WAWANCARA

Bambang Brodjonegoro: Tugas Saya Menerjemahkan Visi Pro Kerakyatan Presiden Tak Menyangka Jadi Menteri

Senin, 01 Juni 2015, 09:52 WIB
Bambang Brodjonegoro: Tugas Saya Menerjemahkan Visi Pro Kerakyatan Presiden Tak Menyangka Jadi Menteri
Bambang Brodjonegoro/net
rmol news logo Bambang Brodjonegoro tidak pernah membayangkan dirinya akan dipercaya Presiden Joko Widodo menduduki kursi Menteri Keuangan (Menkeu) dalam Kabinet Kerja.

Dua hari setelah pelantikan Presiden Joko Widodo, Bambang mengaku dihubungi Tim Transisi yang membantu Jokowi menyusun kabinet. Dalam pertemuan dengan Jokowi, Bambang diminta menjelaskan posisi APBN 2014 yang sedang berjalan, dan prospek APBN 2015.
 
"Kesimpulan saya, karena hanya ditanya soal APBN, kalaupun saya dipercaya menjadi menteri, ya Menteri Keuangan," ujar Bambang dalam perbincangan dengan Riki Handayani dari Rakyat Merdeka di Jakarta, akhir pekan lalu.

Setelah pertemuan itu, Wakil Menteri Keuangan periode 2013-2014 ini, tidak mendengarkan kabar apapun. Sampai pada suatu hari, dia dihubungi pihak Istana Kepresidenan dan diminta datang untuk mengambil kemeja putih. Sore harinya, Bambang bersama menteri-menteri Kabinet Kerja yang lain dikumpulkan di Istana Kepresidenan dan diperkenalkan kepada publik.

"Sejak itu hidup saya berubah," ujar Bambang yang menyelesaikan pendidikan doktoral bidang ekonomi pembangunan di University of Illinois at Urbana-Champaign, Amerika Serikat.

Pria kelahiran Jakarta, 3 Oktober 1966 itu, menceritakan suasana kebatinan pemerintah melalui tahun pertama yang dipenuhi gejolak. Khusus untuk bidang tugasnya, bekas Direktur Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi UI (2001-2004) ini merinci pekerjaannya menerjemahkan visi kerakyatan Jokowi dalam postur APBN-P 2015 dan APBN 2016.

Berikut petikan perbincangan dengan Menkeu yang berlangsung dalam suasana santai:

Secara umum apa yang berbeda antara konsep pembangunan ekonomi pemerintahan terdahulu dengan pemerintahan sekarang?
Sekarang tidak main over all, melainkan fokus pada bidang tertentu, dalam hal ini infrastruktur, maritim, industri manufaktur, pariwisata, serta ketahanan pangan. Kalau kita mau maju, kita harus berani memikirkan apa dulu yang mau dikembangkan. Kalau mau mengembangkan semua hal pada saat bersamaan, kita tidak punya sumber daya yang cukup.

Di tengah situasi politik yang tidak begitu kondisif, penyusunan APBN-P 2015 berlangsung mulus. Apa ada trik khusus?
Tidak ada trik khusus. Memang sempat ada upaya-upaya agar APBN-P ditahan dulu. Tetapi secara umum kalau saya perhatikan dari komunikasi dengan DPR, mereka sadar bahwa APBN-P 2015 adalah hak pemerintahan yang baru. Karena APBN yang berjalan waktu itu dibuat oleh pemerintahan yang lama.

Mereka juga tahu persis kalau APBN-P 2015 tertunda, beritanya jadi tidak bagus. Popularitas Presiden tinggi, sehingga kalau ada sesuatu yang mengganggu dari luar, publik akan menilai: ini memang mau ngerjain aja sifatnya.

Di samping itu, yang kita susun dalam postur APBN-P 2015 adalah sesuatu yang sudah lama disuarakan DPR, yaitu subsidi diturunkan dan belanja infrastruktur dinaikkan. Selain itu, tentu saja ada upaya-upaya politik yang dilakukan Presiden.

Target pertumbuhan ekonomi tahun depan diproyeksikan sebesar 5,8 hingga 6,2 persen. Bagaimana bisa tercapai?
Di satu sisi, kita melihat bahwa perekonomian global belum pulih benar, harga komoditas masih rendah, pertumbuhan ekonomi China juga masih lambat. Tetapi di sisi lain, kita juga melihat Economy Outlook IMF 2016 agak lebih tinggi dan cukup signifikan dibandingkan tahun ini dan 2014. Di tahun 2014 di bawah 3 persen, tahun ini mereka menargetkan 3,3 persen, tahun depan 3,8 persen.

Kalau pertumbuhan ekonomi global tumbuh 3,8 persen, itu berarti harga komoditas kemungkinan naik, harga minyak naik. Beberapa negara dengan ekonomi besar juga lebih baik, dan itu tentu saja membuat harapan kita lebih baik pula.

Saya kira target antara 5,8 sampai 6,2 persen sudah cukup untuk kita. Walau begitu, kita tetap melihat perkembangan. Nanti pada saat pembacaan Nota Keuangan 16 Agustus kita akan mendapat forecast yang lebih bagus.

Apakah pemerintah cukup percaya diri menghadapi business cycle yang bergerak seperti lonceng terbalik dan memperlihatkan ada penurunan?
Perekonomian secara natural akan mengalami naik dan turun, baik secara global maupun domestik. Kebetulan di Indonesia pola business cycle itu terlihat lebih kentara karena kita masih tergantung pada komoditas. Ketika kita mengalami pertumbuhan yang sangat bagus di tahun 2011 dan 2012, kita sadar bahwa pada suatu saat akan terjadi penurunan akibat anjloknya harga komoditas. Itu yang menyebabkan ekonomi kita menurun pada 2013, 2014 dan 2015.

Business cycle
tidak akan bisa dilawan. Tetapi yang paling penting adalah bagaimana agar penurunan tidak terlalu dalam, dan langsung naik lagi. Kita harapkan, 2014 menjadi titik terendah pertumbuhan ekonomi kita, yakni 5 persen. Kita berupaya agar 2015 ada di atas itu.

Kita juga harus berpikir lebih struktural. Ekonomi jangan tergantung pada komoditas lagi. Tetap akan naik turun tetapi lebih kecil kurvanya. Itu target jangka menengah panjang.

Sementara untuk jangka pendek, dengan spending infrastruktur yang besar, kita berharap tahun 2015 adalah tahun dimana kita mulai pulih.

Kalau demikian, kebijakan untuk tak bergantung pada ekspor komoditas sudah pas…
Menurut saya memang kita harus punya kebijakan yang semakin tegas dalam membatasi ekspor komoditas. Kecuali komoditas itu tidak bisa diolah lebih jauh. Batubara, misalnya, mungkin selama ini lebih banyak untuk ekspor. Tetapi kalau pembangkit listrik di Indonesia semakin banyak, batubara digunakan untuk kebutuhan dalam negeri.

Mudah-mudahan pasar batubara kita tidak terlalu rawan terhadap gejolak di luar dan bisa diserap oleh konsumsi domestik.

Program pro rakyat seperti apa yang ada di dalam postur APBN yang Anda susun?
Tahun 2016 kita akan memulai tradisi baru, yaitu transfer ke daerah dalam bentuk Dana Desa. Jumlah totalnya lebih dari anggaran perjalanan dinas kementerian dan lembaga. Itu saya kira simbol nyata bahwa kita sudah desentralisasi.

Juga, daerah yang lebih tahu apa yang lebih baik buat dia untuk membangun infrastruktur. Kami juga harapkan dengan dana daerah yang lebih besar, lebih bisa dirasakan masyarakat. Termasuk lewat Dana Desa dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Intinya, bagaimana agar dana ini tidak habis terserap oleh belanja pegawai di daerah atau di pusat. Tidak habis untuk belanja operasional yang rutin.

Apa kelebihan Dana Desa ini?

Dana Desa memang spending dan utamanya hanya bisa dipakai untuk dua hal. Yaitu: pembangunan sarana dan prasarana serta pemberdayaan masyarakat seperti kesehatan dan pendidikan. Kita harapkan Dana Desa sebesar Rp 700 juta per desa bisa menggerakkan ekonomi desa. Ini amanat undang-undang.

Mungkin ada yang menganalisa ini akan memberatkan anggaran. Tetapi kita mesti berpikir positif, bahwa dana yang masuk di desa bisa langsung dipakai untuk membangun infrastruktur. Kelebihan dari Dana Desa, setiap ada pekerjaan fisik, harus dikerjakan secara swadaya. Harus masyarakat yang membangun. Jangan menyewa kontraktor. Mirip seperti JPS (Jaring Pengaman Sosial) yang padat karya. Hanya saja, JPS sifatnya temporer saat kondisi krisis. Sementara Dana Desa sifatnya permanen dan nilainya naik terus.

Dalam APBN-P 2015 jumlah Dana Desa sebesar Rp 20,7 triliun. Dalam draft sebelumnya hanya sekitar Rp 10 triliun. Tetapi sumber Dana Desa tidak hanya dari APBN. Ada juga yang dari APBD. Ada desa di Kalimantan Barat yang akhirnya bisa menerima Rp 1 miliar.

Bagaimana kontrol penggunaan anggaran Dana Desa?

Anggaran harus digunakan untuk pembangunan infrastruktur desa dan pemberdayaan masyarakat. Di luar itu, harus ada izin dari Bupati. Juga akan ada pendamping, eks fasilitator PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) di masa lalu akan diberdayakan sebagai Pendamping Dana Desa. Juga ada pengawasan secara administratif.

Dana Desa dicairkan tiga kali dalam setahun. Pencairan kedua bisa dilakukan setelah laporan dari kegiatan pertama sudah disampaikan. Desa juga harus membuat Anggaran Desa, serta mesti bisa mencari pendapatan di luar Dana Desa.

Di APBD rumus untuk Dana Desa ini sama, ada 10 persen dari dana perimbangan di luar Dana Alokasi Khusus (DAK) dan 10 persen dari pajak dan restribusi daerah. Lumayan besar.

Bisa Anda sampaikan berapa anggaran belanja modal di APBN-P 2015?
Sekarang belanja infrastruktur (modal) jauh lebih besar, yaitu sebesar Rp 290 triliun. Di masa lalu belanja kita sarat subsidi. Tahun ini subsidi energi di bawah Rp 140 triliun (tahun 2014 lebih dari Rp 300an triliun). Selisih dari penghematan digunakan untuk belanja infrastruktur.

Dari segi komposisi belanja, belanja modal, periode ini lebih dominan dibandingkan periode lalu. Sementara belanja rutin seperti gaji pegawai masih besar karena memang jumlah pegawai kita banyak. Selain itu, beban pensiun kita semakin tinggi. Setiap tahun pemerintah memberikan Rp 70 triliun hingga Rp 80 triliun untuk membayar gaji pensiun. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA