WAWANCARA

Komjen Anang Iskandar: Hukuman Mati Akan Efektif Kalau Eksekusinya Tidak Kelamaan

Senin, 26 Januari 2015, 10:33 WIB
Komjen Anang Iskandar: Hukuman Mati Akan Efektif Kalau Eksekusinya Tidak Kelamaan
Komjen Anang Iskandar
rmol news logo Tiga hari setelah enam gembong narkoba dieksekusi mati, Pengadilan Negeri Cibinong, Rabu (21/1), meloloskan Teng Huang Hui dan Hermanto dari tuntutan hukuman mati.

­Menurut majelis hakim, tidak ada yang berhak menen­tukan hidup dan mati seseorang selain Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan alasan itu, kedua ter­dakwa kasus narkoba tersebut hanya dihukum seumur hidup.

Apa reaksi Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Dr Anang Iskandar atas putusan majelis hakim tersebut? "Kan tidak harus semua dihukum mati, tergantung putusan hakim," ujar Anang Iskandar kepada Rakyat Merdeka, Jumat (23/1).

Berikut kutipan selengkap­nya;

Anda setuju hukuman mati?
Setuju.

Apa semua gembong narko­ba layak dihukum mati?
Itu kan ada di fakta persidan­gan, bukan di saya. Kalau di fakta persidangan, jaksa dan hakim sudah mengatakan pantas dihukum mati, tok (ketuk palu). Saya setuju.

Kalau hukuman seumur hidup?
Kalau hakim menilai pantas seumur hidup atau pantas 20 tahun, saya setuju. Itu semua tergantung hakim.

Pengadilan Negeri Cibinong membebaskan gembong narkoba dari hukuman mati, ini bagaimana?
Sudah bagus.

Kok bagus, apa alasan Anda?

Undang-undang menyatakan, hukuman minimal empat tahun, maksimal hukuman mati. Hakim disuruh memilih sesuai fakta persidangan.

Bagaimana pandangan Anda terkait efektifitas huku­man mati?
Hukuman mati akan efektif bila memenuhi tiga syarat. Pertama, harus kontinyu dilakukan. Jangan tahun ini sudah enam dieksekusi mati, habis itu berhenti.

Kedua, durasinya jangan la­ma-lama antara putusan hakim dengan eksekusi. Setelah ada kekuatan hukum tetap, langsung dieksekusi.

Ketiga, moralitas penegakan hukumnya harus diperbaiki. Moralitasnya harus baik, Kalau tidak baik akan membuat efek jera tidak efektif.

Apa ada kendala regulasi yang dihadapi BNN?
Regulasinya cukup bagus. Ini sudah paling up to date dan mengikuti kebijakan global. Hanya saja implementasinya belum banyak dipahami.

Maksudnya?
Pengguna narkoba dan masyarakat masih menganggap sebagai kriminal. Padahal dia kriminal dan orang sakit, seh­ingga hukuman yang paling pas adalah hukuman rehabilitasi.

Ada arahan khusus dari Presiden Jokowi untuk penan­ganan narkotika?
Ya, bagaimana cara menangani persoalan narkoba. Pak Presiden mempersilakan mengambil lang­kah-langkahnya.

Konkretnya seperti apa?
Rehabilitasi.

Berapa banyak yang akan direhabilitasi?
Sekitar 100 ribu penyalah­guna.

Masyarakat dilibatkan?
Tentu, kita ajak masyarakat terlibat.

Apa yang akan dilakukan BNN untuk membuat efek jera, khususnya bandar narkoba?
Bandar narkoba harus dihu­kum keras, hartanya dirampas untuk negara.

Perangkat hukum apa yang Anda pakai?
Undang-Undang Pidana Tindak Pencucian Uang. Kalau ko­rupsi yang menanganinya KPK, kalau narkoba itu BNN.

Bagaimana BNN membeda­kan pengguna dan pengedar?
Kalau dia membawa barang bukti jumlah kecil untuk kepentin­gan diri sendiri, itu pengguna.

Kalau gitaris Padi yang baru tertangkap, itu masuk kategori mana?
Dia hanya membawa sejumlah kecil, untuk dirinya sendiri, itu peng­guna. Berarti dia harus direhabilitasi.

Data BNN saat ini, mayoritas pengguna narkoba itu dari ka­langan mana?

Sebanyak 70 persen itu dari kel­ompok masyarakat usia produktif, khususnya pekerja. Sedangkan sisanya dari kalangan pelajar dan mahasiswa. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA