Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

336 Laporan Masuk Ke KY Dari Januari Hingga April

Sosok Panitera Edy Nasution Masuk Laporan

Kamis, 28 April 2016, 09:08 WIB
336 Laporan Masuk Ke KY Dari Januari Hingga April
Farid Wajdi:net
rmol news logo Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Edy Nasution ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat diduga menerima suap dari pengusaha. Sebelum peristiwa itu, Komisi Yudisial (KY) telah menerima pengaduan tentang Edy.

Jam menunjukkan pukul 15.00 WIB. Komisioner yang juga Juru Bicara (Jubir) KY, Farid Wajdi, masih setia duduk di kursi ker­janya. Tangannya sibuk mem­buka berkas demi berkas yang tersimpan rapi dalam Ipadnya.

Sorot matanya fokus ke lampi­ran pengaduan masyarakat. Tak lama kemudian, Komisioner KY ini menulis di sebuah kertas yang tak jauh dari mejanya. "Sepanjang Januari hingga April 2016, pengaduan masyarakat yang masuk ke kami sebanyak 336 laporan," katanya, kemarin.

Terkait Edy Nasution, kata Farid, KY sebetulnya sudahmendapat laporan dari masyarakat soal tindak-tanduk Panitera PN Jakarta Pusat (Jakpus) ini, yang didugabeberapa kali bertemu pihak berperkara, bah­kan di ruangan kerja. "Perkara ini dilaporkan salah seorang tokoh terkenal dengan bukti-bukti lengkap," sebut dia tanpa merincitokoh yang dimaksud.

Setelah mendapat laporan tersebut, kata Farid, KY melaku­kan pemeriksaan terhadap Edy Nasution awal Februari 2016 sekitar dua jam. Hasilnya, kata dia, Edy membantah bertemu dengan pihak beperkara di ruangankerjanya. "Dia beralasan, orang berperkara tersebut hanya meminjam charger handphone di ruangannya, dan itu tidak lama," kata Farid menirukan Edy.

Usai melakukan pemeriksaan terhadap Edy, kata dia, pihaknya melakukan rapat pleno seluruh komisioner untuk memberikan rekomendasi kepada Ketua MA. "Rekomendasi rahasia. Yang pasti kami masih menunggu tin­daklanjut Ketua MA," katanya.

Namun tidak lama setelah rekomendasi KY keluar, menurut Farid, Edy dicokok KPK dalam kasus suap. "Sekarang penyelesaiantergantung KPK," tandasnya.

Sebagai lembaga pengawas peradilan, KY mempunyai tujuh komisioner dan hanya 200 staf pendukung. Walhasil, kantor KY yang setinggi lima lantai, terlihat sepi karena tidak banyak kegiatan pegawainya.

Setiap pengunjung yang me­masuki Gedung KY akan diar­ahkan ke petugas resepsionis. Di tempat ini, petugas akan mem­bantu keinginan pengunjung. Bagi yang ingin membuat laporan pengaduan, disediakan ruang yang tidak terlalu besar di sisi kiri resepsionis. Di depan pintu masuk ditempatkan banner yang tidak terlalu besar. Isinya: "Tempat Pengaduan Masyarakat".

Masuk lebih dalam, tersedia sofa yang tidak terlalu besar untuk ruang tunggu. Di tengah-tengahnya terdapat meja yang tidak terlalu besar, dan satu petugas yang siap menerima laporan masyarakat.

Menurut Farid, hampir semua hakim di seluruh provinsi per­nah dilaporkan ke KY. Namun, yang terbanyak berasal dari DKI Jakarta sebanyak 59 laporan, Sumatera Utara dan Jawa Timur sama-sama 39 laporan sepan­jang tahun 2016. "Laporannya macam-macam, mulai dugaan suap, bertemu dengan pihak beperkara, kekerasan dalam rumahtangga hingga ketidakprofe­sionalan hakim saat memimpin sidang," sebutnya.

Laporan pengaduan yang masuk, kata Farid, berasal dari berbagai jalur, seperti dilapor­kan langsung ke KY sebanyak 46 laporan, melalui pos 240 laporan, pemantauan di lapangan 16 laporan dan melalui kantor penghubung di 12 kota besar sebanyak 34 laporan.

Dia menjelaskan, setiap lapo­ran pengaduan yang berasal dari masyarakat akan diregister terlebih dahulu, setelah itu diverifikasi tim, termasuk bukti-bukti yang dilam­pirkan pemohon. "Bila memang layak, akan dilanjutkan ke proses berikutnya," sebut Farid.

Namun, lanjutnya, bila tidak layak atau tidak ada hubungan dengan kerja KY, biasanya akan diserahkan ke lembaga lain seperti KPK atau Badan Pengawas (Bawas) MA. "Kami hanya mengawasi kinerja hakim. Kalau pegawai pengadilan selain hakim, diserahkan ke Bawas," tuturnya.

Lebih lanjut, kata Farid, lapo­ran yang layak ditindaklanjuti, akan diplenokan dengan meli­batkan minimal tiga komisioner untuk menelaah laporan tersebut. "Kalau layak, maka langkah per­tama kami memanggil pelapor dan selanjutnya terlapor," kata dia.

Paling cepat, pengaduan dari masyarakat akan diproses selama dua minggu sampai pemanggilan pelapor. "Tapi kalau bukti-buk­tinya kurang lengkap, bisa lebih lama dari itu," terangnya.

Nantinya, hasil pemeriksaan terhadap pelapor dan terlapor akan direkomendasikan kepada Ketua MA untuk diberikan sanksi sesuai saran KY. "Sebagai lembaga etik, tugas kami hanya memberikan rekomendasi. Yang memberikan sanksi tetap MA," tandasnya.

Namun, sambung Farid, bila rekomendasi yang dijatuhkan berupa sanksi berat, maka KY akan merekomendasikan diben­tuknya Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang beranggotakan tujuh orang majelis. "Empat dari KY, sisanya dari MA," sebut dia.

MKH dibentuk, kata dia, bila rekomendasi meliputi lima hal, yaitu pemberhentian dari jaba­tan struktural, sanksi non palu 6 bulan-2 tahun, pemberhentian se­mentara, pemberhentian denganhormat dengan uang pensiun, dan pemberhentian dengan tidak hormat tanpa uang pensiun.

Namun dalam kenyataannya, kata Farid, tidak semua hakim yang dihadapkan dalam sidang MKH diberhentikan secara hormat maupun tidak hormat. "Selama dilangsungkannya 6 sidang MKH tahun 2015, hanya satu hakim yang dipecat. Sisanya hanya non palu," sebut dia.

Sedangkan sepanjang tahun 2016, kata Farid, baru sekali di­langsungkan sidang MKH, tapi putusannya langsung dipecat.

Pada April ini, hakim Falcon Sihombing yang bertugas di Pengadilan Negeri Muara Teweh, Kalimantan Tengah, diberi sanksi diberhentikan secara hormat da­lam sidang MKH. Penyebabnya, Falcon terbukti bertemu dengan pihak yang berperkara dan menerimauang Rp 15 juta.

Pengawasan terhadap hakim, kata dia, dilakukan dengan dua cara, yaitu pengawasan tertutup dan terbuka. "Kalau terbuka, biasanya ikut langsung dalam persidangan dari awal sampai akhir," sebutnya.

Untuk cara ini, menurut Farid, KY pernah melakukan penga­wasan saat sidang praperadi­lan dengan tersangka La Nyalla Mattalitti. "Kami ikuti sidang sampai akhir. Tapi kami meraha­siakan hasil penilaian terhadap ha­kim yang memimpin," kata dia.

Sidang yang berlangsung di PN Surabaya itu dipimpin hakim tunggal Ferdinandus dan meng­abulkan permohonan La Nyalla Mattaliti.

Sedangkan untuk pengawasan tertutup, Farid enggan mengung­kap lebih jauh. Hal ini dilakukan demi keselamatan para petugas­nya yang berada di lapangan. "Petugas kami biasanya meman­tau terus gerak-gerik hakim, baik di dalam sidang maupun di luar persidangan," ucapnya.

Petugas yang melakukan pengawasan tertutup, kata dia, be­rasal dari berbagai unsur, seperti aktifis, mahasiswa, rakyat biasa hingga jurnalis.

Dalam pengawasan tertutup, lanjut dia, biasanya juga melibat­kan petugas KPK karena hakim yang sedang diincar tersebut telah berkali-kali dilaporkan dan menjadi perhatian khusus KY dan KPK. "Hasilnya, kami pernah bersama-sama melaku­kan OTT dengan KPK di salah satu kota besar di Jawa Tengah terhadap salah seorang hakim tipikor," ungkap dia.

Dalam melakukan penga­wasan, lanjut Farid, KY mempu­nyai kelemahan karena jumlah personel yang tidak sebanding dengan jumlah hakim. "Jumlah pegawai kami hanya 200 orang ditambah staf penghubung 48 orang yang ada di 12 kota be­sar," sebut dia. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA