Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pekerja Ngumpul Di Jalan Buntu Dekat Rumah Habibie

Mengintip Jatah Rumah Untuk Bekas Presiden & Wapres

Senin, 16 Juni 2014, 09:06 WIB
Pekerja Ngumpul Di Jalan Buntu Dekat Rumah Habibie
ilustrasi
rmol news logo Setiap mantan petinggi negara baik Presiden maupun Wakil Presiden Republik Indonesia berhak mendapatkan jatah rumah yang layak, usai menjabat sebagai kepala negara. Hal itu dipertegas oleh Presiden SBY melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pengadaan dan Standar Rumah Bagi bekas Presiden dan/atau bekas Wakil Presiden.

Perpres itu, merupakan pembaruan dari aturan sebelumnya, yakni Perpres Nomor 81 Tahun 2004 yang kemudian diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2007. Siapa sajakah dan dimana sajakah rumah-rumah tersebut? Yuk ditelusuri.

Rakyat Merdeka mulai menyambangi kediaman Presiden RI Ke-3 Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie, atau biasa dikenal dengan sebutan BJ Habibie.

 Kediamanannya, berada di Jalan Patra Kuningan XIII No 1, Jakarta Selatan. Kawasan itu terbilang elite, selain dengan ukuran tanah dan bangunan sekitar yang megah. Daerah Kuningan merupakan pusat bisnis Ibukota.

Tiada aktivitas di depan rumah dengan pagar putih tersebut. Bahkan, tidak tertera nomor di bagian depan pagar. Sepanjang Jalan Patra Kuningan XIII, Nampak sepi. Di ujungnya, jalan buntu. Di jalan itu hanya ada tiga rumah dengan ukuran tanah yang cukup besar  dan saling berhadapan.

Menyusuri delapan meter dari gang dengan lebar lima meter itu, terlihat sebuah warung kecil berupa bedeng. Di situ menjadi tempat berkumpul para pekerja bangunan yang sedang mengerjakan satu rumah di area itu. Menurut wanita penjaga warung, rumah dengan pagar putih dan rimbun dengan pepohonan itu adalah kediaman Habibie. Tidak hanya satu rumah, melainkan tiga rumah.

“Iya itu rumahnya, satu baris itu rumah dia semua. Biasanya kalau tamu ke rumah yang di tengah. Ada pos satpamnya,”  ujar wanita sembari menyeduhkan kopi kepada pekerja bangunan di daerah itu.

Mengikuti saran penjaga warung, Rakyat Merdeka kemudian menyambangi rumah dengan Nomor 5. Di sisi kanan pagar berwarna putih, terdapat sebuah pos satpam dengan dua pemuda. Dia membenarkan kalau ketiganya adalah rumah milik Habibie.

Menurut satpam pria yang berambut cepak itu, ketiga rumah itu merupakan milik Habibie, awalnya adalah kediaman nomor satu, kemudian berkembang dengan nomor lima dan tujuh. Rumah pemberian negara yang bernomor 1. Letaknya di ujung jalan komplek ini. Rumah Habibie pun jadi lebih lebar.

Berada di kawasan Patra Kuningan, barang tentu itu adalah tanah maupun aset dari PT Patra Jasa, anak perusahaan dari PT Pertamina. Kediaman di daerah-daerah itu, biasanya ditempati direksi perusahaan minyak milik negara itu. Namun, sang satpam tidak mengetahui pasti kapan serah terima aset tersebut.

Mengutip Tempo.com, Habibie sempat menyampaikan sudah 38 tahun dirinya menempati rumah di Patra Kuningan, Jakarta Selatan. Awalnya, bangunan ini merupakan milik Patra Jasa. Sekitar tahun 1975, PT Pertamina (Persero) mengalokasikannya sebagai tempat tinggal Habibie. Kala itu, Habibie ditunjuk jadi penasihat Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo.

“Ini rumah nomor satu, sekitarnya masih kampung,” Habibie bercerita pada Tempo, Rabu, 16 Januari 2013, di kediamannya. Pada masa itu, Habibie melanjutkan, belum terdapat apa-apa di sana. “Kemudian ada rumah nomor lima dan tujuh yang ditempati oleh kedutaan.”

Merasa kerasan menetap di sana, Habibie mencoba mengajukan permintaan untuk membeli rumah itu dari Pertamina. Ia tidak membeli secara tunai, melainkan mengangsur. Pertamina membolehkan Habibie mencicil. “Cicilan rumah baru lunas setelah 20 tahun,” kata dia.

Mengonfirmasi, Vice President Corporate Communicatons PT Pertamina (Persero) Ali Mundakir menyatakan, kalau tiga rumah dengan nomor 1, 5, dan 7 di Jalan Patra Kuningan XIII, Jakarta Selatan adalah sudah resmi milik dari Habibie. Menurutnya, dua rumah diantaranya, dibeli dari pemilik sebelumnya.

“Di daerah itu memang boleh pemilik rumah menjual, karena sudah milik pribadi. Banyak pimpinan Pertamina yang menjualnya, dan itu boleh-boleh saja,” ujar Ali.

Penelusuran selanjutnya adalah yang ditempati mantan Presiden Megawati Soekarno Putri, di Jalan Teuku Umar Nomor 27, Menteng, Jakarta Pusat. Rumah ini dulu milik Bank Mandiri. Rumah ini awalnya ditempati Mega dengan status sewa. Pasalnya, ketika jadi presiden tak menetap di Istana.

“Kalau soal rumah yang pasti sudah lama sekali Ibu tinggal disini,” ujar pria yang menjagai sebuah pos tepat di sisi kanan rumah tersebut.

Sebelumnya, tahun 2009, Presiden SBY pernah mengutus Hatta Rajasa, yang saat itu menjabat Menteri Sekretaris Negara untuk menemui Megawati di Teuku Umar. Urusannya, untuk memberitahukan pemindahan kepemilikan rumah ini menjadi milik pribadi.

“Menyampaikan status rumah, dan rumah ini sudah menjadi rumah Bu Mega. Sebelumnya kan rumah ini milik pemerintah, dan sudah ada di undang-undang kalau presiden dan wakil presiden mendapatkan rumah dinas,” kata Hatta.

Namun, tidak semua bekas petinggi negara mengambil jatah tersebut berupa tanah dan bangunan. Yaitu, mantan Presiden RI periode 1999-2001, Almarhum Abdurrahman Wahid, yang akrab di sapa Gus Dur. Begitu mundur sebagai Presiden, dia memilih uang cash untuk menggantikan haknya tersebut.

“Beliau (Gus Dur), pilih cash seharga 20 miliar,” ujar bekas Juru Bicara Gus Dur, Adhie Masardi.

Adhie menceritakan, tadinya Gus Dur enggan menerima jatah rumah tersebut. Pasalnya, kediaman Gus Dur yang berada di Ciganjur, dirasa sudah lebih dari cukup, dan tidak perlu ditambah lagi. Alhasil, uang tersebut dikelola keluarga Gus Dur.

“Yang kelola (uangnya) keluarga, pastinya diambil mentahnya saja. Gus Dur itu memang tadinya ngga mau, ibaratnya kayak uang saku saja diberikan usai menjabat,” katanya.

SBY Hanya Berhak Dapat Satu Rumah
Dua Periode Jadi Presiden


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pengadaan dan Standar Rumah bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pepres yang diteken 2 Juni 2014 itu merupakan revisi dari peraturan serupa sebelumnya.

Pengadaan rumah bagi mantan presiden dan mantan wapres sesungguhnya sejak dulu telah diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 81 Tahun 2004 yang ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri, dan kemudian diubah menjadi Perpres Nomor 88 Tahun 2007 yang ditandatangani Presiden SBY.

Namun karena peraturan terdahulu dianggap belum mengatur secara detail soal standar rumah kediaman yang layak, maka Presiden SBY kembali merevisinya demi menjamin kesetaraan pemberian penghargaan pemerintah RI kepada para mantan presiden dan mantan wakil presiden.

Dalam Perpres yang baru ini, diatur soal kualifikasi dan spesifikasi rumah bagi mantan presiden dan mantan wapres. Sementara anggaran pengadaan dan pajak rumah itu akan menjadi tanggungan negara.

Berikut sejumlah pasal krusial dalam Perpres Nomor 52 Tahun 2014 tersebut: Pasal 1 ayat (1): Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden yang berhenti dengan hormat dari jabatannya diberikan sebuah rumah kediaman yang layak.

Pasal 1 ayat (2): Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden hanya berhak mendapatkan rumah sebanyak satu kali, termasuk bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden yang menjalani masa jabatan lebih dari satu periode, dan Mantan Wakil Presiden yang menjadi Presiden.

Pasal 2 ayat (1): Rumah kediaman yang layak adalah sebidang tanah berikut bangunan di atasnya yang memiliki kriteria umum a. Berada di wilayah Republik Indonesia b. Berada pada lokasi yang mudah dijangkau dengan jaringan jalan memadai c. Memiliki bentuk, keluasan, dimensi, desain, dan tata letak ruang yang dapat mendukung keperluan dan aktivitas Mantan Presiden atau Mantan Wakil Presiden beserta keluarga d. Tidak menyulitkan dalam penanganan keamanan dan keselamatan Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden beserta keluarga.

Pasal 3 ayat (2): Rumah bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden harus tersedia sebelum Presiden dan/atau Wakil Presiden tersebut berhenti dari jabatannya.

Pasal 4 ayat (1): Anggaran untuk pengadaan rumah bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara c.q Bagian Anggaran Kementerian Sekretariat Negara paling lambat pada satu tahun anggaran sebelum Presiden dan/atau Wakil Presiden tersebut berhenti dari jabatannya.

Pasal 4 ayat (2): Perhitungan penganggaran untuk pengadaan rumah kediaman bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden dilakukan dengan cara a. Perhitungan pengadaan tanah dilakukan dengan mengalikan luas tanah dengan nilai tanah pada saat penganggaran sesuai kriteria lokasi b. Perhitungan pengadaan bangunan dilakukan dengan mengalikan luas bangunan dengan harga per meter persegi pembangunan rumah dengan kualitas baik.

Pasal 5: Segala pajak dan biaya lainnya yang terkait dengan pemberian rumah kediaman yang layak bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden ditanggung oleh negara. Pasal 6 ayat (1): Pemberian rumah kepada masing-masing Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden ditetapkan dengan Keputusan Menteri Sekretaris Negara.

Pasal 6 ayat (2): Keputusan Menteri Sekretaris Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat a. Nama Mantan Presiden dan/atau nama Mantan Wakil Presiden b. Letak rumah c. Luas dan harga tanah dan bangunan.

Pasal 7: Dalam hal Presiden/Wakil Presiden meninggal dunia dalam masa jabatannya, kelada janda/duda Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden diberikan rumah kediaman yang layak sesuai dengan ketentuan.

Pasal 8: Pengadaan rumah kediaman bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden yang telah berhenti dari jabatannya dan sampai dengan saat ini belum dilakukan pengadaan, menggunakan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini. Ketentuan rumah layak  diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA