Kejagung Masih Hitung Dugaan Kerugian Negara

Kasus Akuisisi Simpatindo

Senin, 25 April 2016, 08:57 WIB
Kejagung Masih Hitung Dugaan Kerugian Negara
foto:net
rmol news logo Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penyelidikan kasus akuisisi Simpatindo Multi Media (SMM) oleh Tiphone Mobile Indonesia (TELE). Akuisisi itu menggunakan dana dari hasil penjualan saham Tiphone kepada PT PINS Indonesia, anak usaha Telkom.

Tiphone diduga memperoleh keuntungan dari penjualan saham kepada PINS Indonesia, serta keuntungan bisnis dari pencaplokan Simpatindo.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Arminsyah mengatakan, pihaknya masih meneliti berbagai dokumen mengenai akuisisi Simpatindo oleh Tiphone.

Untuk menemukan indikasi dugaan korupsi, jaksa di gedung bundar telah meminta keterangan dari pihak terkait. "Persoalan ini mesti diselidiki dengan teliti," katanya.

Direktur Penyidikan JAM Pidsus, Fadil Zumhana senada.Kejagung telah meminta keterangan dari Achmad RK mengenaiakuisisi Simpatindo oleh Tiphone.

Pemanggilan Achmad RK atas perintah dari Fadil lewat surat panggilan bernomor 24/F.2/ FD.1/02/2016 yang diterbitkan Februari lalu.

Saat ini, menurut Fadil, kejak­saan masih memperkirakan dug­aan kerugian negara berdasarkan dokumen yang diperoleh dan keterangan dari saksi.

"Sedang diperhitungkan oleh penyidik berapa taksiran dugaan kerugian negara dalam kasus itu," katanya.

Untuk mendapatkan perhitungan resmi mengenai dugaan kerugian negara dalam perkaraini, kejaksaan akan meminta bantuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"BPK yang akan menentukan ada atau tidak kerugian negara," tandas Fadil.

Tiphone mengakuisisi Simpantindo pada kuartal pertama 2015. Tiphone membeli 99,5 persen saham Simpatindo dengan harga 32 juta dolar Amerika.

Simpatindo didirikan pada 2002. Berada di bawah Grup Sarindo, perusahaan yang berger­ak di bidang pemasaran produk-produk Telkom-Telkomsel.

Simpatindo merupakan distributor produk Telkom-Telkomsel yang memiliki jaringan ter­luas. Penopang utama pendapatan Simpatindo berasal dari penjualan voucher isi ulang pulsa.

Sebelum mengakuisisi Simpatindo, Tiphone menjual sahamnya kepada PINS Indonesia. Sekretaris Perusahaan Tiphone, Samuel Kurniawan dalam keter­bukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI) 15 September 2014 menyampaikan, PINS Indonesia resmi menguasai 1,11 miliar atau 15 persen saham Tiphone.

Nilai saham Tiphone yang dibeli PINS Indonesia Rp 876,7 miliar. Pembelian saham Tiphone dilakukan lewat Boquete Group SA, Interventures Capital Ltd, PT Sinarmas Asset Management, dan Top Dollar Investment Ltd.

Perjanjian jual-beli sa­ham ditandatangani pada 11 September 2014. "Selanjutnya, PINS bakal membeli 10 persen saham Tiphone melalui pe­nambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (non-HMETD)," katanya.

Untuk pembelian 25 persen saham Tiphone, PINS Indonesia mengeluarkan dana hingga Rp 1,39 triliun. Dana segar inilah yang dipakai Tiphone untuk mengakuisisi Simpatindo dan menambah gerai reseller di se­luruh Indonesia.

KIlas Balik
Jual Saham Ke Anak Usaha Telkom, Dapat Rp 1,39 T


Tiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE) menuntaskan akuisisi 99,5 persen saham PT Simpatindo Multi Media (SMM) senilai 32 juta dollar Amerika atau sekitar Rp 400 miliar pada Januari 2015.

Direktur Utama Tiphone, Tan Lie Pin dalam keterbukaan informasi terhadap Bursa Efek Indonesia (BEI) mengungkap­kan, akuisisi saham Simpatindo dilakukan melalui penyerapan 50 ribu waran atas penerbitan saham baru dari SMM.

Kami sudah tandatangani sale and purchase of warrant agreement pada 22 Januari 2015 dengan Paragon Paper Limited terkait pembelian dan penga­lihan waran atas penerbitan 50 ribu saham baru dalam SMM,” sebutnya.

Tiphone, lanjut Tan, juga te­lah mengeksekusi waran untuk memperoleh 50 ribu saham baru Simpatindo. Pelaksanaan waran telah disetujui rapat umum peme­gang saham (RUPS) Simpatindo pada 22 Januari 2015.

Adapun, harga pembelian waran tersebut sebesar 32 juta dolar Amerika dan total harga pelak­sanaan waran untuk memperoleh 50 ribu saham baru Simpatindo sebesar Rp 50 miliar.

Analis dari Bahana Sekuritas Leonardo Henry Gavaza menga­takan akuisisi saham Simpatino membuat saham Tiphone ter­dongkrak sampai Rp 1.160 per lembar. Sebab, Tiphone makin lengket dengan Telkom.

Dalam kajiannya, Tiphone diperkirakan bakal mencatat pendapatan Rp 18 triliun dengan keuntungan Rp 412 miliar di penghujung 2015.

Dengan akuisisi penuh saham Simpatindo, Tiphone bisa men­dongkrak bisnis distribusi bis­nis. Tiphone juga memperkuat jaringan reseller dari 200 ribu menjadi 300 ribu reseller setelah memperoleh dana segar dari pen­jualan saham kepada PT PINS Indonesia, anak usaha Telkom.

Sumber dana untuk mengakuisisi Simpatindo berasal pelepasan saham minoritas Tiphone kepada PINS Indonesia. Dari pelepasan 25 persen saham ini, Tiphone memperoleh dana Rp 1,39 triliun.

Pelepasan saham ini sempat akan diawasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) lan­taran bisa menyebabkan per­saingan distribusi pulsa yang tidak sehat.

Dengan akuisisi Simpatindo, Tiphone menguasai distribusi voucher dan produk multime­dia. Sebab, Simpatindo adalah penjual voucher pulsa elektronik beberapa operator seluler. Simpatindo juga dealer pulsa resmi produk seluler Telkom yakni Telkomsel dan Telkom Flexi.

Akuisisi Simpatindo ibarat "jalur pembuka" bagi grup Telkom untuk semakin menggen­jot kinerja bisnisnya pada sek­tor distribusi pulsa. Selain itu, Tiphone berencana mengkom­binasikan bisnisnya dalam pengadaanproduk smartphone ke beberapa vendor ternama.

Belakangan terkuak, berdasar­kan laporan kinerja keuangan perseroan per kuartal I/2015 keBEI, pendapatan vouchermencapai Rp 2,41 triliun dari total pendapatan bersih Tiphone Rp 4,05 triliun.

Adapun beban pokok pen­jualan bisnis voucher perseroan senilai Rp 2,27 triliun. Sehingga diperoleh laba kotor Rp 136,4 miliar. Dari sini, margin laba ko­tor Tiphone sebesar 5,66 persen.

Angka itu jauh di atas laba kotor yang dibukukan PT Global Teleshop Tbk (GLOB) dan PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) yang hanya 2,6 persen. Global dan Erajaya melalui anak usahanya juga sama-sama tercatat sebagai distributor voucher Telkomsel.

Jika hanya mengandalkan diskon voucher pulsa yang diberikan Telkomsel, semua mitra dealer dipastikan merugi. Diskon itu dinilai terlalu kecil dan hanya bisa menutupi biaya overhead.

Diskon tambahan akan diberi­kan kepada mitra dealer, apabila memenuhi penilaian berdasarkan key performance index (KPI) yang ditetapkan Telkomsel.

Telkomsel memberi diskon tambahan kepada mitra dealer jika berhasil memenuhi target penjualan. Mitra yang bisa men­capai tingkat penjualan level Silver akan mendapatkan diskon tambahan sebesar 1 persen dari total penjualan voucher.

Level penjualan tingkat gold mendapatkan diskon tamba­han hingga 1,5 persen. Kategori tertinggi yakni jika mencapai level platinum dengan tambahan diskon 2 persen.

Dengan asumsi dapat diskon tambahan, hampir tidak mung­kin perusahaan yang bergerak di bisnis penjualan voucher pulsa bisa menorehkan margin laba kotor di atas 5 persen atau bah­kan 5,6 persen seperti yang dibukukan Tiphone.

Paling besar margin laba kotor bisnis voucher pulsa saat ini di kisaran 2 persen. Jika dikurangi utang bank dan biaya lainnya, margin laba kotor perusahaan penjualan voucher pulsa tidak lebih dari 0,5 persen.

Sekretaris Perusahaan Tiphone, Samuel Kurniawan membantah apabila margin keuntungan bisnis penjualan voucher perse­roannya tidak realistis. "Margin keuntungan yang didapatkan dari bisnis penjualan voucher sudah sesuai, karena rata-rata harga jual voucherpulsa selalu di atas harga pasar di tingkat pengguna," katanya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA