasannya menga­takan, pemerintah/Menkumham bukanlah sebagai pihak dalam perselisihan internal parpol, tapi hanya melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Menkumham tidak mempu­nyai kewenangan substantif, tapi hanya kewenangan at­tributif, hanya bersifat admin­istratif belaka. Perlu diketahui saat itu yang menjadi anggota panja adalah Yasonna Laoly. Mungkin ingatan beliau sangat pendek.

Padahal beliau yang ngotot memperjuangkan tidak adan­ya campur tangan pemerin­tah mengingat nasib partainya (PDIP) yang merasa terdzolimi saat Zaman Orde Baru. Mulutmu adalah Harimaumu. Ternyata saat berkuasa lupa apa yg menjadi cita-cita luhur tersebut. Sangat tepat ungka­pan Lord Acton "Power Tends To Corrupt, Absolute Power Corrupt Absolutely". ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA