Virgiawan Amin alias Awan, Agun Iskandar, Zainal Abidin, Syahrial, dan Afrischa, kemarin, kembali menjalani persidangan kasus dugaan pelecehan terhadap siswa JIS. Tiba di ruangan sidang, kelima petugas kebersihan PT Indonesia Servant Service (ISS) itu duduk berdampingan di kursi pesakitan menghadap meja majelis hakim.
Pada saat yang sama, di meja seÂbelah kiri deretan kursi terdÂakÂwa, dua jaksa penuntut umum maÂsih bersiap-siap. Jaksa Ade R terÂlihat merapikan dasi putih toÂganya. Sedangkan rekannya siÂbuk berbicara via handphone. Di seberang meja jaksa, para kuasa huÂkum terdakwa sudah siap berÂsidang lengkap dengan seragam toga dan dasi putih.
Di persidangan kali ini, para terÂdakwa dikumpulkan untuk menÂdengarkan kesaksian ahli. Hakim yang menangani perkara lima terÂdakwa juga disatukan. YakÂni, NelÂson Sianturi, Achmad Yunus, HanÂdrik Anik, Usman dan Yanto.
Sama seperti sebelumnya, seteÂlah majelis hakim membuka perÂsidangan, pengunjung diminta unÂtuk meninggalkan ruang siÂdang. Pasalnya, sidang beÂrÂlangÂsung tertutup. Namun kali ini “leÂbih longgarâ€. Pengunjung masih bisa melihat suasana dari jendela di samping pintu utama tapi tak bisa mendengar isi persidangan.
Sebelumnya, jendela untuk mengintip ini sempat ditutup tirai ketika persidangan mengÂhaÂdiÂriÂkan MAK, siswa JIS yang diduga menjadi korban pelecehan peÂtugas kebersihan ISS, dan AL, temannya yang mengaku melihat keÂjadian itu.
Para ahli yang dihadirkan ke persidangan adalah para dokter Rumah Sakit Cipto MangunÂkuÂsumo (RSCM) yang membuat laÂporan visum terhadap MAK. Adalah jaksa penuntut umum yang meminta kedua dokter dihadirkan untuk membuktikan dakwaan.
Keterangan dokter spesialis foÂrensik RSCM Oktavinda Safitry cukup mengagetkan. PemerikÂsaÂan terhadap kondisi fisik MAK yang dilakukan pada 25 Maret 2014 menunjukkan tidak ada keÂtidaknormalan seperti layaknya korÂban kekerasan seksual.
Tak ingin salah bicara, usai persidangan, Patra Mijaya Zein, kuasa hukum Awan dan Agun mengutip langsung hasil visum yang ditandatangani Oktavinda.
“Tidak ditemukan luka lecet atau robekan. Lipatan sekitar luÂbang pelepas (anus) sangat baik. Kekuatan otot pelepas baik,†kuÂtip Patra. Hasil visum RSCM itu bernomor 182/IV/PKT/03/2014.
Dalam melakukan visum, lanÂjut Patra, dokter di RSCM tidak melakukan uji laboratorium. Uji laÂboratorium terhadap korban diÂlakukan di dua tempat, yakni di RuÂmah Sakit Pondok Indah dan SOS Medika. Dokter NaÂrain PunÂjabi dari SOS Medika suÂdah diÂhadirkan ke peÂrÂsiÂdaÂngan pekan lalu.
Dalam kesaksiannya, OktaÂvinda seperti dikutip Patra, meÂngatakan pemeriksaan terhadap MAK tak bisa dilakukan hanya seÂkali. Seharusnya orang tua korÂban kembali membawa anaknya ke RSCM untuk melakukan peÂmeÂriksaan. Namun tak dilakukan.
Orang tua korban justru memÂbawa ke rumah sakit lain. Hasil visum yang dibuat Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) bernomor 02/IV.MR/VIS/RSPI/2014 tertanggal 21 April 2014 meÂnyeÂbutkan bahwa hasil pemeriksaan visual dan perabaan pada anus korban, tidak menunjukkan adaÂnya kelainan.
Meski mirip dengan hasil viÂsum RSCM, Patra tetap memÂpertanyakan hasil visum yang diÂbuat RSPI. Pasalnya tidak diÂtanÂdatangani dokter yang beÂrÂtangÂgung jawab atas laporan itu.
“Kalau visum RSCM, di berÂkasnya ada nama ahli yang meÂmeÂriksa (yaitu) Oktavinda. Kalau RSPI, nggak ada,†kata Patra.
Selain itu, dokter RSPI yang meÂlakukan pemeriksaan terhadap korban tidak turut diminta keteÂraÂngan oleh polisi. Artinya, dokÂter itu tidak ikut menjadi saksi di perÂsidangan. Sementara dua dokÂter dari RSCM dan SOS Medika yang juga melakukan peÂmeÂrikÂsaan terhadap korban, turut menÂjadi saksi di persidangan.
Lantaran itu, pihak kuasa huÂkum kesulitan untuk menggali keÂterangan mengenai hasil viÂsum yang dibuat RSPI. KeÂjangÂgalan lainnya, menurut Patra, hasil viÂsum keluar lebih dulu dari pada waktu pengajuan peÂrÂmoÂhonan visum. “Biasanya kan ngaÂjuin dulu baru keluar hasil viÂsum. Ini waktunya, hasil visum dulu baru pÂeÂngajuan visum,†kata Patra heran.
Sebelumnya, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang diÂbuat kepolisian, MAK disebutÂkan mengalami pelecehan selama 13 kali selama rentang waktu DeÂsember 2013 sampai Maret 2014. Dakwaan yang disusun jaksa peÂnuntut umum juga meÂnyeÂbutÂkan hal yang sama. “Logikanya jika seorang anak 6 tahun mengaÂlami soÂdomi sebaÂnyak 13 kali pasÂti ada bekas lukaÂnya,†kata Patra.
Patra berharap majelis hakim dapat mempertimbangan hasil visum maupun keterangan dokter yang telah dihadirkan di persiÂdangan. “Kesaksian Dokter OktaÂvinda ini akan menentukan nasib dan hidup para petugas keÂberÂsiÂhan ini,†harapnya.
Dokter Hanya Sekali Lakukan PemeriksaanDokter Narain Punjabi dari SOS Medika telah dipanggil seÂbagai saksi dalam persidangan seÂbelumnya. Dalam kesaksiannya, dokter itu tak pernah memÂbeÂritahukan kepada Theresia Pipit, ibu korban mengenai hasil peÂmeriksaan terhadap anaknya. HaÂsil itu justru disampaikan ke ayah MAK yang berkewarganegaraan Belanda.
Dokter Narain mengatakan bahÂwa MAK tidak menderita herÂpes berdasarkan hasil peÂmeÂrikÂsaan yang dilakukan di SOS MeÂdika. Sang dokter juga meÂnyamÂpaikan bahwa MAK mengalami gejala penyakit cacar air, yang miÂrip dengan gejala herpes.
Sebelumnya, ibu korban keÂpada media menyampaikan bahÂwa anaknya menderita herpes. Ini disampaikannya setelah kasus pelecehan seksual di JIS terkuak. Enam kebersihan PT ISS yang bertugas di sekolah internasional kemudian dijadikan tersangka. Polisi menyatakan ada kemiripan bakteri yang ditemukan di tubuh korban dengan tersangka.
Dalam kesaksiannya di peÂngaÂdilan, Dokter Narain meminta agar dilakukan pemeriksaan lanÂjutan untuk membuktikan bahwa MAK benar mengidap herpes. NaÂmun orangtua korban tak meÂlakukannya.
Usai persidangan, Dokter NaÂrain menolak berkomentar meÂngenai kesaksiannya di peÂrÂsiÂdaÂngan. Ia mengatakan sudah memÂberikan keterangan sesuai dengan hasil pemeriksaan yang diÂlaÂkuÂkannya terhadap korban.
“Sudah disampaikan tadi, maaf saya tidak bisa bicara lebih baÂnyak,†kata Narain yang terlihat bergegas meninggalkan PengaÂdilan Negeri Jakarta Selatan.
Kuasa hukum orangtua MAK, Andi M Asrun menyatakan masih mencermati kesaksian yang telah disampaikan dokter. “Kita lihat saja nanti perkembangannya. ProÂses hukum masih panjang,†kata Andi seperti dikutip media online.
Korban Kembali Diminta Bersaksi Via TelekonferensiPihak kuasa terdakwa meÂminÂta agar MAK dihadirkan lagi di persidangan melalui teleÂkonÂferensi. Ada beberapa peÂrÂtaÂnyaÂan yang akan diajukan kepada manÂtan siswa TK JIS itu.
Sebelumnya, MAK yang diÂduga menjadi korban pelecehan petugas kebersihan JIS telah dihadirkan di persidangan. Saat datang ke pengadilan, identÂiÂtasÂnya disamarkan. Tubuhnya diÂbalut pakaian Spiderman. BeÂgitu juga temannya, AL yang daÂtang mengenakan kostum toÂkoh superhero, Hulk.
Kelelahan, hakim memuÂtusÂkan persidangan ditunda. PeÂrÂsiÂdangan selanjutnya, MAK memÂberikan kesaksian via teÂlekonferensi.
Selain meminta korban berÂsaksi lagi, pihak kuasa hukum juga meminta pihak dari JIS diÂhadirkan. “Kami juga minta diÂhadirkan saksi wali kelas MAK dan Lusiana, asisten guru di JIS,†kata Patra Mijaya Zein, kuasa hukum Awan dan Agun usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin.
Menurut Patra, guru MAK di JIS seharusnya mengetahui peÂristiwa kekerasan seksual teÂrÂseÂbut karena mereka berada di seÂkolah bersama murid-muridnya, termasuk MAK.
“Katanya 13 kali disodomi, apa benar? Makanya kami minta dihadirkan. Setelah itu, giliran kami,†kata Patra.
Pada sidang selanjutnya, giÂliran saksi dari pihak teÂrÂdakÂwalah yang dihadirkan. “Ahli foÂrensik, psikolog, dan termaÂsuk ahli hukum pidana,†sebut Patra mengenai saksi yang akan dia bawa.
Kasus pelecehan siswa JIS ini teÂlah mendudukkan Agun, Awan, Afrischa, Syahrial, dan ZaiÂÂnal sebagai terdakwa. MeÂreka diduga melanggar Pasal 82 Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman hukuÂman penjara maksimal selama 15 taÂhun. ***