WAWANCARA

Jimly Asshiddiqie: Solusinya Gugatan BW Dimenangkan di Praperadilan, Selesai Masalahnya

Senin, 18 Mei 2015, 08:09 WIB
Jimly Asshiddiqie: Solusinya Gugatan BW Dimenangkan di Praperadilan, Selesai Masalahnya
Jimly Asshiddiqie/net
rmol news logo Kejaksaan Agung mengembalikan lagi berkas perkara Wakil Ketua KPK non aktif Bambang Widjojanto ke Bareskrim Polri karena belum lengkap.

Melihatsudah dua kali berkas perkara itu dikembalikan ke Bareskrim Polri, apakah kasus Bambang Widjojanto (BW) akan di-SP3-kan (Surat Perintah Penghentian Penyidikan)?

Atau Polri tetap meneruskan ke Kejaksaan Agung (Kejagung), tapi lembaga yang dikomando M  Prasetyo itu mengeluarkan deponering?

Menanggapi hal itu, bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menga­takan, opsi SP3 bisa saja diambil Polri. Namun langkah ini juga bisa berimplikasi negatif, karena dianggap seolah-olah benar ada kriminalisasi terhadap KPK.

"Sementara deponering juga tidak mudah. Kebijakan yang hanya bisa diambil Jaksa Agung itu harus memperhitungkan per­timbangan kepentingan umum," papar Jimly Asshiddiqie kepada Rakyat Merdeka yang dihubungi via telepon, kemarin.

Berikut kutipan selengkap­nya:

Bagaimana kalau berkasnya belum lengkap meski sudah diperbaiki lagi?
Kita hormati saja proses yang sedang berjalan. Polisi sudah bekerja, kalau masih kurang, itu biasa. Lengkapi lagi.

Apa ada yang janggal?
Ah, biasa itu. Dari dulu juga begitu, ada saja kekurangan­nya.

Apa ini tidak menurunkan kredibilitas Polri di mata publik?
Memang bisa dianggap tidak becus, gitu kan. Nanti dianggap bahwa benar ini ada kriminalisasi. Padahal belum tentu seperti itu.

Bagaimana solusinya?
Solusinya gugatan BW dime­nangkan di praperadilan. Kalau memang benar kurang lengkap buktinya dan lain sebagainya itu, bisa saja BW dimenangkan dalam gugatannya itu, sehingga selesai masalahnya.

Apa tidak bisa lewat SP3?
Tadinya kan kita berharap adanya SP3 dari Polri. Tapi kan Polri tidak mau. Kalau itu dilakukan, Polri dianggap memberi pembenaran seolah-olah ada kriminalisasi. Maka diteruskan ke Kejaksaan. Tapi kalau di Kejaksaan memang belum lengkap datanya, kan bisa saja dihentikan di tingkat Kejaksaan.

Apa bisa dihentikan di Kejaksaan?
Bisa saja. Tapi proses hukum ini kan ada alur sendiri. Kita ikuti saja. Polri dan Kejaksaan kan sudah tahu apa yang harus dilakukan.

Bagaimana dengan depon­ering?
Pertanyaannya, apakah kasus BW ini bisa dikatakan menyang­kut kepentingan umum.

Sebab, kepentingan umum itu agak abstrak. Tergantung kepada kemauan politik menaf­sirkannya. Selalu ada definisinya sendiri.

Maksudnya?
Kalau ada kemauan politik dari pemerintah, Jaksa Agung bisa berkonsultasi kepada Presiden untuk menafsirkan adanya unsur kepentingan umum atau tidak. Yang paling obyektif itu ya Kepala Negara karena melihat dari segala aspek. Jika sudah sampai pada kesimpulan demikian, Jaksa Agung tinggal mengeluarkan deponering.

Apa ini sudah waktunya?
Kalau menurut saya, sudah cukup kasus KPK-Polri, sudah terlalu lama. Yang kita perlu­kan ke depan, hubungan Polri, Kejaksaan, dan KPK ini kita perbaiki.

Polisi jangan menjadikan KPK sebagai subyek, begitu­pun sebaliknya. Nanti bisa jadi perang.

Jaksa Agung, KPK dan Polri sepakat membentuk Satgas Bersama, apa ini bisa mem­bantu mengurangi konflik?
Saya kira itu bagus. Kita dukung. Ini kemauan baik. Mudah-mudahan mereka bekerja sama memperbaiki pola hubungan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA