WAWANCARA

Muhammad: Politik Uang Itu Nggak Ada Sanksinya, Bagaimana Kita Mau Menegakkan Hukum...

Jumat, 11 Maret 2016, 09:52 WIB
Muhammad: Politik Uang Itu Nggak Ada Sanksinya, Bagaimana Kita Mau Menegakkan Hukum...
Muhammad:net
rmol news logo Baru-baru ini Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap adanya praktik fund rising besar-besaran yang disinyalir sebagai politik uang di pilkada serentak 2015 lalu. Bawaslu pun mengendus banyak praktik politik uang di pilkada lalu, namun lapo­ran politik uang tidak bisa ditindaklanjuti oleh Bawaslu. Ada apa sebenarnya? Simak penuturan Ketua Bawaslu Muhammad kepada Rakyat Merdeka berikut ini;

Ada informasi, banyak lapo­ran politik uang yang tidak bisa ditindak oleh Bawaslu. Ada apa sebenarnya?
Pertama, politik uang ini kan kategorinya pidana pemilu. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, secara tegas Undang-Undang Pemilu itu mengacu pidana pemilu ditangani oleh lembaga yang namanya sentra Gakkumdu (Penegak Hukum Terpadu Pemilu). Yang di da­lamnya ada pengawas pemilu, penyidik pemilu, Kepolisian dan penuntut Kejaksaan.

Lantas hasilnya seberapa efektif?
Dari evaluasi yang kita laku­kan secara transparan dan objek­tif, sentra Gakkumdu itu tidak efektif.

Kenapa tidak efektif?
Karena tidak ada kesesuaianpandangan antara penyidik den­gan pengawas pemilu. Bagi pengawas pemilu, alat buktinya sudah ada, sudah ada yang me­laporkan, ada saksi, harusnya cukup bagi penyidik menindak­lanjuti.

Lalu...
Penyidik dan penuntut itu kepengin dan mensyaratkan ke­pada Panwaslu untuk meleng­kapkan dua alat bukti, dua saksi dan seterusnya. Nah, ini kan kalau semua itu dibebankan kepada pen­gawas pemilu ya itu tidak perlu ada penyidik. Berikan aja semua kepada Panwas. Karena secara hukum, yang bisa menangani laporan pidana itu kan penyidik.

Jadi, jalan keluarnya ba­gaimana?
Nah, ini kita lihat dan sudah usulkan kepada DPR, bahwa model penyelesaian pidana pemilu, salah satunya politik uang, itu ada dua yang kita tawarkan; Pertama, kita mau penyidik Kepolisian dan penun­tut Kejaksaan itu bergabung di dalam Bawaslu atau Panwaslu.

Seperti penyidik dan penun­tut di bawah KPK?
Iya, kayak model KPK. Jadi fungsinya di-BKO-kan semen­tara waktu sampai pilkada sele­sai. Dan kami pun sudah ajukan sebagai usulan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 terkait dengan penegakan hu­kum terkait pidana pemilu.

Kalau tidak disetujui oleh pemerintah dan DPR ba­gaimana?
Ada dua versi yang diusulkan. Kalau itu tidak disetujui oleh DPR dan Pemerintah, karena dalam proses pembahasan, semua urusan pidana itu diserahkan kepada polisi. Jadi Panwas sejak awal tidak lagi terlibat dalam uru­san dugaan pelanggaran pidana pilkada. Kalau ada yang me­laporkan dugaan politik uang, dan seterusnya terkait dengan semua pidana pemilu, semua bentuk pelanggaran Pemilu, itu langsung dilaporin ke polisi. Biar polisi dan jaksa yang memproses.

Jadi kerjanya Bawaslu apa dong?

Kita di pelanggaran administrasi dan sengketa saja. Itu draf kedua yang kita usulkan, daripada kita juga ada di dalam tetapi tidak efektif. Jadi kita tawarkan dua draf kepada DPR. Bahwa penyidik dan penuntut gabung di Bawaslu.

Masa kerjanya nanti sampai berapa lama di Bawaslu?
Sampai pelantikan Gubernur, Bupati/Walikota terpilih. Atau laporan pelanggaran pidana pemilu di antaranya politik uang dan lain sebagainya itu semua ditangani oleh penyidik. Nah, itu kita sudah menyerahkan pada DPR dan Pemerintah untuk dibahas.

Laporan yang masuk ke Bawaslu terkait politik uang yang terjadi di Pilkada serentak tahap I, benar masih banyak?
Oh iya. Pidana politik uang ini, ada jenis-jenis pelanggaran yang tidak ada sanksi.

Contohnya?
Ini orang disebut membagi uang, menjanjikan, itu politik uang. Tapi begitu ditengok apa sanksinya; blank. Itu un­dang-undang kita itu, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015. Bagaimana kita mau menegak­kan hukum kalau tidak ada sanksi.

Dan itu jumlahnya banyak. Oleh paslon (pasangan calon) dan timsesnya yang cerdas, membaca itu. Sebab, nggak ada sanksinya politik uang ini.

Tapi undang-undang ini kan tidak cuma dibikin oleh DPR sepihak, melainkan juga me­libatkan penyelenggara pilka­da. Kok bisa kecolongan?

Kalau diskusi kami dengan teman-teman yang biasa ikut dalam pembahasan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 kemarin memang tidak sempat terbahas masalah sanksi pi­dana pemilu. Makanya dalam revisi yang besok ini, kita benar-benar memberikan ar­gumentasi tentang pentingnya merevisi undang-undang itu, revisi di bidang penegakan pidana Pemilu.

Selain soal politik uang, apa catatan penting lainnya?
Menurut saya, semua unsur yang terlibat dalam pilkada itu catatan pentingnya. Unsur pe­nyelenggara pemilu ada, unsur pemerintah ada, unsur penegak hukum ada, dan unsur peserta pilkada; parpol dan pasangan calon.

Apa itu catatan penting­nya?

Kalau peserta pemilu kita harapkan benar-benar, terus mendorong serta meningkatkan dan memantapkan integritasnya. Untuk mengawal proses dan hasil pemilu. Tidak bisa main-main ini, masalah integritas memang harus ditegakkan. Penyelenggara pemilu harus benar-benar me­matrikan integritas penyeleng­garaan pemilu. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA