Surat Menkeu itu dibuat 8 Juni 2012 dengan nomor: S-396/MK.011/2012. Judul suratnya: Usulan Perubahan atas PegemÂbaÂÂngan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda. LamÂpiÂrannya dua lembar, status suratÂnya: segera. dan hanya ditemÂbusÂkan kepada Wakil Menteri KeuÂangan dan Kepala Badan KebijaÂkan Fiskal, Kementerian KeuaÂngan.
Perpres yang dimaksud adalah Perpres No 86 Tahun 2011 tenÂtang Pengembangan Kawasan StraÂteÂgis dan Infrastruktur Selat SunÂda, ditandatangan Presiden SBY 2 Desember 2011, masuk lemÂbar neÂÂgara Republik InÂdonesia tahun 2011 nomor 126. Perpres ini menÂcaÂbut Keppres No 36 Tahun 2009 tentang Tim NaÂsional PerÂsiapan Pembangunan Jembatan Selat Sunda.
Perbedaan antara isi surat MenÂkeu ke Menteri PU dengan isi PerÂpres bisa dilihat dari beberapa poin di bawah ini:
Pertama, dalam surat Menkeu disebutkan fokus pengembangan inÂfrastruktur adalah pembaÂnguÂnan jembatan. Padahal, dalam PerÂÂpres jelas-jelas tertera bahwa ruang lingkup pembangunannya adalah pengembangan kawasan strategis dan infrastruktur Selat Sunda. Itu bisa dilihat dalam Bab I Pasal 1 ayat 2 disebutkan kawaÂsan strategis Selat Sunda meliput kaÂwasan darat, pulau dan laut yang terletak di Provinsi LamÂpung, Provinsi Banten dan kawaÂsan lain yang ditetapkan berdaÂsarÂkan suatu rencana pengemÂbangan. KemuÂdian, dalam ayat 3, infrastruktur Selat Sunda meliÂputi jembatan tol, jalan kereta api, utilitas, sistem naÂvigasi, pelayaÂran dan infrastruktur lainnya di Selat Sunda, termasuk energi terÂbaÂrukan yang terinteÂgritasi, mengÂhubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.
Kedua, dalam surat Menkeu diÂsebut Menteri Pekerjaan Umum bertindak sebagai penanggung jaÂwab proyek kerja sama. Ini berÂbeda dengan Perpres yang meÂnyeÂbut pengembangan kawasan straÂtegis dan infrastruktur Selat Sunda dipegang oleh Badan PengemÂbang yang terdiri dari Dewan PengaÂrah yang diketuai MenÂko PereÂkonomian dan Badan PelakÂsana. Ini bisa dilihat dalam Bab II Pasal 5, 6, 7 dan 8. Dalam DeÂwan Pengarah, Menteri PU diÂposisikan sebagai Ketua Harian, seÂdangkan Menteri Keuangan hanya sebagai anggota. SelanjutÂnya Badan Pelaksana diangkat PreÂsiden atas usulan Dewan Pengarah.
Perbedaan ketiga, surat MenÂkeu telah menghilangkan peran Pemrakarsa yakni konsorsium BanÂten-Lampung dalam pelakÂsaÂnaan proyek kerja sama. Dalam suÂrat Menkeu peran Pemrakarsa diÂhilangkan dan diserahkan seÂpenuhnya kepada Menteri PU seÂbagai penanggung jawab proyek kerja sama. Keberadaan PemraÂkarÂsa sendiri diatur dalam Perpres Bab III Pasal 21, 22, 23, 24 dan 25. Karena peran Pemrakarsa diÂhiÂÂÂlangkan, maka dalam surat MenÂkeu disebutkan, Menteri PU berÂwenang melakukan penyiapan proÂyek pembangunan infrasÂtrukÂtur Selat Sunda yang meliputi stuÂdi keÂlayakan dan basic design, renÂcaÂna bentuk kerja sama dan renÂcana peÂnaÂwaran kerja sama yang menÂcakup jadwal, proses dan cara peÂnilaian. Sedangkan daÂlam Perpres Pasal 24 sangat jeÂlas disebut tugas itu harus dikerÂjakan Pemrakarsa.
Perbedaan paling menonjol terkait pembiayaan. Dalam surat MenÂkeu disebut semua biaya yang diperlukan dalam penyiapan proÂyek pembangunan infrasÂtruktur SeÂlat Sunda bersumber dari APBN. Padahal dalam PerÂpres PaÂsal 22 ayat 2 disebutkan, seÂluruh pembiayaan persiapan proÂÂyek dibebankan ke PemraÂkarÂsa. Meski ada ketentuan seperÂti daÂlam Pasal 25 ayat 1 dan 2, daÂlam hal peÂmeÂrinÂtah membatalÂkan proÂyek, PemraÂkarsa berhak memÂpeÂroleh kompensasi dari pemeÂrintah atas biaya penyiapan proyek berÂdasarkan hasil penilai indeÂpenÂden yang ditunjuk badan pelaksana.
Anggota Komisi V DPR yang salah satunya membidangi masaÂlah infrastruktur, Saleh Husin mengamini isi surat Menkeu dan Perpres yang dipegang Rakyat MerÂdeka dengan yang dimiliÂkiÂnya. Dia kecewa Menkeu mengiÂrim surat ke PU tersebut. Salah saÂÂtunya soal pendanaan studi keÂlayakan Jembatan Selat Sunda diÂserahkan ke APBN.
Soalnya, kata dia, nilai studi keÂlayakan ini dapat menghabisÂkan dana hingga Rp 1 triliun. “Banyak investor dari negara lain yang berÂsedia mendanainya, keÂnapa harus membebani anggaran negara yang terbatas?†kata Husin.
Kata dia, dana APBN Rp 1 triÂliun akan lebih baik digunakan unÂÂtuk mendanai program pro-rakyat lain yang tidak menarik bagi investor.
Menteri Keuangan Agus MarÂtowardojo mengaku telah mengiÂrim surat ke Menkeu terkait pemÂbangunan Jembatan Selat Sunda. Terkait pendanaan dibebankan ke APBN, dia memberikan alasanÂnya. “Kalau mengarah ke proyek beÂsar, pemerintah yang menjadi pengguÂna fasilitasnya lebih baik merenÂcanakannya dulu sendiri daÂripada nanti menggantungkan diri kepada pihak ketiga,†ujar MenÂkeu, di JaÂkarta, Kamis malam (28/6).
Menkeu menyatakan, proyek pembangunan yang diperkirakan menghabiskan anggaran sekitar Rp150 triliun ini akan didanai seÂpenuhnya oleh swasta, dan peÂmeÂrintah ingin memberikan jamiÂnan yang baik kepada investor dengan melakukan studi kelayaÂkan yang diperlukan.
Menkeu Akan Kami Panggil
Hary Azhar Aziz, Wakil Ketua Komisi XI DPR
Wakil Ketua Komisi XI DPR Hary Azhar Aziz menjanjikan akan segera memanggil MenÂkeu Agus Martowadojo untuk dimintai keterangan terkait suÂratnya ke Menteri PU yang meÂnyebut biaya pelaksanaan studi kelayakan dan basic design Jembatan Selat Sunda (JSS) diÂbiayai negara melalui APBN.
“Kita akan tanya apa alasan Menkeu itu nanti di DPR,†ujar Hary yang mengaku kaget seteÂlah menerima salinan suratnya.
Menurut Hary, jika beban biaÂya pelaksanaan studi kelayaÂkan dan basic design JSS itu dibebankan pada APBN, maka itu masuk pos anggaran KeÂmenÂÂterian PU. Namun demiÂkian, dia menambahkan, surat Menkeu tersebut berpotensi meÂmicu persoalan baru karena bertentangan dengan Peraturan PreÂsiden (Perpres) Nomor 86 taÂhun 2011 tentang PengemÂbaÂngan Kawasan Strategis dan InÂfrastruktur Selat Sunda.
“Kecuali kalau sudah ada perÂpres baru menggantikan perÂpres itu. Kalau tidak, maka surat MenÂkeu itu akan menimbulkan masaÂlah karena bertentangan dengan perÂpres yang ada,†ujarnya.
Dalam Politik, Ini Pembangkangan
Ikhsan Tualeka, Pengamat Kebijakan Publik
Pengamat Kebijakan PuÂblik, Ikhsan Tualeka menilai, apa yang dilakukan Menkeu Agus Martowardojo mengirim surat ke Menteri PU Djoko KirÂmanto soal pembangunan JemÂbatan Selat Sunda (JSS) yang berÂbeda dengan Peraturan PreÂsiden sebagai tindakan pemÂbangÂkangan seorang menteri kepada Presiden.
“Dalam Perpres Jembatan SeÂlat Sunda mengatur bahwa perÂsiapan proyek seperti studi kelaÂyakan diserahkan ke PeÂmraÂkarsa yang terdiri dari KonsorÂsium BanÂten-Lampung, namun, faktaÂnya Menkeu main sok jago-jaÂgoan dengan mengeÂluarÂÂkan surat yang hanya meÂnunjuk Menteri PU sebagai peÂlaksana, kemudian anggaranÂnya juga semua dari APBN. Ini kan nyeleneh, masa Peraturan PreÂsiden dilawan surat menÂteri,†kata Ikhsan.
Kata dia, dalam ketatanegaÂraÂÂan, keputusan menteri itu jeÂlas di bawah keputusan presiden.
Dia menambahkan, surat MenÂkeu ini preseden buruk. KaÂrena menunjukkan ketidakÂpasÂtian kebijakan pemerintah. “Toh, menjadi fakta bahwa menteri saja bisa mengeluarkan kebijaÂkan yang isinya bertenÂtangan deÂngan kebijakan presiÂden. Kalau daÂlam istilah politik ini namanya pembangkangan. Presiden harus berani ambil tinÂdakan kepada menÂteri keuangÂan atas pembangÂkangannya ini,†sarannya.
Dia juga tidak setuju studi keÂlayakan pembangunan JemÂbaÂtan Selat Sunda (JSS) mengÂguÂnakan duit APBN. “Kalau pakai duit APBN berarti pakai anggaÂran Kementerian PU. Lha, sekaÂrang saja PU masih kesulitan beÂresin jaÂlan-jalan, ini malah haÂrus diÂpakÂsa biayai studi keÂlayakan JemÂÂbatan Selat Sunda. Apa nggak bakalan tekor tuh,†tegasnya.
Dia menyarankan duit di APBN lebih baik dialokasikan ke sektor-sektor prioritas seperti kesehatan, pendidikan dan kemiskinan.
Dia juga menyarankan, jaÂngan sampai persoalan ini memÂperburuk Indonesia di maÂta investor. “Selama ini, invesÂtor kabur dari Indonesia karena tidak ada konsistensi pemerinÂtah dalam menerapkan regulasi dan komitmen yang telah diseÂpakati. Dalam kasus Jembatan Selat Sunda misalnya, pemerinÂtah telah mengeluarkan Perpres meÂlibatkan investor swasta keÂmudian sekarang mau diubah, kan ini namanya tidak konsisÂten,†terangnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
< SEBELUMNYA
BERIKUTNYA >