Padahal, sebagai negara pihak pada Konvensi Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (KIHESB), Pemerintah Indonesia seharusnya mulai merumuskan dan mengambil langkah-langkah untuk menjalankan rekomendasi Komite Ekosob tersebut.
Demikian disampaikan aktivis Muhammadiyah, Deni Wahyudi Kurniawan, dalam jumpa pers di Kafe Bakoel Koffie Menteng, Jakarta (Minggu, 25/10).
Komite Ekosob merekomendasikan beberapa hal, antara lain: (1) Pemerintah Indonesia harus melakukan pencegahan atas resiko kesehatan yang serius terkait rokok, utamanya remaja dan anak; (2) memberlakukan peraturan antitembakau yang mencakup larangan merokok di ruangan dalam gedung; (3) memperkuat larangan iklan, promosi, dan sponsor rokok; (4) menerapkan pendekatan berbasis HAM atas penggunaan tembakau, memberikan layanan kesehatan yang layak, rehabilitasi, dan dukungan layanan psikologis bagi pecandu rokok.
"Komite Ekosob juga mendorong Pemerintah Indonesia untuk meratifikasi FCTC WHO," ungkapnya.
Namun sayang, hingga saat ini, Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia yang belum menandatangani traktat tersebut. Sampai saat ini, Indonesia tidak memiliki aturan hukum yang kuat dan komprehensif untuk melindungi generasi kini dan akan datang dari paparan produk tembakau khususnya rokok dan asap rokok di Indonesia.
"Padahal masalah rokok sudah sangat jelas mengancam pemenuhan terhadap hak ekosob warga terutama terkait dengan perlindungan terhadap hak atas hidup dan mendapatkan standar kesehatan yang layak," ucapnya.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI tahun 2012, konsumsi tembakau di Indonesia telah membunuh 235.000 orang perokok per tahun, sementara itu Asap Rokok Orang Lain (AROL) membunuh sedikitnya 25.000 jiwa. Data ini menunjukkan bahwa konsumsi produk tembakau di Indonesia tidak hanya telah membahayakan kesehatan publik tapi juga telah merampas hak atas hidup warga negara yang merupakan hak paling asasi yang tidak boleh dikurangi dalam kondisi apapun (
non derogable rights).
"Celakanya, sebagian besar korban konsumsi tembakau tersebut adalah kelompok usia produktif bahkan terdapat anak-anak yang merupakan harapan bagi masa depan Indonesia kelak," tandas Denny.
[zul]
BERITA TERKAIT: