WAWANCARA

Hadar Nafis Gumay: Hak Pemerintah & DPR Ubah UU, Tapi Mohon Diperhatikan Tahapan Pilkada Sudah Berjalan

Selasa, 19 Mei 2015, 09:51 WIB
Hadar Nafis Gumay: Hak Pemerintah & DPR Ubah UU, Tapi Mohon Diperhatikan Tahapan Pilkada Sudah Berjalan
Hadar Nafis Gumay
rmol news logo Pimpinan DPR terus bersemangat ingin merevisi Undang-Undang Partai Politik dan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah.
 
Setelah mencari dukungan ke pimpinan Mahkamah Agung (MA), pimpinan DPR, kemarin, menemui Presiden Jokowi agar kedua undang-undang tersebut direvisi.

Keinginan mengubah Undang-Undang Partai Politik (UU Parpol) dan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) karena KPU tidak menerima rekomendasi Panitia Kerja (Panja) Komisi II DPR.

Berdasarkan Peraturan KPU, parpol yang berhak mengi­kuti pilkada adalah yang ter­daftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Bila terjadi gugatan, KPU mengharuskan putusan pengadilan bersikap final dan mengikat. Sedangkan rekomendasi Panja Komisi II DPR berdasar­kan putusan pengadilan terakhir meskipun belum final.

Menanggapi semangat­nya pimpinan DPR merevisi UU Parpol dan UU Pilkada, Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengatakan, pihaknya menghormati rencana DPR merevisi kedua UU tersebut. Tapi diharapkan tidak diubah sekarang karena jadwal tahapan pilkada sudah berjalan.

"Perubahan undang-undang merupakan hak pemerintah dan DPR. Tapi mohon diperhatikan jadwal tahapan pilkada sudah berjalan," kata Hadar Nafis Gumay kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Berikut kutipan selengkapnya:

Bagaimana sikap KPU?
Idealnya semua peraturan telah selesai sebelum tahapan pilkada dimulai. Makanya kami mohon kepada pemerintah dan DPR untuk memperhatikan jad­wal tahapan pilkada yang sudah berjalan.

Kedua undang-undang itu mau direvisi karena KPU menolak rekomendasi Komisi II DPR, bagaimana?
Kami tidak menolak semua rekomendasi DPR. Hanya re­komendasi poin ketiga, yakni mengenai penggunaan putusan pengadilan terakhir yang dapat digunakan sebagai dasar parpol yang dapat mendaftar, itu saja yang tidak diakomodir.

Apa alasan KPU tidak mengakomodir poin ke­tiga?
Karena prinsip pengaturan ini bertentangan dengan undang-undang.

Jika kubu partai bersen­gketa yang tidak bisa ikut pilkada menggugat KPU, apa landasan hukum yang bisa dijadikan pegangan?
Dasarnya PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum) dan undang-undang (UU Parpol dan UU Pilkada).

Apa ada arahan khusus dari Presiden untuk menyikapi masalah ini?
Tidak ada.

Terkait logistik, anggaran dan lainnya, apa ada kendala?

Kepastian anggaran masih ber­masalah. Anggaran di sejumlah daerah belum disetujui. Banyak juga daerah yang anggaran sudah disetujui, tapi belum ada penan­datanganan NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah).

Banyak juga yang sudah tan­datangan NPHD, namun dana belum turun. Padahal kami sam­paikan tahapan penyelenggaraan sudah berjalan, tentu dana dibu­tuhkan.

Kalau begitu, bagaimana KPU memastikan data pemilih akurat?

Supervisi dan kontrol kerja akan ditingkatkan.

Ada usulan agar pendaftaran diundur karena ada parpol berkonflik, bagaimana sikap KPU?
Jadwal yang ada sudah sangat ketat. Undang-undang yang mengunci jadwal ini.

O ya, ada yang tidak setuju dengan pilkada satu putaran karena rawan konflik, apa pendapat KPU?
Sistem pilkada satu putaran, bukan KPU yang mengatur. Tapi itu diatur dalam undang-undang. Ini berarti pembuat undang-un­dang yang memutuskan sistem ini. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA