WAWANCARA

Saud Usman Nasution: Masalahnya, Belum Ada Jerat Pidana Bagi Seseorang Yang Bergabung Dengan ISIS

Senin, 07 Desember 2015, 09:06 WIB
Saud Usman Nasution: Masalahnya, Belum Ada Jerat Pidana Bagi Seseorang Yang Bergabung Dengan ISIS
Saud Usman Nasution:net
rmol news logo Perwira tinggi kepolisian ini ngotot mendorong upaya revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Salah satu klausul yang dimasukkan dalam usulan perubahan Un­dang-Undang Anti-Terorisme itu adalah jeratan hukum bagi mereka yang bergabung dengan kelompok radikal, seperti yang mengatasnamakan Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS.

Lewat klausal revisi ini, nanti­nya Warga Negara Indonesia (WNI) yang terdeteksi bergabung dengan organisasi teroris, akan dikenakan pidana makar. Sebelumnya, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti men­gatakan, terdapat sekitar 300 WNI yang bergabung dengan ISIS kini mudik kembali ke Tanah Air. Sejauh mana proses revisi tersebut, berikut penjela­san Kepala BNPT Saud Usman Nasution;

Apa yang melatari usu­lan revisi terhadap Undang-Undang Antiteroris?
Karena selama ini ada keko­songan hukum. Kekosongan hu­kum itulah yang akan diusulkan BNPT. Ada beberapa hal yang belum diatur akan diperluas dalam revisi Undang-Undang Anti-Terorisme. Masalahnya, belum ada perundang-undangan yang mengatur jeratan pidana bagi seseorang yang bergabung atau menjadi simpatisan kelom­pok radikal seperti ISIS.

Poin-poin apa saja yang akan direvisi?
Salah satu yang dimasukkan dalam revisi itu yakni menge­nai jeratan hukum bagi yang bergabung dengan kelompok radikal, seperti ISIS.

Lalu, setelah direvisi, pidana apa yang akan dikenakan?

Sedang diusulkan untuk, ba­rang siapapun WNI yang menya­takan keluar dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dan bergabung dengan khila­fah, dapat diproses hukum den­gan dugaan pidana upaya per­buatan makar.

Memangnya selama ini per­buatan mereka itu tidak bisa dipidanakan?
Belum ada. Apalagi kalau mereka berangkat dengan doku­men resmi.

Kenapa makar?
Dalam aturan, makar ada­lah upaya mendirikan negara sendiri dan keluar dari Negara Kesatuan RI. Seseorang bisa dikategorikan melakukan makar apabila berniat menjadikan teri­torial tertentu di sebuah negara berdaulat, menjadi sebuah negara tersendiri.

ISIS bagi sebagian orang mengatakan hanyalah sebuah organisasi pergerakan saja, bukanlah negara. Bagaimana Anda menyikapi itu?
Nah memang itu masalahnya. Walaupun ISIS belum bisa dikat­egorikan sebagai suatu negara se­bagaimana persyaratan konstitutif maupun deklaratif sebagai suatu negara, tapi bisa diperluas penger­tiannya sebagai suatu tindakan melakukan perbuatan makar.

Proses pembahasan draf re­visinya sudah sampai di mana saat ini?

Saat ini, BNPT sudah men­gajukan draf perubahan un­dang-undang tersebut ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mela­lui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Namun, draf terbaru yang diusul­kan BNPT belum sampai ke tangan DPR.

Kenapa?
Kemenkumham belum men­gajukan ke DPR.

Baru-baru ini Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengungkapkan ada ratusan WNI yang diduga bergabung dengan kel­ompok ISIS kini telah kembali ke Tanah Air. Apakah mereka dipantau BNPT?
Pemantauan dilakukan ber­dasarkan data-data yang kami punya. Jadi mereka itu semua kan yang ditangkap di per­batasan antara Turki dan Suriah karena ingin masuk ke wilayah konflik Suriah.

Ada kendala?
Ya itu, susahnya beberapa dari mereka berangkat pakai doku­men resmi. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA