Pengusaha Siti Hartati Murdaya menjadi saksi bagi anak buahnya, General Manager Supporting PT Hartati Inti Plantations (HIP) Yani Ansori yang menjadi terdakwa perkara suap Bupati Buol Amran Batalipu di Pengadilan Tipikor, Jakarta, kemarin.
Dalam sidang ini, Hartati tidak menyangkal percakapannya deÂngan Arim, staf financial conÂtroller PT HIP yang disadap tim KPK pada Juni 2012. Hartati meÂngakui, rekaman percakapan via telepon yang diputar jaksa penunÂtut umum (JPU) itu, adalah suaÂraÂnya dan suara Arim.
Saat hakim memintanya menÂjaÂbarkan kronologi pemberian uang, Hartati mengaku tak kuasa menolak permintaan Arim. NaÂmun, dia menampik bahwa pemÂberian uang itu dikaitkan dengan urusan Pilkada. Penolakan diÂdaÂsari permintaan yang terlampau beÂsar serta kondisi peÂruÂsaÂhaanÂnya yang terpuruk. “Saya sudah pernÂah menolak permintaan meÂnyumbang untuk pilkada,†ujarnya.
Hartati menuturkan, untuk membangun perusahaan, dia terÂpaksa banyak mengalah. “Saya mengalah. Apa permintaan Arim, saya kasih,†katanya.
Pernyataan Hartati itu untuk menanggapi rekaman berisi peÂrÂnyataan Arim mengenai kendala penerbitan surat izin penggunaan lahan. Soalnya, merujuk aturan yang ada, lahan seluas 4500 hekÂtar memerlukan tanda tangan dari sedikitnya 10 anggota tim lahan kabupaten.
“Terus gimana. Itu kan satu-satu perlu dikasih. Kamu kasih berapa,†ujar suara Hartati dalam reÂkaman itu. Arim menjawab, “Iya seperti itu, Bu. Per orang 10 juta.†Kemudian Hartati berkata, “PoÂkoknya cepat saja. Kamu kasih dululah. Tapi, kamu jangan pulang sebelum suratnya selesai.â€
Selesai urusan dengan tim laÂhan kabupaten, pemutaran reÂkaÂman hasil sadapan KPK berlanjut pada upaya memenuhi perÂminÂtaan Amran Batalipu.
“Kasih aja. Kita kan baru kasih satu kilo. Masih ada tiga kilo lagi. Nanti dia masih akan kejar kita,†kata Hartati kepada Arim dalam rekaman itu. Mendengar rekaman tersebut, hakim Anwar bertanya kepada Hartati mengenai istilah satu kilo itu. Hartati yang berÂstaÂtus terÂsangka kasus ini menÂjeÂlaskan, satu kilo yang dia makÂsud adalah Rp 1 miliar.
Tapi, Hartati menyatakan, dia tiÂdak tahu bahwa uang itu disetor langÂÂsung Arim kepada Amran. PaÂdahal, lanjutnya, uang terseÂbut unÂtuk kepentingan maÂsyaÂraÂkat sekitar perkebunan PT HIP. “Itu dana sosial untuk kepenÂtiÂngan pemÂbaÂngunan jalan dan masjid,†akunya.
Lebih jauh, saat diminta menÂjelaskan peran Direktur PT HIP Totok Listiyo dalam kasus ini, Hartati menangis. Dia meÂngaÂtaÂkan, bekas anak buahnya itu perÂnah dia pecat dari perusahaan dan dilaporkan ke polisi.
“Dengan berat hati, RUPS perusahaan memberhentikan Pak Totok. Kami pun melaporkan dia ke polisi,†ujarnya terbata-bata.
Melihat Hartati menangis, maÂjelis hakim menghentikan sidang sejenak. Majelis memberikan kesempatan kepada Hartati untuk membasuh air matanya dan miÂnum. Begitu Hartati tenang, sÂiÂdang dilanjutkan untuk menÂdeÂngarkan kesaksian Totok Listiyo.
Dalam kesaksiannya, Totok paÂsang badan. Dia mengaku dapat meÂnerima pemecatan karena perÂnah memberi perintah membÂerÂiÂkan uang kepada Amran tanpa sepengetahuan Hartati. “PerÂsoaÂlan pemberian uang itu, tanpa seÂpengetahuan Ibu. Saya yang meÂngatur semua,†katanya.
Menurut Totok, pemberian dana Rp 3 miliar itu dicairkan melalui beberapa lembar cek. Proses pencairan dilakukan Arim. Penyaluran uang yang menurut Hartati tak sesuai tujuan semula itu, membuatnya geram. Hartati mengaku, selain memecat dan meÂlaporkan Totok ke polisi, dia juga memarahi Arim.
“BelaÂkaÂngan saya tahu, uang diserahkan Arim langsung ke Amran. Itu bikin saya marah. Saya bilang ke Arim, otak kamu secangkir,â€tegasnya.â€
REKA ULANG
Yani Didakwa Sebagai Pengantar Uang
Indikasi keterlibatan sejumlah nama dalam kasus suap Bupati Buol Amran Batalipu, antara lain terlihat dalam surat dakwaan General Manager Supporting PT Hartati Inti Plantations (HIP) Yani Ansori.
Dalam dakwaan itu, pada 15 Juni 2012, staf financial conÂtrolÂler PT HIP Arim diperintahkan Direktur Utama PT HIP Siti HarÂtati Murdaya dan Direktur PT HIP Totok Listiyo berangkat ke Buol untuk mengambil uang Rp 1 miliar dari Seri Shiritorn, GeÂneral Manager Finance PT HIP.
Uang itu dibungkus dalam tas ransel. Tas itu juga berisi surat yang diminta Hartati dan tinggal ditandatangani Amran. Surat diserahkan kepada Amir Togila, Asisten 1 Pemkab Buol/Ketua Tim Panitia Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, PerÂÂtanian, Perkebunan, PerÂtamÂÂbaÂÂngan dan Kehutanan KaÂbupaten Buol.
Surat itu adalah, surat rekoÂmenÂdasi tim lahan Kabupaten Buol atas permohonan izin lokasi PT Sebuku Inti Plantations (anak perusahaan milik Hartati) seluas 4.500 hektar. Lalu draf surat BuÂpati Buol kepada Gubernur SulÂteng perihal izin usaha perÂkeÂbuÂnan atas nama PT CCM seluas 4.500 hektar. Surat Bupati Buol kepada Menteri Agraria/Kepala BPN perihal permohonan kÂeÂbijakan HGU kebun sawit seluas 4.500 hektar atas nama CCM/HIP. Serta surat Bupati Buol kepada Direktur Sebuku Inti Plantations.
Lalu, pada 18 Juni 2012, Arim dan Yani Ansori menyerahkan Rp 1 miliar kepada Amran di rumah Amran, Jalan Mawar Nomor 1, Kelurahan Leok I, Buol. EsokÂnya, surat yang tinggal diteken Amran itu diserahkan kepada Arim dan Yani melalui Amir Rihan Togila.
Pada 20 Juni 2012, berdasarÂkan dakwaan ini, Hartati dan Totok memerintahkan Arim kemÂbali menyiapkan dana Rp 2 miliar untuk diserahkan kepada Amran. Uang itu diberikan guna menÂdapatkan surat Bupati Buol untuk Menteri Agraria/Kepala BPN. Tujuannya, agar BPN tidak meÂnerbitkan sertifikat HGU bagi PT Sonokeling Buana yang laÂhannya bersinggungan dengan lahan PT HIP.
Uang itu diserahkan melalui transfer Rp 500 juta ke rekening Direktur Operasional PT HIP Gondo Sudjono Notohadi Susilo di Bank Mandiri. Lalu, transfer Rp 500 juta lagi di Bank Mandiri atas nama Dede Kurniawan, Manager Keuangan PT HIP. Rp 250 juta ke rekening Seri ShiriÂtorn di BNI, Rp 250 juta ke reÂkeÂning Benharh Rudolf Galenta, kepala bagian finance dan payroll PT HIP di BNI, lalu diserahkan kepada Yani Ansori. Sisanya, Rp 500 juta dibawa tunai Gondo sebesar Rp 250 juta dan Dede Kurniawan Rp 250 juta.
Pengiriman melalui transfer Rp 1 miliar, dicairkan Gondo, Dede Kurniawan dan Sukirno. Uang itu digabungkan dan dimasukkan ke dalam dua tas ransel. Ketiganya, bersama Yani Anshori memÂbeÂriÂkan uang itu kepada Amran di guest house perkebunan PT HIP.
Selanjutnya, pada 26 Juni 2012, Yani, Sukirno dan Dede meÂnuju Villa Amran di Kelurahan Leok dengan dua mobil dan memÂbawa dua kardus berisi Rp 2 miliar. Tiba di villa, mereka meÂnyerahkan uang kepada Amran. Tapi ketika pulang, mereka ditangkap petugas KPK.
Kemarin, saat diminta hakim untuk memeriksa bukti-bukti yang meliputi surat pengajuan penggunaan lahan, persetujuan tim pengelola lahan kabupaten serta Bupati Buol atas pengÂgunaan lahan sawit di Buol, beÂriÂkut bukti transaksi, saksi meÂnyatakan tidak tahu perihal doÂkumen-dokumen tersebut.
Saksi, Tersangka Dan Terdakwa Punya Porsi
Didi Irawadi, Anggota Komisi III DPR
Politisi Partai Demokrat Didi Irawadi berharap, kasus duÂgaan suap yang melilit peÂngusaha Siti Hartati Murdaya cepat tuntas. Dengan begitu, keÂpastian hukum dan penegakan hukum kasus ini menjadi jelas atau pasti.
Dia menjabarkan dua hal krusial yang perlu dicermati daÂlam pengusutan kasus ini. Hal pertama, proses hukum idealÂnya dilakukan secara prÂoÂporÂsional. “Proses kasus hukum ini secara proporsional dan proÂfeÂsioÂnal,†katanya.
Didi juga berharap, siapa pun yang diduga bersalah dapat ditindak sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku.
Hal kedua, bagi Didi, adalah mendoakan agar Siti yang merupakan kader Demokrat itu mampu menghadapi persoalan hukum ini dengan baik. Dalam kaitan ini, dia mengharapkan, tuduhan-tuduhan yang dialaÂmatkan kepada Hartati sebagai tersangka kasus ini dibuktikan secara konkret. Bukan tuduÂhan semata.
Dia mengingatkan, dalam persidangan, semua tuduhan haÂrus diuji. Hal ini penting agar terÂdakwa nantinya mendapat voÂnis yang sesuai dengan perÂbuatannya. “Untuk itu, saya menÂdoakan agar Ibu Hartati bisa melewati semua proses huÂkum dengan baik,†tuturnya.
Tim advokasi Partai DemokÂrat ini, pada prinsipnya sangat mengapresiasi langkah hukum yang ada. Pada bagian lain, dia juga meminta semua pihak menghormati upaya hukum yang dilakukan terdakwa mauÂpun tersangka dalam kasus ini.
“Semua pihak, baik lembaga penegak hukum dan jajarannya maupun pihak saksi, tersangka dan terdakwa punya porsi masing-masing. Ini harus diberi ruang dan tempat yang sesuai,†katanya.
Tergantung Kejelian Jaksa Dan Hakim
Marwan Batubara, Koordinator LSM KPKN
Koordinator LSM KoÂmite Penyelamat Kekayaan NeÂgara (KPKN) Marwan Batubara berpendapat, apapun dalil para pihak yang diduga bermasalah dengan hukum, umumnya berÂtujuan meloloskan diri dari jerat hukum.
Menurutnya, kesaksian yang disampaikan pengusaha Siti Hartati Murdaya henÂdakÂnya diÂcermati secara ekstra. Bukan tiÂdak mungkin, kesakÂsiannya meÂmiliki tujuan agar luput dari anÂcaman hukum yang membelitnya.
Penilaian itu disampaikan dari adanya ketidaksinkronan keterangan Hartati. “Ada keÂsaksian yang tidak konsisten. Ini harus dicermati,†katanya.
Marwan menilai, kecenÂdeÂrungan saksi mengubah keteÂraÂngan dilatari motivasi tertentu. “Kadang saksi melakukan hal seperti itu agar lolos dari semua tuduhan,†kata bekas anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ini.
Tapi, lanjut Marwan, sepanÂjang jaksa penuntut umum dan majelis hakim cermat, hal seÂperti itu pasti terbongkar deÂngan mudah. “Sebaiknya siapa pun bersikap jujur. Karena keÂjujuran ini akan meringankan hukuman,†tuturnya.
Dia mengemukakan, kasus duÂgaan suap seperti ini masih banyak terjadi di berbagai wilaÂyah. Dia berandai-andai, jika kasus ini ditangani penegak huÂkum lain, mungkin ceritanya juga bisa berbeda.
Beragam kasus lahan perÂkeÂbunan sawit, tambang dan seÂjeÂnisnya kerap terjadi. Tapi efekÂnya, lanjut Marwan, tidak seÂdahsyat ketika ditangani KoÂmisi Pemberantasan Korupsi. Lantaran itu, dia berharap KPK lebih eksis dalam menindak kaÂsus-kasus serupa. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: