Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, hal itu terjadi lantaran buruknya kontrol dan perbaikan tata kelola lembaga pemasyarakatan (lapas), terÂmasuk tidak berjalannya meÂkanisme sanksi bagi para sipir maupun kepala lapas yang turut melanggengkan perlakuan isÂtimewa ini.
Peneliti ICW, Lalola Easter mengatakan, meski banyak diprotes dan dinilai diskriminatif, keistimewaan yang diterima oleh koruptor selama menjalani hukuman masih terjadi di era pemerintahan Jokowi.
"Akibat keistimewaan yang diberikan pemerintah, di Indonesia napi koruptor tergolong kasta tertinggi dan masuk katÂegori kelas elite dibandingÂkan napi dalam perkara pidana lainnnya," ujarnya.
Jika penjara-penjara pada umumnya mengalami minimÂnya fasilitas dan over kapasitas penghuni, namun hal ini tidak terjadi di Lapas Sukamiskin yang memang diperuntukkan bagi napi korupsi.
"Sepanjang koruptor dianggap sebagai 'raja' maka tidak akan muncul efek jera buat mereka, pemerintah juga akan selalu diÂcap diskriminatif," katanya.
Lola menyebutkan, dalam pemberitaan di sebuah media belum lama ini, diketahui para koruptor di Lapas Sukamiskin masih menerima perlakuan istimewa meski sudah berstatus sebagai narapidana perkara korupsi.
Keistimewaan yang mereka terima antara lain adalah, memiÂliki dan memakai telepon gengÂgam dan laptop di dalam lapas, dan dapat menerima kunjungan selain di ruang besuk bahkan di luar jam besuk/kunjungan.
"Fasilitas maupun sarana yang tak sepantasnya ini, menÂimbulkan pertanyaan mengenai mekanisme kontrol dan tata kelola lembaga pemasyarakaÂtan yang berada di bawah teriÂtori Kementerian Hukum dan HAM," katanya.
Keistimewaan akan sejumlah fasilitas tersebut juga dinilai melanggar hukum. Di antaranya Pasal 28 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan menyebutkan bahwa, narapidana diÂlarang membawa televisi dan radio, atau media elektronik yang lain ke dalam lapas untuk kepentingan pribadi.
Peraturan tersebut diperjelas dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara.
Pasal 4 huruf j peraturan ini menyebutkan, narapidana atau tahanan dilarang memiliki, membawa dan/atau mengguÂnakan alat elektronik, seperti laptop atau komputer, kamera, alat perekam, telepon genggam, pager, dan sejenisnya.
"Fasilitas istimewa yang tidak sepantasnya diperoleh narapÂidana, menunjukkan fungsi pengawasan tidak berjalan. Ini membutuhkan perbaikan tata kelola dan pemberian sanksi bagi para petugas yang diduga lalai mengawasi, bahkan turut membantu pemenuhan fasilitas-fasilitas istimewa tersebut," tutur Lola.
Melihat masih cukup probÂlematiknya pengelolaan lemÂbaga pemasyarakatan, ICW mengusulkan sudah waktunya sanksi sosial diberlakukan bagi terpidana korupsi. Sepatutnya ada pendekatan penghukuman lain selain pidana badan, seperti pemiskinan koruptor dan juga dengan mempermalukan para koruptor secara sosial.
"Hal ini dapat dilakukan misÂalnya dengan pencabutan ijazah oleh institusi pendidikan yang bersangkutan, pencabutan hak politik, maupun sanksi sosial lainnya," tandasnya.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari menilai, pemberian fasilitas saung untuk narapidana di LP Sukamiskin tergolong sebagai sebuah penyimpangan. Dia sepakat, hak napi untuk bertemu keluarga/kolega serta berkoÂmunikasi harus dijamin, tetapi tidak dengan cara-cara yang istimewa.
"Saung-saung itu hanya membangun kenyamanan baru untuk para narapidana sehingga mereÂka tidak terpikir untuk menyesali perbuatannya. Ini jelas tidak seÂsuai dengan konsep pemidanaan yang salah satunya bertujuan memberi efek jera. Kalau di daÂlam nyaman, penjara tidak lagi menakutkan," katanya.
Untuk diketahui, di tengah sorotan publik tentang buruknya manajemen penjara, persoalan klasik seperti adanya perlakuan istimewa untuk narapidana kaÂsus korupsi masih ada.
Hal ini setidaknya terlihat di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Napi koruptor di lapas tersebut mendapatkan fasilitas istimewa berupa saung-saung untuk beristirahat dan menÂerima kunjungan. Selain itu, sejumlah napi juga diduga kuat menyimpan dan menggunakan alat komunikasi. ***