Tiphone diduga memperoleh keuntungan dari penjualan saham kepada PINS Indonesia, serta keuntungan bisnis dari pencaplokan Simpatindo.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Arminsyah mengatakan, pihaknya masih meneliti berbagai dokumen mengenai akuisisi Simpatindo oleh Tiphone.
Untuk menemukan indikasi dugaan korupsi, jaksa di gedung bundar telah meminta keterangan dari pihak terkait. "Persoalan ini mesti diselidiki dengan teliti," katanya.
Direktur Penyidikan JAM Pidsus, Fadil Zumhana senada.Kejagung telah meminta keterangan dari Achmad RK mengenaiakuisisi Simpatindo oleh Tiphone.
Pemanggilan Achmad RK atas perintah dari Fadil lewat surat panggilan bernomor 24/F.2/ FD.1/02/2016 yang diterbitkan Februari lalu.
Saat ini, menurut Fadil, kejakÂsaan masih memperkirakan dugÂaan kerugian negara berdasarkan dokumen yang diperoleh dan keterangan dari saksi.
"Sedang diperhitungkan oleh penyidik berapa taksiran dugaan kerugian negara dalam kasus itu," katanya.
Untuk mendapatkan perhitungan resmi mengenai dugaan kerugian negara dalam perkaraini, kejaksaan akan meminta bantuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"BPK yang akan menentukan ada atau tidak kerugian negara," tandas Fadil.
Tiphone mengakuisisi Simpantindo pada kuartal pertama 2015. Tiphone membeli 99,5 persen saham Simpatindo dengan harga 32 juta dolar Amerika.
Simpatindo didirikan pada 2002. Berada di bawah Grup Sarindo, perusahaan yang bergerÂak di bidang pemasaran produk-produk Telkom-Telkomsel.
Simpatindo merupakan distributor produk Telkom-Telkomsel yang memiliki jaringan terÂluas. Penopang utama pendapatan Simpatindo berasal dari penjualan voucher isi ulang pulsa.
Sebelum mengakuisisi Simpatindo, Tiphone menjual sahamnya kepada PINS Indonesia. Sekretaris Perusahaan Tiphone, Samuel Kurniawan dalam keterÂbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI) 15 September 2014 menyampaikan, PINS Indonesia resmi menguasai 1,11 miliar atau 15 persen saham Tiphone.
Nilai saham Tiphone yang dibeli PINS Indonesia Rp 876,7 miliar. Pembelian saham Tiphone dilakukan lewat Boquete Group SA, Interventures Capital Ltd, PT Sinarmas Asset Management, dan Top Dollar Investment Ltd.
Perjanjian jual-beli saÂham ditandatangani pada 11 September 2014. "Selanjutnya, PINS bakal membeli 10 persen saham Tiphone melalui peÂnambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (non-HMETD)," katanya.
Untuk pembelian 25 persen saham Tiphone, PINS Indonesia mengeluarkan dana hingga Rp 1,39 triliun. Dana segar inilah yang dipakai Tiphone untuk mengakuisisi Simpatindo dan menambah gerai reseller di seÂluruh Indonesia.
KIlas Balik
Jual Saham Ke Anak Usaha Telkom, Dapat Rp 1,39 TTiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE) menuntaskan akuisisi 99,5 persen saham PT Simpatindo Multi Media (SMM) senilai 32 juta dollar Amerika atau sekitar Rp 400 miliar pada Januari 2015.
Direktur Utama Tiphone, Tan Lie Pin dalam keterbukaan informasi terhadap Bursa Efek Indonesia (BEI) mengungkapÂkan, akuisisi saham Simpatindo dilakukan melalui penyerapan 50 ribu waran atas penerbitan saham baru dari SMM.
Kami sudah tandatangani sale and purchase of warrant agreement pada 22 Januari 2015 dengan Paragon Paper Limited terkait pembelian dan pengaÂlihan waran atas penerbitan 50 ribu saham baru dalam SMM,†sebutnya.
Tiphone, lanjut Tan, juga teÂlah mengeksekusi waran untuk memperoleh 50 ribu saham baru Simpatindo. Pelaksanaan waran telah disetujui rapat umum pemeÂgang saham (RUPS) Simpatindo pada 22 Januari 2015.
Adapun, harga pembelian waran tersebut sebesar 32 juta dolar Amerika dan total harga pelakÂsanaan waran untuk memperoleh 50 ribu saham baru Simpatindo sebesar Rp 50 miliar.
Analis dari Bahana Sekuritas Leonardo Henry Gavaza mengaÂtakan akuisisi saham Simpatino membuat saham Tiphone terÂdongkrak sampai Rp 1.160 per lembar. Sebab, Tiphone makin lengket dengan Telkom.
Dalam kajiannya, Tiphone diperkirakan bakal mencatat pendapatan Rp 18 triliun dengan keuntungan Rp 412 miliar di penghujung 2015.
Dengan akuisisi penuh saham Simpatindo, Tiphone bisa menÂdongkrak bisnis distribusi bisÂnis. Tiphone juga memperkuat jaringan reseller dari 200 ribu menjadi 300 ribu reseller setelah memperoleh dana segar dari penÂjualan saham kepada PT PINS Indonesia, anak usaha Telkom.
Sumber dana untuk mengakuisisi Simpatindo berasal pelepasan saham minoritas Tiphone kepada PINS Indonesia. Dari pelepasan 25 persen saham ini, Tiphone memperoleh dana Rp 1,39 triliun.
Pelepasan saham ini sempat akan diawasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) lanÂtaran bisa menyebabkan perÂsaingan distribusi pulsa yang tidak sehat.
Dengan akuisisi Simpatindo, Tiphone menguasai distribusi voucher dan produk multimeÂdia. Sebab, Simpatindo adalah penjual voucher pulsa elektronik beberapa operator seluler. Simpatindo juga dealer pulsa resmi produk seluler Telkom yakni Telkomsel dan Telkom Flexi.
Akuisisi Simpatindo ibarat "jalur pembuka" bagi grup Telkom untuk semakin menggenÂjot kinerja bisnisnya pada sekÂtor distribusi pulsa. Selain itu, Tiphone berencana mengkomÂbinasikan bisnisnya dalam pengadaanproduk smartphone ke beberapa vendor ternama.
Belakangan terkuak, berdasarÂkan laporan kinerja keuangan perseroan per kuartal I/2015 keBEI, pendapatan vouchermencapai Rp 2,41 triliun dari total pendapatan bersih Tiphone Rp 4,05 triliun.
Adapun beban pokok penÂjualan bisnis voucher perseroan senilai Rp 2,27 triliun. Sehingga diperoleh laba kotor Rp 136,4 miliar. Dari sini, margin laba koÂtor Tiphone sebesar 5,66 persen.
Angka itu jauh di atas laba kotor yang dibukukan PT Global Teleshop Tbk (GLOB) dan PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) yang hanya 2,6 persen. Global dan Erajaya melalui anak usahanya juga sama-sama tercatat sebagai distributor voucher Telkomsel.
Jika hanya mengandalkan diskon voucher pulsa yang diberikan Telkomsel, semua mitra dealer dipastikan merugi. Diskon itu dinilai terlalu kecil dan hanya bisa menutupi biaya overhead.
Diskon tambahan akan diberiÂkan kepada mitra dealer, apabila memenuhi penilaian berdasarkan
key performance index (KPI) yang ditetapkan Telkomsel.
Telkomsel memberi diskon tambahan kepada mitra dealer jika berhasil memenuhi target penjualan. Mitra yang bisa menÂcapai tingkat penjualan level Silver akan mendapatkan diskon tambahan sebesar 1 persen dari total penjualan voucher.
Level penjualan tingkat gold mendapatkan diskon tambaÂhan hingga 1,5 persen. Kategori tertinggi yakni jika mencapai level platinum dengan tambahan diskon 2 persen.
Dengan asumsi dapat diskon tambahan, hampir tidak mungÂkin perusahaan yang bergerak di bisnis penjualan voucher pulsa bisa menorehkan margin laba kotor di atas 5 persen atau bahÂkan 5,6 persen seperti yang dibukukan Tiphone.
Paling besar margin laba kotor bisnis voucher pulsa saat ini di kisaran 2 persen. Jika dikurangi utang bank dan biaya lainnya, margin laba kotor perusahaan penjualan voucher pulsa tidak lebih dari 0,5 persen.
Sekretaris Perusahaan Tiphone, Samuel Kurniawan membantah apabila margin keuntungan bisnis penjualan voucher perseÂroannya tidak realistis. "Margin keuntungan yang didapatkan dari bisnis penjualan voucher sudah sesuai, karena rata-rata harga jual voucherpulsa selalu di atas harga pasar di tingkat pengguna," katanya. ***
BERITA TERKAIT: