Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Otto Hasibuan: Tolak Revisi UU Advokat Karena Ada Campur Tangan Pemerintah

Senin, 08 September 2014, 07:49 WIB
Otto Hasibuan: Tolak Revisi UU Advokat Karena Ada Campur Tangan Pemerintah
Otto Hasibuan
rmol news logo Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) menolak revisi UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Sebab,  dianggap sebagai lonceng kematian profesi advokat.

“RUU Advokat mengusung ide pembentukan Dewan Advokat Na­sional (DAN) yang anggota­nya diusulkan oleh presiden lalu di­setujui DPR. Konsep DAN ada­lah bentuk campur tangan peme­rintah yang dapat menghan­cur­kan independensi profesi advo­kat. Padahal, independensi adalah roh dari profesi advokat dimana­pun di dunia ini,”  kata Ketua Umum DPN Peradi, Otto Hasi­buan saat berkunjung ke kantor Rakyat Merdeka, Jumat (5/9).

Otto mengatakan rencana revi­si UU Advokat harus ditentang karena materi yang terkandung dalam rancangan yang tengah digodok DPR dan pemerintah itu berpotensi memecah belah ad­vokat. Jika ini terjadi, maka yang akan sangat dirugikan adalah masyarakat pencari keadilan.

“Kita bergerak di bidang hu­kum, kita cuma berusaha menya­kin­kan para stakeholder para pe­ngambil keputusan DPR, peme­rintah agar mereka mau melihat lebih dalam lagi isi dari RUU itu. Kami yakin kalau mereka mau melihat lebih dalam isinya itu dengan sendirinya mereka akan membatalkan itu karena mereka tahu RUU ini sudah cacat dan sangat berpotensi memecah belah profesi advokat,” paparnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Kenapa Anda merasa RUU Advokat ini harus ditentang?
Karena dalam RUU ini menya­la­hi aturan dan independensi Peradi.

Anda menilai sistem single bar lebih baik dari multi bar, apa benar?
Begini. Hampir seluruh dunia me­nganut sistem single bar se­perti di Jepang, Belanda, Singa­pura, Korea dan India.

Sistem itu juga sudah kita anut selama ini, karena hanya satu. Di samping untuk mempermudah para pencari keadailan, bagi Ad­vokat tentu tidak bisa diintervensi pihak manapun. Maka sejak 2003 disahkan UU Advokat dan berdi­ri­lah Peradi sebagai organisasi Advokat.

Semua pihak setuju dengan keberadaan Peradi saat itu?
Ya. Waktu itu semua seperti Presiden, Menkumham, Bang Buyung Nasution, Todung Mulya Lubis dan lainnya tidak ada yang tidak setuju, dan tidak satu orang pun yang menyatakan multi bar itu benar.

Kalau sudah buat Peradi, ba­gai­mana caranya agar baik di mata masyarakat, karena masih banyak yang menilai para ad­vo­kat hanya cari uang me­lulu dan tidak memikirkan masya­rakat, pela­yanan kepada ma­sya­rakat itu yang akan terus diting­katkan.

Caranya bagaimana?
Ya, kita teruskan program yang ada dan tidak mungkin kita ubah di tengah jalan, tentu kita perlu lakukan rekruitmen yang ketat un­tuk advokat itu dengan mene­rap­kan sistem saringan masuk zero KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).

Maksudnya?
Siapapun tidak boleh lulus ka­lau tidak melalui tes secara resmi. Maka dimulailah setiap ujian itu dan berguguranlah anak dari teman-teman pengurus Peradi, termasuk adik saya tidak lulus sampai tiga kali tes.

Tapi suatu ke­­tika ada teman yang istrinya tidak lulus tes dan datang ke saya juga untuk minta meluluskan is­tri­nya, saya bilang tidak bisa justru semua harus belajar agar bisa lulus. Agar mekanisme bisa ber­jalan dengan baik. Bahkan Bang Buyung kirimkan surat res­mi kepada saya agar anak buah­nya bisa lolos tes Peradi.

Lalu apa jawaban Anda?
Saya bilang, kalau memang lulus, ya lulus. Tapi kalau tidak, ya tidak. Saat itu memang ada yang lulus dua dari lima orang yang dites, maka marah beliau, dan banyak peristiwa lainnya. Nah mulailah ketidakcocokan itu maka ada kemelut dan terjadi per­pecahan. Sebagaian orang meng­anggap tidak lolosnya orang-orang dalam tes Peradi  akan me­nambah pengangguran.

Saya bilang di sini beda konsep Pe­radi, advokat itu bukan peker­jaan tapi profesi. Jadi jangan anggap kasih lisensi tidak terjadi apa-apa, tapi dampak berikutnya sebenarnya yang jadi korban adalah rakyat.

Seperti dokter, kalau semua dok­ter bisa diluluskan dengan mudah akan banyak mal praktik dong dan masyarakat yang rugi.

Ada yang bilang Peradi melakukan monopoli, apa benar?
Begini, saya bilang ini tunggal karena advokat salah satu bagian penegak hukum. Misal­nya kena­pa kalau melamar jadi polisi lalu tidak lulus dan tidak mengatakan polisi monopoli, jaksa juga be­gitu. Saya bisa kata­kan, katanya ad­vokat itu setara jaksa, hakim dan polisi maka ha­rus selektif dan ke­tat agar diha­silkan yang terbaik.

Kabarnya ujian advokat di­ang­gap sebagai upaya Peradi ca­ri uang, ini bagaimana?
Saya jamin 100 persen mung­kin or­ganisasi yang profesi yang ter­bersih keuangannya saat ini ada­lah Peradi dan sistem rekruit­mennya ter­­baik juga. Ma­ka kalau DPR mau merubah UU Advokat, ha­rusnya yang pertama dimintai pertangung­jawaban ada­lah Peradi  atau saya selaku Ketua Umum DPN Peradi.

Jadi kalau ada UU Advokat, ka­mi adalah anak kandungnya yang di­bentuk advokat seluruh In­do­ne­sia maka periksa dulu dong kami, becus apa nggak kami ini.

Kalau tidak becus, nggak be­nar, makan uang rekruitmen se­cara nggak benar, maka bubarkan saja Pera­di. Jadi sekarang tolong DPR panggil kami dan akan kami bawa akuntan publik kami untuk uji ang­garan tiap tahun. Kami siap diaudit.

Setelah Peradi  di­audit dan ternyata hasilnya buruk, barulah perlu dila­kukan peruba­han UU Advokat. Bah­kan kalau perlu Peradi dibubar­kan saja. Ter­nyata Peradi sudah se­ring dapat predikat Wajar Tanpa Pengecua­lian (WTP) kok. Jadi saya bilang kalau ada satu rupiah dicuri Otto atau yang lainnya maka bu­bar­kan saja. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA