MENCEGAH KONFLIK KEAGAMAAN (29)

Mewibawakan Kearifan Lokal

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Rabu, 30 Desember 2015, 08:04 WIB
Mewibawakan Kearifan Lokal
nasaruddin umar:net
KEARIFAN lokal (local wish­dom) terbukti memberikan solusi permanen sejumlah persoalan lokal dan region­al. Di antara kearifan lokal itu ialah adat istiadat dan hukum adat. Adat istiadat lebih merupakan sistem nilai yang sifatnya lebih abstrak. Sedangkan hukum adat su­dah menjadi norma-norma sosial kemasyaraka­tan yang memiliki reward dan punishment. Hukum adat di dalam lintasan masyarakat Nu­santara sudah sekian lama mengabdikan diri menyelesaikan sejumlah persoalan di dalam masyarakat, termasuk di dalamnya ke konflik horizontal, baik yang bertema etnik maupun agama atau kepercayaan.

Indonesia yang memiliki ribuan pulau den­gan berbagai etnik tidak dapat disangkal juga memilki kearifan lokal yang amat kaya. Keari­fan itu sendiri berasal dari bahasa Arab dari akar kata 'arafa-ya'rifu berarti memahami atau menghayati, kemudian membentuk kata "keari­fan" yang bisa diartikan dengan sikap, pema­haman, dan kesadaran yang tinggi terhadap sesuatu. Kearifan adalah kebenaran yang ber­sifat universal sehingga jika ditambahkan den­gan kata lokal maka bisa mereduksi pengertian kearifan itu sendiri. Setiap kali kita berbicara tentang kearifan maka setiap itu pula kita ber­bicara tentang kebenaran dan nilai-nilai univer­sal. Menentang kearifan lokal berarti menolak kebenaran universal. Kebenaran universal itu sesungguhnya akumulasi dari nilai-nilai ke­benaran lokal. Tidak ada kebenaran universal tanpa kearifan lokal. Jadi tidak tepat memperh­adap-hadapkan antara kearifan lokal dan kebe­naran universal.

Itulah sebabnya di dalam Al-Qur’an dise­butkan bahwa: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung". (Q.S. Ali 'Imran/3:104): Untuk urusan kebaikan Allah menggunakan kata menyerukan (yad’una) dan untuk kata makruf digunakan istlah menyuruh (ya'muruna). Kata makruf (ma'ruf) dapat disinonimkan dengan kearifan yang disepakati kebenarannya oleh umumnya komunitas. Sedangkan kebaikan (al-khair) adalah kebenaran yang belum serta-mer­ta diterima oleh sebagiaan orang non Islam,

Kearifan lokal sudah menjadi istilah bagi nilai-nilai istimewa dan unggul di dalam suatu masyakat. Mungkin anggapan itu benar namun masih mengesankan sebuah kearifan lokal tidak serta-merta diterima sebagai kebenaran universal melainkan harus menunggu waktu yang cukup lama untuk diakui sebagai kearifan bangsa, yang melintasi sejumlah nilai-nilai et­nik. Contoh kearifan lokal ialah gotongroyong menyelesaikan sarana umum, tolransidi da­lam merayakan seremoni keagamaan, urung rembut (musyawarah) di dalam menentukan pemimpin, dan menyerahkan kepada lembaga adat untuk menyelesaikan konflik.

Dalam era globalisasi saat ini kearifan lokal semakin diperlukan. Bukan saja untuk objek promosi wisata tetapi untuk menyelesaikan per­soalan-persoalan tertentu yang tidak bisa dis­elesaikan dengan baik oleh hukum formal kita. Kearifan lokal juga bisa menyelesaikan konf­lik yang bertema keagamaan. Biasanya para pihak yang bertikai mempunyai agama, aliran, dan mazhab yang berbeda tetapi memiliki bu­daya leluhur yang sama. Budaya luhur inilah berpotensi menjembatani para pihak yang ber­tikai. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA