Peduli Pendidikan Nasional (Gema Pena), mendesak Kemendikbud segera merevisi kebijakan terkait pengelolaan dana BOS karena rawan kecurangan.
Juru bicara Gema Pena, Suroto menyatakan, uji akses informasi terkait penggunaan dana BOS yang dilakukan pihaknya pada Oktober 2013, menemukan banyak kejanggalan dalam penggunaannya dana BOS.
“Kita temukan penggunaan dana BOS tidak akuntabel, seperti belanja konsumsi ujian nasional. Nilai nominal di rencana kerja dengan pertanggungjawaban berbeda, tidak ada daftar hadir penerima konsumsi hingga kwitansi yang tak wajar,†ujar Suroto di Kantor Kemendikbud Jakarta, kemarin.
Uji akses informasi, akuntabilitas dan Forum Group Discussion (FGD) terkait pengelolaan dana BOS digelar Gema Pena di 222 sekolah di delapan provinsi. Yakni, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, DIY, Jawa Timur, Lampung, hingga Banten.
“Dari data Gema Pena, setidaknya ada 33 daftar kejanggalan pembelanjaan dana BOS dengan berbagai peruntukannya. Bahkan, sebagian besar tidak mencatumkan kode mata anggaran,†katanya.
Berdasarkan uji akses informasi itu, lanjut Suroto, ternyata hanya 13 persen sekolah yang bersedia memberikan dokumen Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah (RKAS) dan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ). Sedangkan 87 persen sekolah lainnya tidak bersedia memberikan informasi terkait dokumen RKAS dan SPJ terkait BOS.
“Sikap ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Padahal, keputusan Komisi Informasi Pusat telah menyatakan bahwa salinan dokumen RKAS dan SPJ dana BOS adalah informasi publik yang wajib disediakan bagi seluruh masyarakat,†tegasnya.
Suroto menduga, ketidakpatuhan sekolah terhadap UU KIP salah satunya disebabkan petunjuk teknis (juknis) dana BOS yang diatur dalam Peraturan Mendikbud tidak mencantumkan hal ini.
“Juknis hanya mengatur soal transparansi dana kumulatif RKAS di papan pengumuman sekolah. Akibatnya, sekolah merasa tidak punya kewajiban menyerahkan dokumen tersebut pada pemohon informasi. Ini juga suatu indikasi penyimpangan, jangan-jangan ada sesuatu dengan dana BOS. Makanya kita minta juknis memuat soal transparansi,†tandasnya.
Gema Pena mendesak Inspektur Jenderal (Itjen) Kemendikbud memberikan rekomendasi dan mendesak Kementerian itu merevisi juknis penyaluran dana BOS dengan memasukkan unsur transparansi dan akuntabilitas. Masyarakat juga diminta pro aktif melakukan pengawasan. “Ini masalah serius lho. Anggaran kita sebagian besar di pendidikan, salah satunya BOS,†katanya.
Menyikapi temuan itu, Irjen Ke mendikbud Haryono Umar mengatakan, mampirnya dana BOS ke rekening pemerintah daerah ternyata berakibat buruk.
Diduga kuat, dana untuk pendidikan itu menjadi bancakan para oknum pejabat dengan meminta setoran dari pihak sekolah.
“Barusan ada pengaduan pada saya, ada sekolah yang diminta menyetor 7 persen. Ada yang segala macam lah, pungutan-pungutan. Termasuk sertifikasi guru minta kickback segala macam. Nah kalau itu semua terbuka, kan gak berani juga orang itu,†cetus Haryono.
Karena itu, dia bertekad memperbaiki dan membenahi sistem penyaluran dana BOS. Sebab, sekolah sering membelanjakan dana BOS di luar juknis. “Yang sering terjadi itu sekolah mengeluarkan dana tidak sesuai item juknis. Kemudian bagaimana pembukuannya, itu harus jelas. Lalu terkait dengan transparansi, karena kalau sudah terbuka itu otomatis memberikan kontribusi luar biasa untuk perbaikan,†ujar bekas Wakil Ketua KPK itu.
Dikatakan Haryono, pihaknya bakal memberikan rekomendasi agar dalam juknis dana BOS 2015, mencantumkan masalah transparansi sehingga masyarakat mudah mengawasi pembelanjaan dana BOS.
“Juknis ini untuk melindungi para guru dan kepala sekolah dari pejabat-pejabat nakal yang melakukan pungutan. Juknis ini ditargetkan selesai akhir tahun ini untuk BOS 2015,†katanya.
Polisi Wajib Usut Tuntas Kekerasan Di Tempat IbadahKetua Yayasan Komunikasi Indonesia, Bernard Nainggolan mendesak pihak kepolisian untuk mengusut sampai tuntas kasus perusakan bangunan yang dipakai beribadah di dua tempat di Sleman, Yogyakarta. Selain itu, pemimpin mendatang juga harus perhatian serius terhadap masalah intoleransi.
“Kami mendesak kepolisian untuk mengungkap kasus tersebut. Calon presiden dan calon wakil presiden yang akan dipilih nanti juga mesti prihatin dengan peristiwa itu. Apalagi, aksi intoleransi seperti itu tidak pernah terjadi di Yogya,†kata Bernard di Jakarta, kemarin.
Menurut Bernard, penyerangan di Dusun Tanjungsari, Desa Sukaharjo, Kecamatan Ngaglik itu, memakan korban luka-luka umat Katolik yang sedang berdoa bersama. Sementara di Dusun Pangukan, Desa Tridadi, beberapa bangunan mengalami kerusakan.
Koordinator Komunitas Kasih Matraman Raya(KKMR) 10, A Timbul Tampubolon yang dihubungi terpisah menyatakan, perusakan bangunan tersebut sudah jelas tindakan kriminal. â€Perusakan itu saja sudah perbuatan kriminal. Apalagi masalah agamanya,â€kata Timbul.
Timbul sangat berharap aparat kepolisian agar bisa mengusut kasus itu dan menindak tegas para pelaku perusakan bangunan yang dijadikan tempat beribadah tersebut.
Bernard yang mengaku prihatin, menyatakan aneh karena tiba-tiba aksi kekerasan yang menjurus intoleransi terjadi di DIY. “Jangan sampai kerukunan umat beragama di DIY terganggu hanya karena kepentingan-kepentingan politik.
Terlalu mahal kita pertaruhkan. Kerukunan umat beragama yang sudah terbangun dengan baik selama ini jadi terganggu hanya karena kepentingan politik tertentu,â€sesal Bernard.
Karena itu, praktisi hukum ini berharap kasus tersebut diusut tuntas dan tidak boleh dibiarkan. â€Aparat kepolisian harus bertindak tegas. Jangan sampai ada pihak tertentu memanfaatkan situasi dan memperkeruh suasana menjelang pemilihan presiden ini,†katanya.
Pegawai Honorer Ancam Laporkan Menteri Azwar Ke SBYProtes Cuma Dikasih Angin SurgaJanji Menteri Pendayagunaan Apatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Azwar Abubakar untuk mengangkat para honorer kategori dua (K2) menjadi CPNS, terus ditagih.
Para pegawai honorer mengancam mengadukan kasus itu ke DPR dan Presiden demi mendapat kepastian nasib.
“Katanya akan menerbitkan surat edaran. Nyatanya, janji Pak Azwar tidak terbukti. Kami akan mengadukan ini kepada DPR dan Presiden,†kata Ketua Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) Titi Purwaningsih di Jakarta, kemarin.
Titi mengaku sangat kecewa, lantaran pernah mendapatkan penjelasan dari Sesmenpan RB, yang tidak klop dengan janji Menpan-RB. Menurutnya, penjelasan Sesemenpan membuat status mereka tidak jelas lagi.
“Masak kita hanya diarahkan ke pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Kami sudah capek dibohongi terus. Pak Menteri sudah ingkar jani,†keluh Titi.
Dia pun mendesak agar Menteri Azwar segera mengeluarkan surat edaran yang bisa menjadi acuan bagi Pemda untuk melakukan penggantian honorer K2 bodong dengan yang asli. Honorer K2, kata dia, hanya butuh kepastian, bukan cuma diberi angin surga serta harapan palsu.
“Kita manusia yang punya perasaan dan butuh dihargai. Bukan terus menerus dibohongi. Hati kami sakit sekali terus menerus diperlakukan tidak adil begini,†curhatnya.
Ketua Dewan Pembina FHI Pusat, Hasbi mendesak agar pemerintah menyelesaikan permasalahan tenaga honorer, sebelum Pemerintahan SBY berakhir agar tidak menimbulkan kerancuan.
“Jika Presiden dan DPR/DPRD telah berganti, kami khawatir masalah ini jadi tidak tuntas lagi. Makanya kami minta secepatnya,†ujarnya. ***
BERITA TERKAIT: