Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Puteri Anetta Komarudin: Indonesia Kekurangan 60 Juta Tenaga Kerja Yang Berkualitas

Rabu, 27 Mei 2015, 09:39 WIB
Puteri Anetta Komarudin: Indonesia Kekurangan 60 Juta Tenaga Kerja Yang Berkualitas
Puteri Anetta Komarudin/net
rmol news logo Akhir pekan lalu, di Hotel Grand Kemang, Jakarta Se­latan digelar Young Leaders for Indonesia Forum 2015. Ajang ini digelar McKinsey Foundation dan sudah ber­langsung tujuh kali. Pesertanya diikuti 1.300 mahasiswa Indonesia tingkat akhir dari dalam dan luar negeri.

Mereka berasal dari sejum­lah perguruan tinggi ternama di Tanah Air, seperti Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan sejumlah maha­siswa Indonesia yang kuliah di luar negeri, di antaranya Australia, Malaysia, Singapura, dan Jepang.

Salah satu anak muda yang beruntung mengikuti acara kali ini adalah Puteri Anetta Komarudin, putri pertama Ketua Fraksi Golkar DPR, Ade Komarudin yang sekarang men­empuh pendidikan akhir program Bachelor of Commerce Majoring in Finance & Management di University of Melbourne, Australia. Putri merupakan salah satu dari 60 mahasiswa yang ter­pilih dari 1.300 mahasiswa pada ajang YLI 2015 tersebut.

"Ajang ini untuk mencetak pemimpin muda masa depan Indonesia yang dipersiapkan sedini mungkin," kata Puteri yang juga Duta Forum ini. Berikut wawancara selengkapnya dengan Ketua Departemen Media dan Komunikasi PPIA (Persatuan Pelajar Indonesia Australia) ini:

Apa tujuan acara Young Leaders for Indonesia (YLI)?
YLI ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia khususnya pemuda Indonesia. Karena perlu dike­tahui saat ini kita kekurangan 60 juta profesional muda atau pemimpin muda.

Apakah syarat jadi peserta YLI?
Memang ada syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum mengikuti YLI. Peserta yang bisa ikut YLI kriterianya harus memiliki Grade Point Average (GPA) atau Indeks Prestasi Komulatif (IPK) di atas 3.3, punya pengalaman berorganisasi dan lancar berbahasa Inggris.

Apa itu saja seleksinya?

Tidak, dalam masa penjar­ingan, setiap kandidat harus mengumpulkan makalah dan melakukan interview via telpon. Materinya mengenai visi-misi 5 tahun, 10 tahun atau 15 tahun ke depan sebagai pemimpin muda, ditanyakan juga bagaimana cara menempuhnya.

Anda menjawab apa?

Saya ingin menjadi pemimpin muda sekelas menteri ekonomi dan saya akan menempuhnya di jalur professional, misal­nya bekerja di perbankan agar bisa menimba ilmu sebanyak-banyaknya mengenai keuangan dan ekonomi.

Itu saja?
Saya juga ditanya perkembangan sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia, termasuk mengenai perkembangkan sektor tersebut. Saya menjawab, UMKM di Indonesia belum berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan karena selama ini pelaku UMKM belum tahu kiat-kiat jitu untuk memproduksi, menjual produk dan mengelola produk yang berbeda di pasar.

Lalu apa yang akan ada lakukan dengan UMKM di Indonesia?
Saya menilai di situ lah se­harusnya peran mahasiswa atau pemimpin muda yang berada di YLI untuk masuk, membantu mereka mengenai marketing dan manajemen keuangan yang baik dan benar.

Kenapa mahasiswa harus menunjukkan perannya mem­bangun dan mengembangkan UMKM?
Sektor UMKM, menurut saya, bisa bermanfaat untuk member­antas kemiskinan dan pengang­guran, itu jika dikelola den­gan baik dan benar. Jujur saja, UMKM saat ini belum memiliki kualitas untuk menjual atau nilai jualnya rendah. Maka harus ada sesuatu yang menjual, maka har­us kita didik enterpreneur. Sebab berdasarkan penuturan mantan menteri Perdagangan dan man­tan menteri Pariwisata bu Marie Elka Pangestu, enterpreneur di Indonesia sangat sedikit, maka harus diciptakan.

Anda kan study di Melbourne, apa penilaian Anda terkait SDM Indonesia?
Kalau saya badingkan tentu ada perkembangan yang men­colok antara Indonesia dengan negara tetangga lainnya terkait kualitas pekerja dan masyarakat­nya. Saya lihat banyak ketimpangan di Indonesia, maka saya akan berusaha mengaplikasikan apa yang saya dapatkan selama menempuh pendidikan di luar negeri termasuk di YLI. Saya bercita-cita ingin meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia, karena saat ini perlu disadari Indonesia kekurangan 60 juta tenaga kerja berkualitas.

Banyak yang meragukan nasionalisme pelajar yang study di luar negeri, bagaimana tanggapannya?
Meski banyak pelajar di luar negeri, semangat Nasionalisme itu sebenarnya tidak pernah luntur. Bahkan banyak teman-teman saya yang bersemangat membangun Indonesia dari ket­ertinggalan dari negara tetangga atau negara lainnya.

Memang sih banyak juga di antara mereka yang bekerja di luar negeri, tapi itu semua untuk menimba ilmu pengetahuan dan pengalaman untuk kemudian kembali ke Indonesia dan diter­apkan di negeri tercinta.

Anda bilang SDM Indonesia kurang, apa mampu bersaing dengan SDM negara lain?
Begini. Dari segi bahasa Inggris kemampuan kita tidak kalah bagusnya dari negara-negara lainnya, tapi untuk bekerja di sebuah kantor asing, belum begitu baik. Belum lama ini kami membuat karier expo sekaligus melakukan survei, ternyata orang Indonesia kurang bersaing juga karena saat bekerja di kantor asing (di luar negeri) masih banyak terjadi miskomunikasi dalam kerja atau di kantor yang mempekerjakannya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA