Tapi menteri asal PDIP itu pada 17 Februari lalu mengeluarkan keputusan Nomor : M.HH-03.AH.11.01 Tahun 2016 Tentang Pengesahan Kembali Susunan Personalia Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan Hasil Muktamar Bandung Tahun 2011.
"Menkumham telah melakuÂkan perbuatan melawan hukum karena melawan putusan MA Nomor 601 yang telah berkekuaÂtan hukum tetap. Ini berarti pejabat pemerintahan telah berÂtindak sewenang-wenang," tegas Wakil Ketua Umum PPP hasil Muktamar Jakarta, Dr Humphrey Djemat, kepada
Rakyat Merdeka, di Jakarta, Sabtu (20/2)
Berikut kutipan selengkapnya;
Menkumham mencoba daÂmaikan PPP dengan keputuÂsan itu, tanggapan Anda?Begini, dalam keputusan terseÂbut, Menkumham memutuskan untuk mengesahkan kembali kepengurusan hasil Muktamar Bandung tahun 2011, sebagaimaÂna yang terdapat dalam Surat Keputusan Menkumham Nomor : M.HH-20.AH.11.01 Tahun 2012 tanggal 4 September 2012 Tentang Pengesahan Perubahan Susunan Personalia Muktamar Bandung. Selanjutnya dalam SK : M.HH-03.AH.11.01 terseÂbut Menkumham memberikan waktu selama 6 bulan untuk menyelenggarakan Muktamar/Muktamar Luar Biasa.
Kalau begitu, apakah SK perpanjangan tersebut dapat dibenarkan secara hukum?Pertama, kita lihat dulu angÂgaran dasar Muktamar Bandung. Sudah sangat jelas pada Pasal 51 (ayat) 2 menyatakan bahwa Muktamar diselenggarakan seÂlambat lambatnya satu tahun setelah terbentuknya pemerinÂtahan yang baru hasil pemilihan Presiden dan wakil presiden tahun 2014.
Sedangkan pasal 73 (ayat) 1 menyatakan kepengurusan Muktamar Bandung harus disÂelenggarakan tahun 2015.
Kedua, SK Menkumham tenÂtang pengesahan kepengurusan
Kenapa Anda bilang begitu?Penjelasan tersebut di atas diÂkuatkan oleh Putusan Mahkamah Agung RI No. 601 K/Pdt.Sus-Parpol/2015 yang telah memÂpunyai kekuatan hukum tetap. Dimana menolak permohoÂnan penggugat Wakil Kamal sebagai pengurus Muktamar Bandung yang meminta kembali ke Muktamar Bandung. Bahkan dalam pertimbangan hukumnya Majelis Hakim menyatakan kepenÂgurusan Muktamar Bandung tidak efektif lagi dan tidak mempunyai eksistensi berdasarkan putusan Mahkamah Partai. Sedangkan mengenai Muktamar Jakarta secara tegas dinyatakan telah sesuai dengan AD/ART, putusan Mahkamah Partai No.49/PIP/MP-DPP.PPP/2014, dan UU Parpol.
Kenapa Menkumham tidak jadikan putusan MA itu sebaÂgai acuan?Ini sangat disayangkan apaÂbila Menkumham Yasona Laoly tidak pernah membaca ataupun mendapatkan masukan tentang putusan MA Nomor 601 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut.
Alasan yang selalu dikemukaÂkan Menkumham bahwa telah terÂjadi kekosongan hukum mengenai kepengurusan PPP adalah sangat tidak benar dan bersifat mengada-ngada. Justru kekosongan hukum itu tidak perlu terjadi apabila Menkumham mau memberikan pengesahannya terhadap kepenguÂrusan hasil Muktamar Jakarta.
Bukankah sikap Menkumham seperti itu karena ada himbauan dari sesepuh PPP? Alasan lain mengenai adanya himbauan/ permintaan dari para sesepuh PPP bukanlah alasan yuridis yang dapat dipertangÂgungjawabkan. Hal itu hanya bersifat politis.
Kalau disebutkan PPP beÂlum memiliki persyaratan pendaftaran, ini bagaimana?Alasan karena DPP PPP belum melengkapi persyaratan pendaftaran adalah tidak benar dan mengada-ngada. Faktanya segala persyaratan telah diberikan dan telah mendapatkan tanda terima dari pihak Kemenkumham dan menyatakan persyaratan telah lengkap.
Apa ada bukti pernyataan seperti itu?Saya memiliki bukti dan video rekaman pertemuan serta perÂcakapan tersebut.
Anda bilang Menkumham telah bertindak sewenang-wenang, apa konsekuensinya?Sebagai konsekuensi dari tinÂdakan sewenang-wenang terseÂbut, menurut UU Administrasi Pemerintahan keputusan dan/atau tindakan yang dibuat oleh pejaÂbat pemerintahan TIDAK SAH apabila dibuat oleh Badan dan/atau pejabat pemerintahan yang bertindak sewenang-wenang.
Selanjutnya keputusan pejabat pemerintahan tersebut juga tidak mengikat sejakkeputusan itu ditetapkan dan segala akibat huÂkum yang ditimbulkan dianggap tidak pernah ada. Bahkan lebih jauh dari itu, Menkumham bisa dikenakan Pasal 421 KUH Pidana (Kejahatan dalam Jabatan). ***