Belasan orang itu bukan sedang tengah karnaval dalam rangka 17 Agustus-an. Tapi sedang berunjuk rasa di depan marÂkas korps adhyaksa. Layaknya demonstran, mereka membawa "mobil komando" bak terbuka lengkap dengan sound system. Di bak mobil disimpan beberapa kardus logistik makanan dan minuman. Sisi bak mobil itu juga dipakai untuk menjemur pakaian.
Kelompok massa ini menamakan dirinya Forum Santri Antikorupsi dari Jawa Timur. Mereka mendampingi Mohammad Amin Tohari, PNS Kementerian Agama yang dipecat gara-gara membongkar kasus korupsi proyek pembangunan mess santri di Jawa Timur senilai Rp 20 miliar pada 2013.
Berbeda dengan demonstran umumnya, tidak ada aksi teriak-teriak untuk menyuarakan asÂpirasinya. Kelompok ini hanya menempelkan spanduk berisi tuntutan di tembok dan gerbang Kejaksaan Agung. Tuntutannya agar kasus korupsi yang ditanÂgani Kejaksaan Tinggi Jawa Timur ini diusut tuntas.
Tohari terlihat melurus kakinya di atas tikar. Kedua tangannya menopang tubuh yang dicondongkan ke belakang. Sesekali pria berusia 45 tahun ini meneguk air kemasan gelas. Sambil beristiÂrahat usai mengayuh sepeda, dia mengamati proyek
Mass Rapid Transit (MRT) yang membelah Jalan Panglima Polim.
Raut wajahnya terlihat lelah.
Agama Jawa Timur ini.
Banyak kendala yang dihadapi rombongan selama perjalanan mengayuh sepeda hampir 1.000 kilometer ini. Masalah yang paling sering dihadapi: sepeda rusak. Tujuh sepeda rusak ketika tiba di wilayah Rembang, Jawa Tengah. "Karena belum jauh, 7 orang yang naik sepeda itu memutuskan tidak meneruskan perjalanan," tutur Cecep.
Sampai di Semarang, 6 sepeÂda kembali rusak. Sudah di pertengahan perjalanan, keenam pengayuh memutuskan tetap melanjutkan perjalanan. Sepeda dititipkan di sebuah warung. Mereka kemudian ikut mobil bak. Mereka bergantian mengÂayuh sepeda yang masih baik.
"Satu sepeda lagi rusak saat di daerah Indramayu. Kami naikÂkan ke mobil saja," katanya
Di awal perjalanan, rombongan kewalahan melewati beberÂapa medan menanjak. Apalagi mereka mengayuh sepeda seÂlama 12 jam sehari.
"Setelah 3-4 hari sudah biasa. Capek pasti tapi karena sudah berlatih selama dua minggu, dan tetap semangat, kesulitan bisa diatasi," ujar Cecep.
Selain mempersiapkan fisik untuk mengayuh sepeda jarak jauh, rombongan juga memÂberitahukan kepada Kepolisian Daerah (Polda) yang akan mereka lalu hingga Polda Metro Jaya mengenai perjalanan ini. Tujuannya agar polisi ikut meÂmantau perjalanan mereka.
"Walau tidak dikawal, kami bisa cepat minta bantuan jika terjadi sesuatu di perjalanan," tandas Cecep.
Setelah mengayuh selama 8 hari, rombongan mereka tiba di ibukota. Di Jakarta, rombongan beristirahat di gedung LBH Jakarta. "Kami meminta banÂtuan kepada LBH, dan mereka sudah memberikan beberapa rekomendasi. Kami melihat ada ketidakadilan dalam pengusutan kasus yang ditangani Kejati Jawa Timur. Makanya kami ke Kejaksaan Agung agar ada tindakan," kata Cecep.
Lapor Korupsi Proyek Mess Kemenag Malah Berujung Pemecatan Mohammad Amin Tohari melaporkan dugaan kasus korupsi proyek pembangunan mess Kementerian Agama di Jawa Timur. Bukannya menerima apresiasi, dia malah dipecat dari PNS.
Ia pun bertutur mengenai pengalaman pahit yang dialaminya. "Saat itu Pak Suhadji curhat ke saya tentang dugaan terjadinya korupsi dalam pemÂbangunan mess," ujar Tohari.
Rekannya itu menemukan fisik bangunan yang tak sesuai spesifikasi. Misalnya keraÂmik yang tak sesuai standar. Kemudian pilar yang ternyata terbuat dari kayu.
"Saya pun berinisiatif meÂlapokannya kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pada 21 April 2014," tutur Tohari.
Menunggu hingga tiga bulan, tak ada respons dari Kejati Jawa Timur. Tohari dan Suhadji keÂmudian memutuskan membuat laporan ulang. Juga ke Kejati Jawa Timur Agustus 2014. "Tak lama setelah laporan masuk, tiba-tiba Pak Suhadji dimutasi ke Sidoarjo," ucap dia.
Tak terima dengan keputusan mutasi ini, Suhadji menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya. Pada Oktober, sidang gugatan itu dimulai. Suhadji meminta Tohari menjadi saksinya.
"Nah, saat Pak Suhadji minta saya jadi saksi itulah, keluar SK (Surat Keputusan) pemberhentian saya. Saya dinyatakan berhenti dengan hormat dari Kemenag Pasuruan," terangnya.
Tohari mengungkapkan, dalam SK disebutkan alasan pemecatan karena menyebarkan fitnah. "Saya bingung, apa salahnya melaporkan adanya dugaan korupsi? Logikanya laporan dugaan korupsi kepada Kejati itu diselesaikan secara hukum. Bukannya malah saya dipecat, karena dianggap meÂnyebarkan fitnah," sesalnya.
Tidak terima atas pemecatan itu, Tohari pun memasukan pengaduan ke Badan Kepegawaian (Bapeg) Jawa Timur. Pengaduan dimasukkan pada Oktober 2014. Namun sampai saat ini belum ada keputusan. "Katanya sih sedang nunggu jawaban dari Kemenag," imbuhnya.
Selain memasukan pengaduan ke Bapeg, Tohari juga mengadu kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Namun lembaga itu tak bisa berbuat banyak lantaran pengusutan kasus ini sudah bergulir dan identitas Tohari sudah diketahui orang banyak.
"Saat kami ke LPSK), orang sana pun menyayangkan keÂnapa tidak dari awal lapor," tukasnya.
"Ya saya jawab, karena awalnya saya mikirnya LPSK cuma lembaga yang memberiÂkan perlindungan secara fisik. Eh ternyata mereka sangat responsif," katanya.
Tohari sempat putus asa mencari keadilan untuk dirinya maupun kasus dugaan korupsi yang dilaporkannya. Atas saÂran rekan-rekannya di Forum Santri Antikorupsi Jawa Timur, Tohari datang ke Jakarta. Ia didampingi Forum Santri.
"Saya disarankan untuk minta bantuan ke LBH, Komnas HAM, dan mengadu ke Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB). Setelah aspiraÂsi kami direspon oleh Kejagung baru saya berencana ke dua instansi itu," terangnya.
Tohari menganggap pemeÂcatannya dari PNS belum final karena masih diproses di Bapeg. Namun sejak Oktober 2014, gajinya sudah distop. Apalagi dia diberhentikan dengan hormat. Ia juga tak diizinkan masuk kantor.
"Atasan sepertinya meÂmusuhi, dan menganggap saÂya pengacau. Makanya tidak memberi izin," tuturnya
Ia menyebutkan hubunganÂnya dengan sesama pejabat eselon II di kantornya masih baik. "Cuma ya kalau saya main ke kantor, atasan sepertinya tidak suka," kata dia. ***