Kepada
Rakyat Merdeka, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kemenkes M Subuh yang ditugaskan untuk mengurus masalah itu memberi penjelasan berikut:
Bagaimana perkembangan kasus kematian 32 bayi di Nduga?Hari Minggu lalu tim dari Jakarta sudah berangkat. Mereka baru berangkat siang dibantu helikopter TNI yang berada di Wamena. Mungkin tim ini bisa bergerak lebih komprehensif karena kita bawa tim lengkap, kurang lebih sekitar delapan orang.
Terdiri dari unsur apa saja tim itu?
Ada dokter, epidemolog, ada tenaga parasitolog. Ada juga tenaga laboratorium, komplit tenaganya. Jadi kita bisa melaÂcak apa sih kondisinya, dan kita bisa memperbaiki kondisi yang ada. Dan mudah-mudahan bisa berlangsung cepat karena dibantu helikopter.
Ada kendala?Nggak kebayang juga, suhu biÂsa sampai 4-6 derajat celcius. Tim kita juga tidak menyangka suhu udara bisa sampai seperti itu.
Apa membawa obat-obaÂtan?Yang dari Jakarta tidak bawa obat. Ada yang dibawa yang yang lebih penting seperti pemberian makan tambahan, vaksinasi buat imunisasi, ya semua, lengkap. Imunisasi juga lengkap, dari poÂlio sampai campak kita bawa.
Berapa lama penelusuran yang dilakukan tim dari Jakarta?Paling lama tiga hari, karena ada empat kampung. Dan kamÂpungnya itu jangan disamakan dengan kampung di sini lah ya. Antar-kampung mungkin (jaÂraknya) bisa 10 kilometer.
Apakah ada sampel dari bayi yang meninggal sudah diambil?Ya, sampel darah sudah diÂambil dan kita bawa ke Jakarta, kemarin. Kita menunggu satu atau dua hari ke depan, apa sih sebenarnya. Yang jelas ini disÂebabkan virus, tapi bukan virus yang aneh-aneh juga.
Lalu?Ini bisa enterovirus (yang menyebabkan masalah pencerÂnaan). Bisa juga karena pneuÂmonia. Jadi kalau yang dikataÂkan aneh-aneh dan banyaknya penyakit, itu tidak sama dengan kenyataan yang ada.
Ada berapa sampel yang diambil?Sekitar 10 sampai 12 bayi.
Apa saja?Yang kita ambil sampel tinja, dahak, tenggorokan. Kita juga mengambil sampel dubur, air, tanah dan lain-lain.
Bagaimana sebenarnya fasilitas kesehatan di sana?Fasilitas kesehatan di sana sebenarnya ada. Bahkan di sana pun ada tenaga kesehatan. Ada bidan, ada perawat, ada dokter tetapi belum bisa dimanfaatkan secara maksimal masyarakatnya.
Kenapa?Karena masyarakat tidak mengerti berobat. Persepsi masyarakat di sana itu kalau peÂnyakitnya belum parah, mereka tidak akan mau berobat. Kalau kita kan masyarakat yang tinggal di kota besar, begitu kepala pusÂing saja sudah langsung berobat. Kalau di sana belum tentu. Jadi memang ada persepsi yang berÂbeda di sana. Untuk mengubah itu ke depan akan gencarkan penyuluhan kesehatan.
Kemenkes dinilai lambat dan tidak serius menangani masalah ini, tanggapan Anda?Saya kira tidak demikian ya. Karena begitu dengar berita kita langsung turun ya. Jadi kita coba berpikir positif. Kalau mau kita tanya, mungkin (yang lebih mengetahui) Pemerintah Daerah (Pemda) setempat.
Mengapa Pemda?Karena rentang kendali kita sebenarnya jauh, tapi kita tetap turun 23 (November) malam.
Apakah hal ini masuk kejaÂdian luar biasa (KLB)?Jadi sebenarnya ini bukan outÂbreak atau KLB. Karena belum terbukti (32 bayi meninggal) di sana. ***
BERITA TERKAIT: