Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kepala Daerah Bakal Diturunkan Paksa Dari Panggung Kampanye

Jika Tak Kantongi Izin Cuti Dari Kemendagri

Senin, 02 Juni 2014, 09:16 WIB
Kepala Daerah Bakal Diturunkan Paksa Dari Panggung Kampanye
ilustrasi
rmol news logo Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mewanti-wanti gubernur, bupati, walikota dan wakilnya yang ingin jadi jurkam Pilpres 2014. Para kepala daerah harus izin cuti jika mau jadi jurkam. Jika tidak, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bisa turunkan paksa kepala daerah dari atas panggung kampanye.

“Jadi semua tergantung pengawasan Bawaslu di lapangan. Kalau ada kepala daerah sedang jadi jurkam di panggung tapi tidak ada izin cuti, maka Bawaslu bisa menurunkan paksa,” jelas Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri) Didik Suprayitno kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Selain itu, jelas Didik, Bawaslu perlu memberikan perhatian kepada kepala daerah yang jadi jurkam. Hal ini untuk mengantisipasi penggunaan fasilitas negara dan mobilisasi birokrasi di daerahnya.

“Itu wewenang Bawaslu untuk mengawasi. Kemendagri tidak punya wewenang. Ketika ada laporan dari Bawaslu, maka Kemendagri akan langsung memverifikasi hal itu. Jika diketahui kepala daerah melanggar akan dikenai sanksi. Baik sanksi berupa teguran lisan, teguran tertulis, penurunan jabatan, dan penuranan pangkat,” paparnya.

Didik mengakui, beberapa kepala daerah mulai mengajukan cuti kampanye. Hingga Jumat (30/5), sudah tiga kepala daerah mengajukan cuti kampanye. Yakni Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Agustin Teras Narang, Wagub Kalteng Achmad Diran, dan Wagub Sulawesi Tengah (Sulteng) Sudarto.

Gubernur dan Wagub Kalteng rencananya akan berkampanye untuk pasangan capres-cawapres Joko Widodo (Jokowi) -Jusuf Kalla (JK).  Sedangkan Wagub Sulteng Sudarto akan berkampanye untuk pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Menurut Didik, dari ketiga kepala daerah itu, hanya Wagub Sulteng yang sudah menetapkan tanggal cuti. Sedangkan Gubernur dan Wagub Kalteng belum menyertakan waktu cuti.

“Gubernur dan wagub Kalteng masih menunggu jadwal kampanye KPU (Komisi Pemilihan Umum),” jelasnya.

Didik mengatakan, setiap kepala daerah hanya diberikan satu hari cuti setiap pekan di masa hari kerja. Jika jadi jurkam pada hari libur atau sabtu dan minggu, kepala daerah diimbau untuk memberitahu ke Mendagri Gamawan Fauzi.

“Memang tidak ada aturan untuk memberitahukan, tapi akan lebih baik jika diberitahu. Jadi kan jelas ketika nanti ditanya Presiden kemana kepala daerahnya,” ujarnya.

Selain itu, Kemendagri mengimbau, agar kepala daerah dan wakilnya tidak cuti secara bersamaan. Dengan demikian, pemerintahan di daerah tidak akan terganggu.

“Memang tidak ada aturan dan bisa saja cuti bersamaan. Nanti yang bertanggung jawab atas pemerintahan di daerah sekretaris daerah (sekda). Tapi diimbau kalau bisa jangan bareng-bareng cutinya,” ungkapnya.

Cuti gubernur diajukan kepada Presiden melalui Mendagri. Sedangkan izin cuti bupati dan walikota diajukan kepada Mendagri melalui gubernur. Hingga kini belum ada lagi surat pengajuan cuti bupati atau walikota yang diterima Kemendagri.

“Dalam waktu dekat, kemungkinan jumlah pengajuan cuti kepala daerah akan bertambah. Diharapkan kalau kepala daerah cuti bisa segera mengajukan surat cutinya,” jelasnya.

Dipaparkan, izin cuti harus diajukan paling lambat 12 hari sebelum cuti dilakukan dan akan diberikan atau menerbitkan surat izin selambat-lambatnya 4 hari setelah pengajuan izin diserahkan ke Kemendagri.

Tidak hanya itu, Didik mengimbau, kepala daerah tidak menggunakan fasilitas negara untuk keperluan kampanye. Hal ini sesuai dengan UU No 42 Tahun 2008 dan PP No 29 Tahun 2014. Fasilitas negara itu misalnya, rumah dinas, gedung milik pemda, mobil dinas dan lainnya.

Dia menyarankan, agar Bawaslu melaporkan kepada Kepolisian atau Kemendagri ketika kepala daerah atau pejabat daerah melakukan pelanggaran pemilu.

“Kepala derah tidak boleh melibatkan pegawai negeri, karena pegawai negeri tidak boleh diseret-seret dalam perpolitikan,” tegasnya.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem),  Titi Anggraini mengkhawatirkan adanya kepala daerah mempolitisasi birokrasi saat jadi jurkam.

Pemanfaatan fasilitas negara dan penyalahgunaan wewenang rentan terjadi, karena kepala daerah merupakan sosok sentral di daerah dan cukup strategis untuk pemenangan pilpres.

“Dengan posisinya itu, kepala daerah dapat mudah mempengaruhi orang sekitarnya. Misalnya membuat kebijakan yang menguntungkan salah satu pasangan. Apalagi ada pernyataan target-target suara. Ini pasti akan diusahakan dengan cara apapun,” katanya.

Partai Golkar Gugat Kehilangan 4.200 Suara Di Dapil 8 Jaksel

Persoalkan Dugaan Kecurangan Di Pemilu Legislatif

Partai Golkar terus mempersoalkan adanya dugaan kecurangan saat Pemilihan Legislatif (Pileg) 9 April lalu. Partai berlambang pohon beringin ini menduga suara yang diperoleh calegnya di daerah pemilihan (dapil) 8 Jakarta Selatan sengaja dihilangkan. Jumlahnya lumayan besar, yakni sekitar 4.200 suara.

Koordinator Tim Pengajuan Gugatan Suara Partai Golkar Laras Susianto mengatakan, atas dugaan kehilangan suara di dapil 8 Jakarta Selatan itu, pihaknya akan menggugat ke Mahkamah Kostitusi (MK).

Menurut Laras, saksi yang diajukan antara lain anggota KPPS dan Ketua RT tempat pemungutan suara. Para saksi mengetahui persis berapa suara Golkar di TPS tempat mereka bertugas. Dan hal itu diperkuat dengan bukti formulir C1 dari website KPU.

“Bukti-Bukti jumlah yang berbeda pada formulir C1 berhologram dan jumlah suara yang telah disahkan KPU DKI tersebut sebelumnya juga telah diserahkan kepada Panwaslu Jakarta Selatan,” kata Laras, kemarin.

Laporan kepada Panwas untuk diteruskan proses pidana para pelaku yang diduga sengaja menghilangkan suara. “Sementara di MK, bukti-bukti dan saksi untuk mengembalikan suara sebenarnya partai Golkar di dapil 8 Jakarta Selatan,” jelasnya.

²Laras mencontoh, di TPS 06 Jatipadang, suara seorang caleg Golkar yang memperoleh 86 suara di Form C1 ternyata di Form D1 hanya menjadi 26 suara. “Ini jelas terjadi indikasi pengurangan suara,” imbuhnya.

Di TPS 51 Pasar Minggu suara Golkar sesuai Form C1 sebanyak 96 suara, kenyataannya di Form D1 tinggal 68 suara. Bahkan suara salah satu caleg yang seharusnya mendapat 30 menjadi 0 suara di Formulir D1. Di Kelurahan Pejaten Timur suara Golkar sesuai Form C1 8.066 tapi di Form D1 menjadi 5.930 terjadi selisih 2.136 suara.

Tim Badan Pemenangan Pemilu Partai Golkar menengarai kecurangan terjadi secara masif di tingkat kelurahan. Hingga akhirnya perolehan suara Golkar yang seharusnya 65.281 suara berdasarkan website KPU Online, ternyata hasil rekapitulasi hanya 60.859 suara.

“Kami yakin Majelis Hakim MK akan memutuskan berdasarkan bukti-bukti dan saksi yang sahih. MK tidak mungkin akan bermain api . Sebab saat ini MK tengah mengedepankan semangat untuk menjadi bersih, jelas dan adil,” harap Laras.

Laras menambahkan, bila gugatan ini menang, maka seharusnya Golkar akan mendapatkan tambahan dua kursi di DPRD DKI Jakarta.

Dana Rp 1 M Rawan Jadi Bancakan Aparat Desa

Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memang bisa membawa manfaat bagi perkembangan pedesaan di tanah air. Tapi, disisi lain, bisa berbahaya bagi kehidupan masyarakat desa.

Salah satunya terkait penggelontoran dana Rp 1 miliar untuk desa. Pengamat ekologi politik dan sosiolog pedesaan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Atya Hadi Dharmawan, menilai, penggelontoran dana sebesar itu, seolah memanjakan desa dan bisa membuat ketergantungan desa itu sendiri.

“Bayangkan kalau itu selalu diharapkan desa, itu sama artinya kita memanjakan desa. Hal ini  membuat kreatifitas terhambat, meski di sisi lain beberapa desa memang membutuhkan itu. Jadi penggelontoran dana Rp 1 miliar untuk satu desa bisa berbahaya dan merusak tatanan yang ada,” jelas Arya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Arya mencontohkan seperti desa di pegunungan, terpencil dan lain sebagainya akan bingung mempergunakan dana Rp 1 miliar itu. Bahkan, dana Rp 1 miliar satu desa tersebut juga rentan sekali atau berpotensi dijadikan bamcakan bagi oknum aparat di desa.

“Terlebih realisasinya sangat berdekatan dengan Pemilu Presiden 2014. Maka ini berpotensi dipolitisasi, padahal ini adalah program pemerintah yang tertuang dalam UU di masa kepemimpinan SBY,” ujarnya. 

Oleh karenanya, lanjut Arya, pengalokasikan dana Rp 1 miliar per desa mengandung risiko sangat tinggi dan perlu dicermati dan diawasi dengan ketat pada setiap pengelontorannya.

Berdasarkan data, jelas Arya, saat ini ada 30 ribu desa adat (desa tradisi) yang berada di kawasan hutan, gunung dan pesisir pantai yang terisolasi dan tidak begitu terbuka perekonomiannya terhadap pasar (tak mengenal ekonomi uang).

“Mereka nampaknya tidak membutuhkan dana segar yang cukup banyak (kecuali pedesaan modern), tapi yang mereka butuhkan adalah perhatian pemerintah daerah atas pendidikan dan kesehatan mereka,” ungkapnya.

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi memperkirakan dana desa Rp 1 miliar akan cair sekitar bulan Juli. Namun, sejumlah kalangan mendesak agar dana tersebut dicairkan usai Pilpres agar tidak dipolitisasi oleh pasangan Capres dan Cawapres.

Pemprov Malut: DPR Sudah Setuju Bahas Pemekaran 2 Daerah


Pemerintah Provinsi Maluku Utara (Pemprov Malut) klaim ada dua daerah di Malut bakal jadi daerah otonomi baru (DOB). Keduanya adalah Pulau Obi di Kabupaten Halmahera Selatan dan Galela Loloda di Kabupaten Halmahera Utara.

Jika kedua daerah itu dimekarkan, maka jumlah kabupaten/kota di Malut akan bertambah jadi 12 kabupaten/kota.

“DPR telah menyetujui pembahasan pemekaran kedua wilayah itu, termasuk sejumlah wilayah di provinsi lainnya jadi DOB.  Saat ini menunggu pembahasan rancangan undang-undangnya,” kata Sekretaris Daerah Provinsi Malut Madjid Husen, kemarin.

Menurut Madjid, jika kedua wilayah itu resmi jadi DOB maka jumlah kabupaten/kota di Malut akan bertambah menjadi 12 kabupaten/kota dan jumlah itu kemungkinan akan bertambah karena masih ada sejumlah wilayah di provinsi itu yang meminta menjadi DOB.

Dikatakan, Pemprov Malut selama ini mendukung aspirasi masyarakat di suatu wilayah yang ingin dimekarkan jadi DOB. Pasalnya DOB merupakan salah satu terobosan untuk mengoptimalkan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah bersangkutan.

Di Malut selama ini ada belasan wilayah yang menuntut dimekarkan, tapi baru dua wilayah resmi jadi DOB. Yakni Morotai dan Pulau Taliabo dan akan menyusul Pulau Obi serta Galela Loloda, sedangkan lainnya masih dalam proses.

“Pemprov Malut tidak menghalangi pemekaran sepanjang memenuhi syarat dan memperjuangkannya tidak menimbulkan perpecahan di wilayah itu,” katanya.

Saat ini, Pemprov Malut juga tengah memperjuangkan pemekaran Sofifi menjadi kota otonom terpisah dari induknya Kota Tidore Kepulauan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA