WAWANCARA

E Herman Khaeron: Pasokan Di Pasar Belum Memadai, Harga Daging Sapi Masih Tinggi

Rabu, 27 Januari 2016, 08:27 WIB
E Herman Khaeron: Pasokan Di Pasar Belum Memadai, Harga Daging Sapi Masih Tinggi
E Herman Khaeron:net
rmol news logo Melonjaknya harga daging sapi sampai Rp 140.000 per kilogram dan harga ayam sampai Rp 35.000 per kilogram jelas membuat masyarakat dan peda­gang susah. Pemerintah harus cepat menangani ini. Pemerintah, khususnya Ke­menterian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, juga harus kompak, jangan jalan sendiri-sendiri.

"Kementerian Perdagangan harus bergandengan tangan den­gan Kementerian Pertanian agar dapat menciptakan kondisi ideal, baik di tingkat produsen, mau­pun di tingkat konsumen," ucap Wakil Ketua Komisi IV DPR, E Herman Khaeron, kemarin.

Politisi Demokrat ini me­lihat, melonjaknya harga daging dan ayam tersebut bukan semata-mata dipicu kurangnya pasokan. Beberapa faktor lain ikut berkontribusi. Berikut pen­jelasan lengkap Herman:

Apa penyebab harga daging dan ayam menonjak begitu tinggi?
Kondisi ini dipicu antara lain oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 267, tertanggal 31 Desember 2015 yang memberlakukan pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen untuk seluruh ternak kecuali indukan. Hal ini menyebabkan ketidakpastian usaha baik di tingkat peternak, rumah potong hewan (RPH), maupun pedagang. Kondisi ini otomatis mendorong kenaikan harga di pasar.

Saat ini PMK tersebut su­dah dibatalkan. Apa harga daging dan ayam bisa lang­sung turun?
Memang sudah dibatalkan, tapi pasokan di pasar belum memadai untuk merespons per­mintaan sehingga harga masih cukup tinggi. Di sisi lain, pengu­sahaan terhadap daging sapi dan ayam hanya dipegang beberapa perusahaan, sehingga rentan per­mainan pasokan dan harga.

Setuju dengan pembatalan PMK itu?

Bukan masalah setuju atau tidak setuju, namun pember­lakuanya tidak tepat waktu kar­ena kondisi kita belum memung­kinkan. Kerja keras Menteri Pertanian yang berupaya agar harga stabil dan terjangkau tentu kami hargai. Tapi, jangan ketika harga mulai stabil dan wajar, tiba-tiba lahir aturan yang mem­buat ketidakpastian usaha dan berakibat pada fluktuasi harga dan terganggunya ketersediaan di pasar.

Bagaimana dengan perso­alan pasokan dan distribusi?

Sistem pendataan kita belum akurat, baik terkait data produksi maupun data konsumsi. Atas kondisi ini kita sering dihadap­kan pada situasi ketersediaan dan fluktuasi harga. Ke depan harus ada validasi data, baik produksi maupun konsumsi, sehingga tepat dalam mengam­bil langkah.

Dalam hal distribusi, masih sering terjadi sumbatan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia harusnya memiliki manajemen distribusi yang baik sebagai pemenuhan kebutuhan kawasan antara produsen dan konsumen, supaya memenuhi supply and demand.

Berapa kebutuhan nasional untuk daging dan ayam?
Kebutuhan daging dalam negeri itu sekitar 675 ribu ton per tahun. Untuk ayam sekitar 2,2 miliar ekor per tahun.

Itu dipernuhi semua dalam negeri atau impor juga?
Untuk daging sapi, kita impor sekitar 233 ribu ton. Untuk ayam, produksi kita sekitar 2,4 miliar ekor. Tapi kita impor jenis GPS (grand parent stock/bibit indu­kan). Selain itu, pakannya juga masih bergantung pada impor.

Bagaimana pengaturan im­por agar tidak merugikan peternak lokal?
Undang-undang Nomor 18/2012 sudah cukup dalam mengatur tentang kedaulatan, kemandirian, ketahanan, dan keamanan pangan. Impor diatur dengan sangat ketat, hanya boleh dilakukan jika kekurangan, atau krisis, atau tidak diproduksi dalam negeri. Selain itu, impor tidak boleh dilakukan dalam situasi kita sedang panen raya atau sedang priduksi berlebih.

Idealnya, harga daging dan ayam itu berapa?
Harga ideal itu harus me­menuhi dua unsur penting, yaitu tidak memberatkan kon­sumen dan memberikan harga keekonomisan bagi para pe­ternak, khususnya peternak kecil. Pemerintah harus menetapkan harga ideal ini menjadi referensiuntuk memenuhi dan menetapkan atas kebutuhan sup­ply terhadap demand.

Bagaimana Anda melihat langkah pemerintah dalam mengatasi hal ini?

Tentu pemerintah sudah beru­paya, namun perlu ada ketegasan terhadap pencapaian swasem­bada pangan pokok dan pangan strategis, sehingga impor hanya sebagai pemenuhan kebutuhan sementara. Pemerintah harus mengatur dan menetapkan harga referensi, sehingga dapat men­jaga stabilitas harga di pasar.

Kementerian Perdagangan harus bergandengan tangan dengan Kementerian Pertanian agar dapat menciptakan kondisi ideal, baik di tingkat produsen, maupun di tingkat konsumen dengan semangat untuk menuju kedaulatan dan kemandirian pangan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA