Pose Nuriyah alias Umriyah beÂgitu meyakinkan. Berseragam Polri lengkap berpangkat bintang dua di pundak dan tongkat koÂmanÂdo di genggaman tangan kaÂnanÂnya, dia tersenyum.
Tapi, NuÂriyah adalah Polisi Wanita (PolÂwan) gadungan. Foto seukuran posÂter lainnya memuat tampang Nuriyah berseragam Bupati. LengÂkap dengan topi kebesaran dan wing di dadanya, Nuriyah tamÂpil layaknya bupati sungguhan.
Namun, dua foto yang semula terpampang di dinding ruang tamu dan kamar Nuriyah itu, kini hanya tertumpuk di ruang tempat penyimpanan barang bukti Sub Direktorat Uang Palsu Direktorat Ekonomi Khusus Bareskrim MaÂbes Polri.
Soalnya, kepolisian meÂÂnyangka, pemalsu dan pengeÂdar upal ini menggunakan foto untuk menjerat para korban aksi kriminilnya. “Dia mengaku perÂnah jadi polisi dan bupati,†kata DiÂrektur II Ekonomi Khusus BaÂreskrim Brigjen Arif Sulistyo.
Menurut Arif, modus operandi pemalsuan dan peredaran upal oleh Nuriyah alias Umriyah suÂdah diidentifikasi sejak lima taÂhun silam. Tapi, setelah bebas dari penjara, Nuriyah kembali diÂringkus jajaran Sub Direktorat Uang Palsu dan Polresta Bogor.
Kali ini, polisi menyita uang ruÂpiah pecahan Rp 100 ribu, toÂtalnya Rp 2,7 juta. Selain itu, terÂdapat pula uang kertas mata uang Brasil, mata uang Cina, dan uang kertas Singapura pecahan 10 ribu dolar Singapura sebanyak 153 lembar. Uang kertas pecahan ruÂpiah dan pecahan mata uang asing yang diamankan kepoÂliÂsian, totalnya 59847 lembar.
Barang bukti yang disemÂbuÂnyiÂkan di dalam bunker kamar terÂsangka, seluruhnya bernoÂminal Rp 1,2 triliun. Kini, gepoÂkan upal tersebut disimpan di Polresta Bogor.
“Bukan hanya diÂsimpan seÂbaÂgai barang bukti, uang-uang itu juga diteliti,†tandasnya.
Penelitian mengenai upal diÂlaÂkukan dengan memeriksa maÂteÂrial kertas dan mutu cetakan. KeÂpoÂlisian juga berkoordinasi deÂngan Bank Indonesia (BI) Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu Badan Intelijen Negara (BoÂtasupal BIN) dan Peruri.
Menurutnya, upal itu nyaris sama dengan uang rupiah asli. KaÂrena hal itu, polisi melacak pabÂrik tempat pembuatan upal terÂsebut. Arif belum mau memÂbeberkan tempat yang diduga seÂbagai lokasi pencetakan upal.
“Kami sedang dalami modus operandi pencetakan upal dan unÂtuk kepentingan apa upal dicetak dan disebarluaskan ke masÂyaÂraÂkat,†katanya. Kendati begitu, dia tak membantah bila pabrik penÂcetakan upal Nuriyah diduga beÂraÂda di wilayah Jakarta.
Berkaitan dengan penanganan kasus ini, Arif mengingatkan, seÂiring pelaksanaan pemilu, umumÂnya kasus peredaran upal meÂningkat. Sebab, kebutuhan uang partai peserta pemilu, capres dan caleg biasanya sangat besar.
Kecenderungan ini meÂmungÂkinan tim kampanye parpol, penÂdukung capres, dan caleg tertentu menggunakan upal untuk kepenÂtingan kampanyenya. Oleh kaÂrenanya, dia meminta masyarakat waspada.
Kepala Biro Humas BI Difi JoÂhansyah menyebutkan, kecenÂdeÂruÂngan peredaran upal menjelang pemilu sudah diantisipasi. MeÂkaÂnisme antisipasi dilakukan BI dengan cara mengedepankan dua langkah pengawasan. “Pertama, upaya preventif. Kedua, upaya repÂresif,†katanya.
Upaya preventif dilakukan deÂngan cara mengoptimalkan peÂngaÂwasan peredaran uang oleh tim internal BI. Optimalisasi peÂngawasan itu, kini difokuskan di wilayah-wilayah terpencil dan perbatasan.
Pilihan meningkatkan eskalasi peÂngawasan di wilayah terpencil dan perbatasan, dipicu tingkat peÂmahaman masyarakat tentang uang palsu yang masih rendah. Lalu, pertimbangan bahwa wilaÂyah perbatasan kerap dijadikan sarana transit atau lalulintas maÂnusia dari wilayah lain, serta tingÂginya angka kerusakan uang.
Selanjutnya, berkaitan upaya represif dalam penanganan perÂkara peredaran upal, BI beÂrÂkoorÂdinasi dengan penegak hukum. “Soal represif, ini berkaitan deÂngan langkah penegakan hukum. Kita serahkan sepenuhnya ke taÂngan yang berwajib,†ucapnya.
Senada Arif, dia sependapat bila pengawasan peredaran upal leÂbih diefektifkan untuk meÂnganÂtisipasi kemungkinan meÂlonÂjakÂnya peredaran upal menjelang peÂmilu. Ditambahkan, pengetatan pengawasan peredaran upal ditempuh agar stabilitas rupiah menjelang dan sesudah pemilu terjaga.
Kilas BalikPelaku Lainnya Masih DiburuTersangka Nuriyah alias UmÂriah yang menyembunyikan uang palsu di bunker rumahnya, berkicau lewat akun twitternya.
Isi kicauannya secara terang-terangan menyebut nama bekas Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf. Dede dikatakan terlibat peredaran upal di wilayah Bogor, Jawa Barat.
Menjawab tudingan tersebut, politisi yang pindah dari PAN ke Partai Demokrat ini menepis keÂras. Dia mengatakan, sama sekali tidak kenal Nuriyah. Ia meminta Nuriyah mencabut perÂnyaÂtaÂanÂnya dan meminta maaf. Bila tiÂdak, Dede mengancam meÂlaÂporÂkan Nuriyah ke kepolisian.
“Saya benar-benar merasa diÂfitnah dan bisa merugikan nama baik. Jangankan berkomunikasi, mengenal saja tidak! Saya tahu masalah ini dari pemberitaan dan twitter dia,†jelas Dede dalam siaÂrÂan persnya.
Selebihnya, jajaran Polresta Bogor, hingga akhir pekan lalu maÂsih menyelidiki dugaan keterÂlibatan pihak lain. Kapolresta BoÂgor AKBP Bahtiar Ujang PurÂnama, menyatakan, Umriyah yang berusia 46 tahun adalah warÂga Kampung Legok MunÂcang, Kelurahan Cipaku, Bogor Selatan, Kota Bogor sudah ditaÂhan di Polresta Bogor.
“Kami masih selidiki tempat pembuatan atau percetakan uang palsu yang diduga ada di Jakarta. Kami juga masih memburu tiga pelaku lainnya,†katanya.
Lebih lanjut Bahtiar menjeÂlasÂkan, dalam penggeledahan di keÂdiaman pelaku, polisi meÂngaÂmanÂkan barang bukti uang palsu Rp 1,2 triliun dengan pecahan, 27 lembar uang palsu pecahan Rp 100 ribu, 50.549 lembar uang Brazil pecahan 5.000 real dan 400 lembar uang Brazil 1 real, 1718 lembar uang pecahan Rp 100 ruÂpiah, dan 153 lembar uang dolar Singapura pecahan 1.000 dolar Singapura.
“Selain barang bukti berupa uang palsu senilai Rp 1,2 triliun, juga ditemukan barang bukti lainÂnya berupa plat sertifikat palsu dari bank Swiss yang terbuat dari tembaga,†katanya. Plat itu, diduga digunakan tersangka dan kelompoknya untuk mencetak uang palsu.
Menurut AKB Bahtiar, pelaku menjalankan peredaran uang palÂsu di Kota Bogor dan kota-kota besar lainnya selama kurun waktu lima tahun.
“Uang ini untuk diÂgandakan dan sebagai alat tranÂsaksi meÂreka,†ujarnya.
Di hadapan petugas, pelaku meÂngelak tuduhan sebagai peÂngeÂdar uang palsu.
Nuriyah juga mengaku bahwa foto dirinya yang menggunakan seragam poÂlisi
berpangkat Inspektur Jenderal dan bupati hanya untuk kenang-kenangan. “Saya cuma iseng saja, biar masyarakat percaya saya puÂnya uang banyak,†katanya.
Lebih lanjut, ibu empat anak ini mengaku sempat dipenjara di Sukabumi pada 2010 dalam kaÂsus uang palsu. “Saya ditahan 1 tahun, karena kedapatan mÂeÂnyimpan uang palsu. Setelah bebas, saya tergiur lagi pada bisÂnis ini karena untungnya besar,†ucapnya.
Dia menampik bahwa aksinya mengedarkan uang palsu terkait persoalan politik atau pemilu.
Uang Palsu Masuk Sistem Sangat BerbahayaYanuar Rizki, Pengamat Ekonomi
Peneliti Aspirasi Indonesia Research Institute Yanuar Rizki mengingatkan, peredaran uang palsu perlu diwaspadai secara ekstra. Identifikasi mengenai ini bisa dilakukan lewat dua meÂkanisme. “Apakah kejaÂhaÂtan peredaran upal masuk ke daÂlam sistem atau tidak,†katanya.
Dia mengidentifikasi, pereÂdaÂran upal di dalam sistem bisa sangat membahayakan. MaÂsaÂlahÂnya, uang palsu tersebut masuk ke jaringan perbankan. Oleh sebab itu, tidak salah bila pengetatan sistem di perbankan dilakukan secara komprehensif.
Lebih jauh, kejahatan pereÂdaÂran upal terkait pelaksanaan pemilu, menurutnya masih terÂjadi di luar sistem. Biasanya, biÂlang dia, kepentingan upal hanya sebatas untuk kampanye atau money politics.
“Sifat penÂdistribusiannya langÂsung. Tidak melalui meÂkaÂnisÂme perbankan,†katanya.
Dia menyatakan, pemilik upal biasanya alergi bila berÂsinggungan dengan bank.
Sebab, kepemilikan upal terÂseÂbut bisa mudah diketahui. LeÂbih jauh, dikemukakan, peÂmanÂfaaÂtan upal untuk kepentingan poÂlitik uang juga tidak dilaÂkuÂkan secara keseluruhan. BiasaÂnya, dari 10 lembar uang, paÂling banter ada satu atau dua yang palsu.
Yang jelas, kata dia lagi, peÂmanÂfaatan upal untuk keÂÂÂpenÂtingan pemilu belum maÂsuk kaÂtegori kejahatan luar biasa. SeÂbab, sifat dan pemanfataannya masih memakai pola traÂdiÂsioÂnal. Alias, tak memanfaatkan tekÂnologi. Sekalipun begitu, dia meminta, pengawasan baik oleh BI maupun penegak huÂkum seputar peredaran upal pada masa jelang pemilu dan pra pemilu ditingkatkan.
Uang Palsu Tidak Selalu Jelang PemiluDesmond J Mahesa, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Desmond J Mahesa menilai, kejahatan uang palsu dapat membawa dampak sistemik terhadap perekonomian.
Dia menolak anggapan bahÂwa persoalan peredaran upal ini senantiasa muncul tatkala muÂsim pemilu.
“Sebenarnya tidak selalu beÂgitu. Mungkin saja, waktunya kebetulan berdekatan dengan masa pemilu,†tegasnya. SeÂbab, kata dia, penggunaan upal untuk kepentingan kampanye sangat berisiko terhadap keÂlangsungan partai politik dan karir politisi.
Oleh sebab itu, upaya peÂlangÂgaran hukum model deÂmiÂkian pasti akan dihindari. Dia mendesak, sosialisasi mengeÂnai bentuk dan rupa uang mesti diÂlakukan secara berÂkeÂsinÂamÂbungan. Dia pun mengapresiasi langkah kepolisian dan Bank Indonesia yang mengupayakan penanggulangan terhadap peredaran upal.
Lebih lanjut, dia berpesan, persoalan pemalsuan dan peredaran upal di Bogor, Jabar menjadi pelajaran berarti bagi aparat. Mencuatnya persoalan ini, hendaknya, diselesaikan seÂcara tuntas. Sinyalemen yang menyebutkan adanya pabrik pemÂbuatan upal di wilayah JaÂkarta, seyogyanya dibuktikan. “Bukan hanya statemen kosong tanpa bukti,†tandasnya.
Terlebih, urainya, pelaku beÂlaÂkangan menyebut nama poÂlitisi terlibat dalam skandal ini. Kalau pernyataan tersangka itu tak bisa dibuktikan, tentunya peÂnyidik bisa menjerat tersangÂka dengan pasal tambahan. Apalagi, pernyataan itu disamÂpaikan melalui media sosial yang nota bene bisa diakses siapa pun dan di belahan dunia manapun. “Jadi jangan berÂpaÂtokan pada KUHP saja. Bisa juga gunakan Undang Undang ITE,†kata anggota DPR dari Partai Gerindra ini. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: