WAWANCARA

Fadjroel Rachman: Jangan Sampai Standar Politik dan Hukumnya Jokowi di Bawah SBY

Sabtu, 24 Januari 2015, 10:04 WIB
Fadjroel Rachman: Jangan Sampai Standar Politik dan Hukumnya Jokowi di Bawah SBY
Fadjroel Rachman
rmol news logo Aktivis anti korupsi Fadjroel Rachman tidak ingin Polri dan KPK berbenturan dalam kasus Komjen Budi Gunawan.

Harapan Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi School of Goverment (SSSG) itu disam­paikan saat wawancara dengan Rakyat Merdeka, di Jakarta, Kamis (22/1).

Tapi besoknya, Jumat (23/1), Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto saat mengantar anaknya ke sekolah.

Melihat hal itu, Fadjroel Rachman langsung ke Gedung KPK, kemarin, untuk memberi­kan dukungan kepada KPK.

Berikut wawancara Rakyat Merdeka dengan Fadjroel Rachman, di Jakarta, Kamis (22/1);

Apa penundaan pelantikan Kapolri itu langkah tepat?

Ya. Saya mengapresiasi lang­kah politik yang diambil Presiden Jokowi dengan menunda pelanti­kan calon Kapolri yang berstatus tersangka. Sebab, keputusan yang diambil KPK itu tidak salah.

Presiden idealnya perlu me­minta pendapat KPK dan PPATK sebelum penetapan calon Kapolri?
Sebenarnya saat penjaringan menteri, itu sudah bagus karena melibatkan KPK dan PPATK. Tapi nggak dilakukan saat pen­etapan calon Kapolri.

Kami mengingatkan Presiden Jokowi, jangan sampai standar politik hukumnya di bawah Pak SBY.

Maksudnya?
Pak SBY kan bagus banget. Siapa saja yang sudah berstatus tersangka harus keluar, seperti SDA(Suryadharma Ali), Andi Mallarangeng, Jero Wacik. Nah sekarang kenapa kita harus menunggu putusan hukum tetap.

Anda kan relawan Jokowi, kenapa membanding-band­ingkan dengan kebijakan SBY?
Walaupun bagian dari pen­dukung kekuasaan, kita tetap tidak berhenti melakukan kritik agar tidak menyesal. Selama ini kan kesannya kalau sudah mengkritik, harus menarik diri, nggak begitu.

Apa Anda mendapat bo­coran kapan pelantikan Kapolri?
Kami tidak tahu. Tapi waktu itu kami mendorong KPK untuk bertindak secepatnya memeriksa nama-nama yang bermasalah. Kalau nama-nama yang bermasalah itu diperiksa KPK, itu lebih memudahkan Jokowi untuk mengajukan nama baru.

Kompolnas bilang, tidak ada calon yang paling ideal, ini bagaimana?

Yang sudah jadi tersangka pasti tidak ideal, yang lain oke. Makanya kita dorong silakan diperiksa.

Pekan lalu Anda bertemu Menko Polhukam, apa yang dibicarakan?
Saya sampaikan ke Pak Tedjo mengenai standar politik hu­kumnya Pak SBY. Jangan sam­pai standar politik hukum Pak Jokowi di bawahnya Pak SBY dong. Sebab, kita memilih Pak Jokowi untuk menuju yang lebih baik.

Apa responsnya Menko Polhukam?
Oke, katanya.

KPK digugat praperadi­lan dalam penetapan Budi Gunawan menjadi tersangka, ini bagaimana?
Selama ini tidak ada gugatan praperadilan kepada KPK yang dimenangkan penggugat. Perlu diingat pula, tidak ada satupun tersangka yang di KPK bisa lolos.

Saksi-saksi yang dipang­gil KPK untuk kasus Budi Gunawan tidak mau hadir, apa itu tidak menyulitkan KPK

Saya pikir nggak masalah. Sebab, tidak perlu terlalu banyak saksi, cukup dua alat bukti saja sudah cukup. Tinggal pilih saja mau pakai syarat kualitatif atau kuantitatif. Kalau saya lebih baik yang kualitatif saja.

Apa Anda melihat ada ke­janggalan di balik gampang­nya Komisi III DPR menerima Komjen Budi Gunawan?

Memang banyak sekali speku­lasi politik soal itu. Tapi kita tahu bahwa tidak semua spekulasi poli­tik itu bisa dikonfirmasi. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA