Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Cuma 100 Meter Ke RSCM, Ambulans Perlu 20 Menit

Pasien Gawat Darurat Berpotensi Meninggal Di Kemacetan

Rabu, 01 Juni 2016, 09:25 WIB
Cuma 100 Meter Ke RSCM, Ambulans Perlu 20 Menit
foto:net
rmol news logo Hari sudah sore. Jam menun­jukkan pukul 16.00 WIB. Mobil ambulans merambat pelan di Jalan Diponegoro. Sirine tak henti-hentinya berbunyi. Namun, kendaraan berjenis minibus itu tetap tidak bisa melaju kencang. Terhalang kendaraan-kendaraan di depannya.

Setelah 20 menit terjebak dalam kemacetan, ambulans itu akhirnya bisa masuk gerbang RSCM, lalu menuju Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD). Di depan pintu IGD, beberapa petugas rumah sakit ini mem­bawa masuk pasien.

"Setiap sore, selalu macet di Jalan Diponegoro," ucap Sugeng, sopir ambulans di RSCM, kemarin.

Kemacetan di Jalan Diponegoro yang bersebelahan dengan RSCM semakin parah saat jam pulang kerja. Penyebabnya, kawasan tersebut menjadi simpul pertemuan kendaraan dari Jalan Proklamasi dan Jalan Cikini hingga lampu merah di perti­gaan Jalan Salemba.

Jika tak macet, jalan sepanjang 100 meter ini, ditempuh paling lama lima menit. Tapi saat sore, rata-rata kendaraan harus menumpuh 20 menit. Bahkan, bisa semakin parah saat hujan mengguyur deras.

Sugeng mengeluhkan kondisi kemacetan yang tidak kunjung terurai setiap harinya. Padahal, jarak pertigaan Megaria dengan pintu masuk IGD RSCM hanya sekitar 100 meter. "Saya pernah terjebak hingga setengah jam di situ," tandasnya.

Padahal dalam kondisi lancar, kata Sugeng, dari pertigaan Megaria, paling lama 5 menit sudah sampai di depan IGD RSCM. Pria berkulit gelap ini menduga, kepadatan di Jalan Diponegoro disebabkan ada titik pertemuan kendaraan dari Jalan Cikini dan Jalan Proklamasi Raya mengarahke Jalan Salemba. Kepadatan se­makin parah saat saat jam pulang kerja atau mulai pukul 16.00 WIB hingga 19.00 WIB.

"Banyak yang pulang kerja, jadi jalanan tambah macet," sebut pria setengah baya ini.

Untuk menembus kemac­etan itu, Sugeng menyalakan sirine keras-keras. "Biasanya kalau dengar suara itu, pemilik kendaraan memberikan jalan," ujar pria yang baru satu tahun bekerja sebagai sopir ambu­lans ini.

Namun, cara tersebut tidak se­lamanya ampuh. Sebab, dirinya pernah dikomplain pengguna jalan karena terganggu dengan suara tersebut.

"Pemilik kendaraan itu sampai menegur saya untuk mematikan sirine," tuturnya.

Pemilik kendaraan curiga, sirine dibunyikan hanya untuk menghindari kemacetan, bukan membawa pasien atau jenazah. Tapi setelah dijelaskan karena membawa jenazah dan harus secepatnya sampai rumah duka, lanjutnya, akhirnya pemilik kendaraan tersebut malu.

Demi menghindari macet, dia mengusulkan agar dibuat jalan khusus dari Jalan Diponegoro menuju halaman RSCM agar ambulans tidak terjebak macet. "Tapi jalur itu harus dijaga, karena biasanya banyak pemilik kendaraan pribadi yang meng­gunakan jalur khusus seperti ini," sarannya.

Senada, penjaga keamanan RSCM, Somali membenarkan Jalan Diponegoro sangat macet saat jam pulang kerja. "Sekitar jam 4 sore sampai isya, parah macetnya," tandas Somali, kemarin.

Akibatnya, kata pria yang mengenakan seragam warna gelap ini, banyak ambulans pengangkut pasien menuju RSCM, tertahan atau terjebak dalam ant­rean panjang kendaraan. "Sudah menyalakan sirine, tapi ambu­lans tak sampai-sampai rumah sakit," kata dia.

Somali mengaku tidak tahu apa yang menjadi penyebab kemacetan di Jalan Diponegoro. "Entah lampu merah, atau ada hal lainnya," ujarnya.

Somali tidak mengetahui se­cara pasti, berapa banyak pasien meninggal dunia dalam ambu­lans yang terjebak macet di pintu masuk RSCM Jakarta.

"Kalau itu saya tak tahu. Tapi, kalau macet parah, ambulans berhenti juga," katanya.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengaku mendapat laporan soal banyaknya pasien RSCM meninggal dalam perjalanan karena terjebak macet. Padahal, kata Ahok, pasien itu sudah hampir memasuki pintu rumah sakit untuk mendapat penanganan.

"Pasien yang meninggal itu karena kemacetan luar biasa. Belum sempat masuk RSCM, pasiennya sudah meningggal," kata Ahok.

Ahok berjanji akan membangun jalur khusus ambulans di Jalan Diponegoro yang berkerjasama dengan pihak RSCM. "Kita mau bikin jalan khusus untuk ambulans masuk," tandasnya.

Dia berharap, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Perhubungan dapat segera merealisasikan rencana tersebut. Selain membangun lajur ambulans, Ahok juga mengusulkan beberapa ruas jalan yang kelebihan lajur, untuk dijadikan are pedestrian, termasuk di trotoar RSCM.

"Kota mana pun kalau tidak bisa menyediakan yang ramah disabilitas, dia tidak pantas disebut kota," tandasnya.

Lebih lanjut, kata Ahok, seluruh fasilitas seperti bus, trotoar, toilet, semua harus ramah disabilitas. "Kami toleransi, itu yang kami canangkan sekarang di Jakarta," tandasnya.

Latar Belakang
Pemprov DKI & Polda Metro Jaya Kaji Tiga Sistem Atasi Kemacetan

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi menghapuskan penerapan three in one pada 16 Mei lalu. Akibatnya, kemacetandi jalan protokol seperti JalanSudirman, Thamrin dan Gatot Subroto se­makin parah. Kemacetan bahkan merambat hingga ke jalan-jalan alternatif menuju pinggiran kota.

Meski belum tentu karena penghapusan three in one, kemacetan juga berdampak bagiterlambatnya pertolonganuntukpasien Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Bahkan, menurut Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, banyak pasien yang meninggal dalam ambulans di tengah kemacetan.

Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi (Kadishubtrans) DKI Jakarta, Andri Yansyah mengamini kondisi jalanan lebih macet dibanding saat masih diberlakukan three in one. "Sekarang kita lagi kaji dengan Ditlantas Polda Metro Jaya," ujarnya.

Andri mengatakan, saat ini muncul sejumlah opsi untuk mengatasi kemacetan. Pertama, membuat pelat nomor kendaraan ganjil-genap. Kedua, penerapan sistem satu arah (SSA). Ketiga, sistem jalan berbayar alias elec­tronic road pricing (ERP).

Lebih lanjut, kata Andri, dalamwaktu dekat ERP akan memasukitahap lelang. "Sudah mau kita lakukan lelang lewat Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah," tandasnya.

Yang jelas, lanjut dia, per­masalahan ERP sudah diser­ahkan ke Dinas Perhubungan yang sebelumnya ditangani BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah). "Pak Gubernur menginstruksikan ERP ditangani Dishub mulai dari pelelangan sampai pengoperasian. Mungkin bulan Juni pelelangan," prediksi dia.

Kendati demikian, kata Andri, yang terpenting adalah peningkatan layanan transportasi umum. Seperti PT Transportasi Jakarta. Saat ini, lanjut dia, Dishub telah berupaya memperpan­jang rute Bus TransJabodetabek hingga ke daerah penyangga DKI Jakarta, yakni Bekasi, Tangerang dan Depok.

Terpisah, Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan Dewan Transportasi Kota Jakarta (Litbang DTKJ) Leksmono Suryo Putranto mengatakan, setelah kawasan 3 in 1 dihapus, kemacetan di ruas jalan protokol se­makin bertambah dan merambah ke jalan alternatif.

Sayangnya, kata dia, pada rapat audiensi yang dilakukan Dishubtrans dengan DTKJ se­bagai mitranya beberapa waktu lalu, Dishubtrans seperti mem­biarkan kemacetan terjadi agar pengendara pribadi berpindah ke angkutan umum sambil menung­gu pemberlakuan ERP.

"Sebagus apapun angkutan umum, kalau infrastrukturnya macet dan kendaraan pribadi tidak dibatasi, tidak mungkin pengendara pribadi pindah ke angkutan umum," tandasnya.

Dia menjelaskan, sejak awal ada uji coba penghapusan three in one, DTKJ sudah menyarankan agar Pemprov DKI jangan terburu-buru menghapusnya sebelum ada ERP. "Tapi sepertinya, ERP tidak mung­kin tahun ini. Pembangunannya saja satu tahun," tutupnya.   ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA