Pertanyaannya, bagaimana caranya mengetahui niat jahat seseorang? Apakah diatur di dalam undang-undang. Berikut wawancara
Rakyat Merdeka dengan bekas Penasehat KPK Abdullah Hehamahua;
Sudut pandang Anda meliÂhat kerja KPK dalam menanÂgani kasus Sumber Waras?Kembali kepada teman-teÂman penyelidik dan penyidik KPK, mereka serius kerja atau tidak. Kalau serius, mereka ikuti SOP (
Standard Operational Procedure) yang ada. Artinya kalau sudah ada temuan, segera digelar perkara di direktorat, kemudian di deputi baru pada pimpinan.
Kalau temuannya sudah ada?
Kalau sudah ada, kemudian sengaja disembunyikan, atau mereka tutup-tutupi, itu kan melanggar kode etik, sehingga kemudian pengawas internal biÂsa memproses yang melakukan penyimpangan itu. Majelis Kode Etik bisa mengadilinya. Kalau kesalahannya di pegawai.
Bagaimana jika penyimÂpangannya terjadi di level pimpinan?Kalau penyelidik dan penyÂidik sudah menemukan dua alat bukti, kemudian saat gelar perkara terakhir di pimpinan, pimpinan menolak atau punya alasan untuk tidak menetapkan tersangka, pimpinan bisa diperÂiksa oleh komite etik yang terdiri dari pimpinan yang tidak berÂmasalah, penasehat, dan orang luar KPK. Saya menyarankan kepada pengawas internal, coba mereka melacak, di mana kesÂalahan itu terjadi. Apakah keÂsalahan itu betul-betul karena alat bukti tidak cukup, atau alat bukti cukup tapi dimanipulasi, atau ditutup-tutupi. Kalau oleh pegawai, pengawas internal bisa langsung memeriksa. Kalau pimpinan, maka pengawas interÂnal boleh menuntut atau merekoÂmendasikan membentuk komite etik untuk memeriksa.
Untuk mengetahui unsur niat jahat bagaimana sih?Kalau disebut tidak ada niat jahat, maka bagaimana mengeÂtahui niat jahat itu. Salah satunya adalah dicek, apakah ada pelangÂgaran perundang-undangan, kalau ada berarti sudah niat jahat. Atau apakah pejabat itu atau gubernur Ahok atau siapa saja menerima
feedback, baik berupa hadiah, parcel, bantuan keuangan atau sejenisnya adalah indikator niat jahat.
Memangnya unsur niat jaÂhat itu diatur dalam undang-undang atau ketentuan khusus di KPK?Ya kalau di undang-undang tidak disebutkan niat jahat itu. Pimpinan sekarang yang memÂperkenalkan unsur niat jahat itu. Kalau di undang-undang, pasal 2 ayat 1 menyebutkan bahwa jika ada tindakan melawan hukum yang menyebabkan kerugian negara untuk keuntungan diri sendiri, orang lain atau korpoÂrasi itu sudah korupsi. Pasal 3 disebutkan jika terjadi penyÂalahgunaan wewenang yang meÂnyebabkan kerugian keuangan negara maka itu korupsi. Tidak ada disebutkan niat jahat.
Jadi kalau ada pimpinan yang mensyaratkan harus ada unsur niat jahat, bagaimana?Cuma di dalam teori hukum itu disebutkan apa motif seseorang melakukan perbuatan itu. Maka pimpinan sekarang memÂpersoalkan (niat jahat).
Bagaimana caranya mengeÂtahui niat jahat itu?Ya apa mungkin pimpinan KPK itu harus me-rontgen Ahok, kan tidak kan. Kalau alasannya begitu bawa lah Ahok ke rumah sakit di
x-ray atau di-rontgen, baru kemudian pimpinan KPK bisa melihat hatinya jahat atau tidak.
Janggal tidak?Kan dari dulu saya sudah bilÂang, kalau dari hulu sudah kotor maka di hilir juga kotor. Kan dari dulu waktu masih Pansel kan. Kalau Pansel nya bermasalah, hasilnya juga bermasalah. Jadi saya tidak kaget kalau seperti hari ini sekarang.
Apa masih ada harapan?Kita kasih kesempatan kepada pimpinan KPK, oleh karena ada audit BPK yang terakhir itu, audit investigasi. Kemudian kita lihat apakah bisa digunakan atau tidak. Sekarang ini kan diduga ada kekhawatiran bahwa ada kondisi di KPK karena faktor kaÂsus periode yang lalu, sehingga ada nuansa-nuansa intervensi dan seterusnya.
Pegawai KPK harus berÂsikap?Dalam kode etik KPK, peÂgawai dilarang menerima perÂintah atasan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Itu ekspilisit kode etik. Ini saya ingatkan kepada yang baru-baru si KPK, karena kode etik ini baru direvisi dua atau tiga tahun yang lalu, mungÂkin ada yang belum menguasai atau memahami. ***
BERITA TERKAIT: