Pintu pagar bangunan yang terletak di Kompleks Graha Sunter Pratama, Jalan Selat Bangka, Blok J1, Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakarta Utara itu tertutup rapat.
Kedua pagar hitam setinggi satu meter tersebut dalam konÂdisi terkunci. Plastik fiber geÂlap terpasang sepanjang pagar, untuk menghalangi pandangan orang yang berada di luar.
Lampu yang terletak di atas halaman dibiarkan menyala meski hari sudah siang. Pintu garasinya tertutup rapat, dan tampaknya juga terkunci. Tidak ada kendaraan atau bekas roda kendaraan pada halaman di depan pintu garasi tersebut. Seolah sudah cukup lama tidak ada kendaraan yang terparkir di tempat itu.
"Minggu malam saya lihat kedua orangtua Jessica pulang. Mobil sempat parkir di depan garasi. Tapi paginya sudah tak ada lagi mobilnya," ujar salah seorang tukang bangunan yang bekerja di depan rumah Jessica.
Dia dan rekan-rekannya menÂgaku tidak ada yang melihat, keÂtika orangtua Jessica pergi lagi. Hanya saja ketika mereka mulai bekerja lagi jam 8 pagi, keluarga Jessica sudah tidak ada. "Coba tanya satpam, mungkin mereka lebih tahu," imbuhnya.
Sebelumnya, polisi telah menetapkan Jessica sebagai tersangka kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin (27). Jessica ditangkap saat berada di Hotel Neo, Mangga Dua, Jakarta Utara, Sabtu (30/1) pukul 07.45 WIB.
Usai menjalani pemeriksaan selama lebih dari 13 jam, Jessica dijebloskan ke sel tahanan Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Dia akan menjalani penahanan selama 20 hari ke depan terhitungSabtu kemarin.
Sementara itu, Ketua RT14/02, Paulus Sukiyanto mengakutidak mengetahui tentang kepulangan orangtua Jessica pada minggu malam. Sebab, dirinya tidak mendapat kabar tentang hal itu.
"Ayahnya Jessica tidak mengabari," ucap Paulus saat ditemui di rumahnya, di Jalan Selat Malaka Blok G Nomor 7-8, RT14/02, Sunter Agung, Jakarta Utara.
Paulus mengatakan, ayahÂanda Jessica sempat mengaku kepadanya kalau dirinya merasa disudutkan, pasca ditetapkannya Jessica sebagai tersangka kasus pembunuhan Mirna. Paulus juga mengatakan, Winardi yakin anak ketiganya tersebut tidak melakuÂkan tindakan keji seperti itu.
"Ayahnya mengaku Jessica tidak mungkin tega membunuh sahabatnya sendiri, yakni Mirna. Apalagi itu dikatakan sudah dilakukan secara berencana. Saya juga bertanya, bagaimanasekarang kondisi bapak? Dia (Winardi) menjawab, kami betul-betul terpojok masalah ini. Begitu kata dia. Itu ungkapanÂnya kepada saya melalui via telepon," kata Paulus.
Menurut Paulus, Winardi menÂgaku kepadanya kalau Jessica tidaklah bersalah. "Kata dia, kami tidak salah, kami lebih disudutkan, kami dipojokkan," ucap Paulus.
Menurut Paulus, dirinya menghubungi Winardi sekitar pukul 11.00 WIB, Senin (1/2). Paulus mengaku pembicaraan via teleÂpon dengan ayah Jessica terbilang singkat dan lebih menanyakan kondisi terkini Winardi.
"Saya lebih banyak bertanÂya kondisi kesehatan dan keÂberadaan keluarga Winardi. Saya tanya gimana kondisinya. Lebih ke Pak Winardi, bukan soal Jessica. Soalnya rumahnya samÂpai saat ini kosong," ujarnya.
Paulus menyatakan, malam sebelum penangkapan, Winardi mengaku kepadanya bahwa Jessica sulit untuk tidur. Winardi juga mengatakan ke Paulus, dirinya stres dengan permasalahan yang dihadapi Jessica.
"Satu jam sebelum peristiwa penangkapan Jessica, Winardi dan istri (Imelda) sempat pulang ke rumahnya. Kalau tak salah sekitar jam 6 pagi. Mereka pun belum tahu resminya Jessica menjadi tersangka kayaknya waktu itu. Mereka pamitan saja. Yang mengantar sekuriti," papar Paulus.
Saat itu, lanjut Paulus, kedua orangtua Jessica terlihat terburu-buru memasuki mobil dan menÂinggalkan rumah berlantai dua tersebut. Saat ditanya olehnya, Winardi mengaku tidak mau ditemui awak media. Mobilnya, juga diparkir di depan pintu masuk komplek dekat pos penjaga atau berjarak sekitar 40 meter.
"Alasan Pak Winardi buru-buru pergi karena takut ketemu media. Mobilnya saat itu diparkir di depan komplek. Ya mungkin ikut juga. Dia bilang tolong titip rumah," tambah Paulus.
Disinggung keberadaan Jessica saat kedua orangtuanya pulang ke rumahnya, Paulus mengaku tidak mengetahuinya. "Saya tidak tahu pasti saat itu ada Jessica atau tidak di situ. Itu saya masih mengantuk," tuturnya.
Paulus menambahkan, peÂnyebab kedua orangtua Jessica itu meninggalkan rumah adalah untuk menenangkan diri. Sebab, awak media selalu mendatangi kediaman mereka itu.
"Alasannya mereka ingin menenangkan diri karena kan keÂmarin sudah open house segala macam. Tetapi wartawan masih tetap datang juga ke rumah merÂeka, sehingga butuh situasi yang lebih tenang," terangnya.
Sebagai Ketua RT, Paulus mengaku hanya tahu adanya penangkapan Jessica yang diÂlakukan penyidik Subdit Jatanras Polda metro Jaya itu dari pemÂberitaan media. Selain itu, menuÂrut Paulus, banyak warga yang menanyakan kebenaran informaÂsi penangkapan itu kepadanya.
"Awalnya saya tidak tahu. Tapi, warga banyak yang minta konfirmasi. Ya sudah saya cari Informasî. Eh tahu-tahu ada berita tentang yang bersangkutan ditangkap," tuturnya.
Sebelum mencuatnya kejadian ini, Paulus tidak pernah melihat rumah Jessica ramai didatangi orang. Pun pejabat atau orang-orang penting tak pernah ada yang masuk kompleknya. Jika ada, ia pasti tahu. Sebab, semua tamu masuk harus lapor ke dia. "Tapi tak tahu kalau dia keÂtemuan di luar," ujarnya.
Terkait kasus yang menjerat Jessica, Paulus berharap, penetaÂpan gadis itu sebagai tersangka berdasarkan alat bukti yang cukup. "Saya serahkan kepada pihak kepolisian semuanya, kalau memang ada bukti dari pihak polisi yang menetapÂkannya sebagai tersangka," pungkasnya.
Latar Belakang
3 Menit Titik Kritis
Menurut hasil penyidikan sementara, Jessica bertemu Mirna dan Hani pada 6 Januari di Kafe Olivier pukul 17.15 WIB.
Sebelum Mirna dan Hani datang, Jessica telah lebih dulu tiba di Olivier dan memesan tiga jenis minuman, dan langÂsung membayar tagihannya. Salah satu dari tiga minuman tersebut adalah es kopi vietnam yang dikonsumsi Mirna.
Seusai memesan minuman di meja bar, Jessica mengamati situasi kafe. Perempuan itu kemudian duduk di meja noÂmor 54. Tempat duduknya berwarna kuning, berbentuk setengah lingkaran, dengan meja bulat hitam. Ia duduk di sana selama 51 menit.
Setelah pelayan menyajikan pesanan, semua minuman beÂrada dalam penguasaan Jessica selama 45 menit. Selama masa itu, menurut polisi, ada titik kritis selama 3 menit yang diÂduga saat sianida ditaburkan.
"Titik kritis itu adalah saat kopi tercampur zat sianida yang menyebabkan korbantewas," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti.
Menurut Krishna, selama duduk, tersangka menunjukÂkan gerak-gerik mencurigaÂkan, mulai dari menata letak minuman, meletakkan tas kertas di atas meja yang menghalangi pandangan kamera pengawas ke arah minuman, hingga terlihat memindahkan kopi ke dekatnya.
Ada waktu ketika dia meÂmegang kopi, pada saat bersaÂmaan melihat kondisi sekitar, dan berkali-kali memegang rambut. Setelah melakukan sesuatu pada kopi, dia mengembalikan gelas kopi ke tempat semula.
Setelah itu, tersangka meÂmindahkan tas kertas dari meja ke tempat duduk. Kepada polisi, Jessica mengatakan, tas-tas kertas itu sejak semula ada di tempat duduk.
"Dari awal, dia sudah berboÂhong. Bukti yang kami miliki menunjukkan tas itu diletakkan di atas meja, menutupi minuÂman. Setelah titik kritis berlalu, tas baru diletakkan di kursi," tandas Krishna.
Selanjutnya, Mirna sampai di Kafe Olivier, dan meminum kopi tersebut. Tak berapa lama, korban menunjukkan reaksi aneh, seperti kejang-kejang dan beberapa bagian tubuh mengeras. Perempuan itu lalu dibawa ke Klinik Damayanti yang berada di lantai dasar malsebelum dirujuk ke Rumah Sakit Abdi Waluyo, Jakarta Pusat. Dokter menyatakan, Mirna meninggal pada pukul 18.30.
Menurut hasil otopsi jenazah,Mirna mengalami gejala klinis cyanosis akibat racun sianida. Gejala itu terlihat dari warna kulit kebiruan atau pucat di bagian bibir karena kandunÂgan oksigen yang rendah di dalam darah. Selain itu, hasil investigasi juga menunjukÂkan indikasi kuat adanya zat korosif yang menghancurkan sistem pencernaan dan organ lambung.
Polisi juga melakukan uji racun terhadap empat jenis kopi sejenis di Olivier. Warna kopi yang dikonsumsi Mirna kehijauan, seperti kopi yang tercampur sianida. Warna kopi ini tidak seperti warna kopi tanpa sianida saat kali pertama pelayan menyajikan minuman itu. Pemeriksaan sementara menunjukkan, tersangka sebaÂgai pelaku tunggal.
Jessica pun ditetapkan seÂbagai tersangka pada pukul 23.00 WIB, Jumat (29/1). Penetepan dilakukan seusai polisi melakukan gelar perkara setelah berkoordinasi dengan jaksa penuntut umum (JPU) di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Jessica dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dan terancam hukuÂman mati.
Pengacara Jessica, Yudi Wibowo Sukinto mengataÂkan, polisi belum bisa menghubungkan antara kliennya dan racun sianida dalam kopi Mirna. Tidak hanya itu, pihak kuasa hukum dan keluarga Jesicca juga menganggap penetapan status tersangka terhadap alumnus Billy Blue Collage, Australia, tersebut lemah.
"Hingga (Minggu) saat ini, bagian Jessica menuang racun tidak bisa dibuktikan, tidak ada itu. Asumsi saja," tandas Yudi.
Saat dikonfirmasi soal Jessica yang dituduh meraba tas sebelum menuang sianida, Yudi menjawab, kliennya itu hanya mengambil telepon genggam, bukan sianida.
"Polisi belum bisa menghubungkan," ucap dia.
Yudi juga menantang penyÂidik untuk membuka rekaman kamera
closed circuit televiÂsion (CCTV) di Kafe Olivier kepada publik. Hal tersebut penting untuk melihat aktivitas Jessica hingga dituduh menuangkan racun itu di cangkir kopi Mirna.
Tak hanya itu, Yudi juga mengeluhkan soal kliennya yang belum memperoleh saliÂnan Berita Acara Pemeriksaan (BAP). ***