WAWANCARA

Denny Indrayana: Jurus Pendekar Mabuk Cuma Kiasan, Maksudnya Bukan Hina Calon Kapolri

Rabu, 11 Februari 2015, 09:06 WIB
Denny Indrayana: Jurus Pendekar Mabuk Cuma Kiasan, Maksudnya Bukan Hina Calon Kapolri
Denny Indrayana
rmol news logo Bekas Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana dituding melaku­kan pencemaran nama baik karena menyatakan pihak Budi Gunawan melakukan ‘jurus pendekar mabuk’ yang menyerang KPK.
"Jurus pendekar mabuk itu hanya kiasan dan analogi. Tidak ada maksud menghina," ujar pengajar hukum UGM ini.

Bekas Staf Khusus Kepresidenan itu memuji sikap ksatria Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) yang berse­dia hadir memenuhi panggilan penyidik Polri. Sedangkan Budi Gunawan (BG) melakukan sikap sebaliknya yang tidak memenuhi panggilan KPK.

Berikut wawancara selengkap­nya dengan Denny Indrayana, pekan lalu itu;

Kenapa Anda menyatakan ‘jurus pendekar mabuk’ itu?
Sebenarnya komentar saya men­genai tersangka korupsi BG meng­gunakan ‘jurus pendekar mabuk’ itu adalah pendapat dengan meng­gunakan kiasan dan analogi.

Bisa Anda jelaskan lebih rinci apa maksudnya?
Bagi saya, sesuatu yang normal dan 'tidak mabuk' adalah sikap ksatria Bambang Widjojanto yang bersedia hadir memenuhi panggilan penyidik Polri, bukan sebaliknya sikap menghindar seperti yang dipertontonkan BG yang tidak memenuhi panggilan KPK.

Apakah hanya karena sikap itu, maka BG dikatakan melakukan ‘jurus pendekar mabuk’?

Bagi saya yang normal dan 'tidak mabuk' adalah sikap ksa­tria Bambang Widjojanto yang mengajukan pengunduran diri setelah ditetapkan Polri sebagai tersangka, bukan sikap malah maju terus seperti BG setelah ditetapkan tersangka korupsi oleh KPK.

Apa ada alasan lainnya?
Bagi saya, yang normal dan 'tidak mabuk' itu adalah sikap ksatria Bambang Widjojanto yang tidak mengajukan gugatan praperadilan penetapan tersang­kanya. Padahal dia (BW) berhak melakukannya karena telah ditangkap dengan sewenang-wenang, dan bukan pengajuan praperadilan atas penetapan tersangka korupsi seperti BG yang nyata-nyata tidak berdasar secara KUHAP.

Jadi, pilihan-pilihan sikap tidak normal itulah yang saya analogi­kan sebagai 'jurus pendekar mabuk'. Sebab, memberikan contoh buruk, dan bisa merusak tatanan hukum acara pidana. Sikap yang tidak dapat dijadikan contoh demikian sayangnya di­lakukan oleh calon Kapolri, yang harusnya menjadi teladan, dan karenanya saya merasa berkewa­jiban menyampaikan penolakan dengan pernyataan yang jelas dan tegas.

Dengan pernyataan itu, Anda dilaporkan ke polisi, ini bagaimana?
Jika sikap jelas dan tegas saya dengan menggunakan analogi 'jurus pendekar mabuk' itu malah dikriminalisasi, tentu ini sangat disayangkan. Ini adalah pemasungan atas kebebasan berpendapat. Pembungkaman dengan cara-cara otoriter seperti ini tentu tidak dapat ditoleransi. Ini harus dilawan.

Bagaimana Anda menilai pengaduan itu?
Saya memandang pelaporan semacam ini sebagai kon­sekuensi perjuangan karena membela KPK yang diserang balik setelah menetapkan BG sebagai tersangka korupsi kepemilikan rekening gendut. Padahal, tidak hanya KPK, saya juga membela Polri dari upaya dipergunakan dan ditar­ik-tariknya institusi Polri itu ke dalam perkara pribadi sang­kaan korupsi BG tersebut.

Apa Anda siap menghadapi pengaduan itu?
Dengan pelaporan polisi ini, saya merasa terhormat karena disejajarkan dengan para pimpi­nan KPK yang semuanya telah dilaporkan ke polisi. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA