"Saya katakan ancaman masih cukup memberikan risiko bagi kita. Ada beberapa tokoh di Suriah. Bahrun Naim, Bahrun Syah terkait Abu Jandal, ini semua terkait dengan orang Indonesia," kata Jenderal Badrodin Haiti kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Bahkan motif dan target sasaÂran dari aksi terorisme juga suÂdah mulai bergeser sejak beberÂapa tahun terakhir. Seperti apa sepak terjang teroris itu, berikut wawancara selengkapnya :
Apa perkembangan kinerja yang sudah dilakukan pihak Kepolisian terkait aksi teror bom di kawasan Thamrin?Terkait aksi tersebut, Kepolisian memastikan itu didalangi Bahrun Naim. Dalam teror itu, setidaknya ada 35 orang korban yang delapan di antaranya meninggal, termasuk empat pelaku teroris. 22 warga sipil luka-luka, lima anggota polisi luka-luka. Diduga ini dilakukan kelompok Bahrun Naim yang ingin membuktikan kekuasaan ISIS di Asia Tenggara. Kemudian, pihak Polri sudah mengamankan 19 orang diduga pelaku terkait teror bom Thamrin. Dari 19 orang ini, semuanya dari berbagai jaringan teroris.
Dalam aksi bom Thamrin, banyak pihak menuding aparat Kepolisian sudah kecolongan. Tanggapan Anda?Begini, menurut saya, sebeÂnarnya itu sudah kita deteksi seÂjak November 2015 lalu. Waktu itu, sudah ada informasi akan ada serangan teroris. Prediksinya akan dilakukan pada malam Natal dan juga malam pergantian tahun Baru.
Sasaran serangan teroris waktu itu adalah Kepala Polri, Kepala Densus 88, BNPT, Kapolda Metro Jaya, mantan Kepala Densus dan sejumlah pejabat lainnya. Maka waktu itu pun sudah kita tingkatkanoperasi dan kewaspadaan. Sepanjang 7 Desember 2015 hingÂga 3 Januari 2016 peningkatan pengawasan dan kewaspadaan dilakukan.
Saya kira juga, kesigapan penÂanganan terhadap serangan teror di Jalan Thamrin itu adalah satu rangkaian kinerja intelijen kita dalam mengantisipasi serangan terorisme. Jadi, ini bukan keÂlengahaan.
Jadi tidak benar bahwa intelijen kita lengah?Saya kira, itu semua rangkaiandari kerja-kerja intelijen kiÂta. Ada kecepatan melakukan pencegahan, bertindak agar korban tidak semakin banyak. Mengamankan lokasi, mengeÂvakuasi korban dan melumpuhÂkan penyerang.
Belajar dari kasus yang terjadi sepanjang tahun 2015 hingga insiden di kawasan Thamrin, sepertinya motivasi teroris itu tidak sama..Benar. Aksi terorisme saat ini tak hanya berkaitan dengan ideologi dan politik. Namun, aksi teror ini mulai berkembang karena motif ekonomi. Beberapa kejadian seperti teror bom di Mal Alam Sutera dan di Duren Sawit.
Tadi Anda sebut sebelum akÂsi di Thamrin, sudah ada ancaÂman dengan target Kepolisian. Bisa dijelaskan?Iya. Saat ini terjadi pergeseran target dari pelaku teror yakni penyerang petugas keamanÂan. Dalam kasus bom di Jalan Thamrin kemarin, menunjukkan sasarannya menyerang petugas polisi. Sejak tahun 2000 samÂpai 2009, pelaku teror lebih menitikberatkan penyerangan terhadap pihak asing. Namun seÂlama enam tahun ini, sudah ada perubahan dalam target teror. Periode 2009 sampai sekarang, lebih menargetkan ke pemerinÂtah dan personel polri.
Terkait pengejaran terhadap teroris dari jaringan Santoso, seperti apa prograsnya?Polri terus melakukan pengeÂjaran terhadap Santoso dan kelompoknya.
Kenapa sih susah sekali tangkap Santoso dan kelomÂpoknya?Begini, kondisi geografis di Sulawesi Tengah sangat luas dan medannya sulit. Polri suÂdah melakukan operasi Camar Maleo I hingga IV guna melakuÂkan pengejaran Santoso dan kelompoknya, tapi Santoso belum tertangkap. Dalam operasi Camar Maleo itu Polri sudah mengamankan 20 pelaku teroÂris kelompok Santoso serta 825 senjata.
Polri tidak pernah menyÂerah dan masih terus melakukan pengejaran terhadap Santoso. Setelah operasi Camar Maleo, Polri akan melanjutkan pengajaÂran melalui operasi Tinombala, mulai 10 Januari lalu. Dari operasi Timnola, kita telah mengamankan tiga orang dan satu tewas. ***
BERITA TERKAIT: