RMOL. Nyaris tak terdengar perkembangannya, kasus korupsi di BPOM yang diduga merugikan negara sekitar Rp 12,6 miliar, akhirnya bergulir ke Pengadilan Tipikor. Ada yang ditutup-tutupi?
Empat tersangka perkara koÂrupsi di Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) Badan Pengawas Obat dan MaÂkanan (BPOM) menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, keÂmarin.
Kepala Pusat Penerangan HuÂkum Kejaksaan Agung (KaÂpusÂpenkum Kejagung) Adi ToeÂgarisÂman membenarkan, para terÂsangka kasus korupsi pengadaan alat laboratorium itu, sudah meÂmasuki masa persidangan di PeÂngadilan Tipikor Jakarta. “KeÂemÂpat tersangka sudah sidang seÂmua. Dua tersangka, yakni Siam dan Irmanto sidang pembacaan dakÂwaan hari ini. Sedangkan dua tersangka lainnya, sudah lebih dahulu memasuki masa persiÂdangan,†ujarnya.
Tersangka kasus ini adalah Ketua Panitia Lelang Pengadaan Alat Laboratorium tahun 2008 Irmanto Zamahir Ganin, Pejabat Pembuat Komitmen Pengadaan Alat Laboratorium tahun 2008 Siam Subagyo, Direktur CV MaÂsenda Putera Mandiri, Ediman SiÂmanjuntak dan Direktur PT RaÂmos Jaya Abadi, Surung HaÂsiÂholan Simanjuntak. Dua pihak swasta itu merupakan rekanan BPOM dalam pengadaan alat laboratorium pada tahun angÂgaran 2008.
Para tersangka tersebut, diÂsangÂka Kejaksaan Agung telah meÂlanggar Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Akan tetapi, menurut seorang staf huÂmas Pengadilan Tipikor Jakarta, kasus BPOM baru meÂmaÂsuki sidang perdana. SebeÂlumÂnya, tidak ada sidang perkara terÂseÂbut. “Sidang perdananya baru tadi. Pembacaan dakwaan,†ujarÂnya, kemarin.
Sebelum kemarin, dia belum pernah melihat agenÂda sidang untuk kasus koÂrupsi di BPOM. “Baru tadi sidang BPOM dari KeÂjakÂsaan Agung. Ada dua terÂdakÂwa,†ucapnya.
Pada Februari 2012, Kejaksaan Agung berencana melimpahkan berkas perkara empat tersangka perkara korupsi ini ke Pengadilan TiÂpikor Jakarta. Sebelumnya, berÂkas-berkas itu diteliti Bagian Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JampidÂsus), setelah menerima pelimÂpahÂan dari Bagian Penyidikan pada 17 hingga 20 Februari 2012.
Perkara korupsi ini terjadi pada tahun 2008, saat BPOM menÂjaÂlankan dua proyek pengadaan alat laboratorium senilai Rp 45 miliar dan Rp 15 miliar. Diduga, terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp 12,6 miliar dalam pengadaan tersebut.
Jika dilihat dari perjalanan peÂnaÂnganannya, kasus ini molor ke Pengadilan Tipikor. Soalnya, Kapuspenkum Kejagung Noor Rochmad yang kini menjadi KeÂpala Kejaksaan Tinggi SuÂmatera Utara menyatakan, tersangka kasus BPOM bakal dibawa ke perÂsidangan sebelum tahun baru 2012. Nyatanya, dua tersangka kasus ini baru disiÂdang kemarin.
Noor beralasan, Kejaksaan Agung baru mendapatkan laÂporÂan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) meÂngeÂnai kerugian negara dalam kaÂsus ini pada akhir Desember 2011. Sehingga, tidak bisa memÂbawa kasus tersebut ke tahap peÂnuntutan sebelum tahun baru. Soalnya, waktunya terlalu mepet.
Dia menjelaskan, berdasarkan hasil penghitungan BPKP, nilai kerugian negara dalam perkara ini sekitar Rp 12,6 miliar. PerÂsisÂnya sebesar Rp 12. 665. 816. 339. Hal itu disampaikan Noor di sela-sela jumpa pers mengenai laporan kinerja Kejagung tahun 2011 pada akhir Desember lalu.
Menurutnya, data dari BPKP terÂsebut merupakan faktor penÂting bagi pelengkapan berkas para tersangka untuk dilimÂpahÂkan ke proses penuntutan. LanÂtaran itu, Noor membantah perÂsidangan kasus tersebut molor.
REKA ULANG
4 Tersangka Ditahan Penyidik
Kepala Biro Hukum BPOM Hendri Siswadi menyatakan, pengadaan alat laboratorium pada tahun anggaran 2008 di BPOM berjalan lancar.
Namun, bila Kejaksaan Agung mengendus tindak pidana koÂrupÂsi, pihaknya tidak mengÂhambat proÂses hukum. “LaboÂraÂtoÂriumÂnya jalan kok. Setahu saya, peÂngÂadaan itu transparan dan sesuai prosedur. Tapi, bila kejaksaan meÂnemukan dugaan korupsi, siÂlakan diusut. Kami tidak mengÂhalangi,†katanya kepada Rakyat Merdeka saat kasus ini mulai berÂgulir di Kejagung.
Hendri menyampaikan, pihak BPOM tidak mencampuri urusan hukum yang berjalan. Selama peÂnyelidikan dan penyidikan, lanjut dia, sejumlah staf dan pejabat BPOM pun sudah dimintai keÂterangan. “Siapa pun yang diduga terÂlibat, silakan diproses. Kami siap membuat persoalan ini seÂgeÂra dituntaskan.â€
Bahkan, lanjut Hendri, sejak dua orang BPOM ditahan KejaÂgung, pihak BPOM tidak menÂcamÂpuri proses hukumnya. BPOM pun tidak memberikan banÂtuan hukum. “Karena sudah jadi tersangka, sudah ada peÂngaÂcara mereka masing-masing. SeÂbelumnya memang ada penÂdamÂpingan dari institusi BPOM,†ujar Hendri.
Pada Jumat, 4 November 2011, peÂnyidik Pidana Khusus KejaÂgung menahan dua orang BPOM, yakni Siam Subagyo sebagai PeÂjabat Pembuat Komitmen dan KeÂpala Panitia Pengadaan IrÂmanÂto Zamahir Ganin. “Mereka ditaÂhan karena ada kekhawatiran akan melarikan diri, mengÂhiÂlangÂkan barang bukti dan mengulangi perÂbuatannya,â€ujar KapusÂpenÂkum Kejagung saat itu, Noor Rochmad.
Pada Kamis, 10 November 2011, Kejagung kembali meÂnahan dua tersangka. Keduanya adaÂlah rekanan BPOM dalam peÂngadaan laboratorium itu. MeÂreka adalah Direktur PT Ramos Jaya Abadi, Surung Hasiholan SiÂmanjuntak dan Direktur CV Masenda Putra Mandiri, Ediman Simanjuntak. Mereka ditahan di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Agung.
Kasus ini berawal pada 2008, saat Pusat Pengujian Obat dan MaÂkanan Nasional (PPOMN) BaÂdan Pengawas Obat dan MaÂkanan (BPOM) memiliki proyek peÂngadaan alat laboratorium daÂlam beberapa paket. Paket itu anÂtara lain pengadaan alat laÂboratorium PPOMN dengan angÂgaran Rp 4,5 miliar untuk 66 item baÂrang. Paket kedua yaitu peÂngadaan alat Laboratorium Pusat Riset Obat dan Makanan NaÂsioÂnal (PROMN) dengan jumÂlah daÂna Rp 15 miliar untuk 46 barang.
“Dana pengadaan alat laboraÂtoÂrium berasal dari APBN untuk paket 1 dan paket 2. Anggaran terÂÂsebut berada di bawah Satuan Kerja Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional BPOM,†ujar Noor yang kini menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Setelah melakukan proses peÂleÂlangan, diperoleh pemenang dari masing-masing paket. Dua perusahaan itu adalah, CV MaÂsenÂda Putra Mandiri untuk paket 1 dengan kontrak nomor PL. 01.02.71.1885A tanggal 18 SepÂtember 2008, dengan nilai konÂtrak Rp 43.490.736.956. Paket 2 yaitu PT Ramos Jaya Abadi deÂngan kontrak nomor L PL.01.Â02.Â71.1854A tanggal 16 September 2008, dengan nilai kontrak Rp 13.028.480.420.
Persoalannya, lanjut Noor, pengadaan alat laboratorium paket 1 dan paket 2, disubÂkonÂtrakÂkan CV Masenda Putra ManÂdiri dan PT Ramos Jaya Abadi kepada PT Bhineka Usada Raya (PT BUR), sehingga terjadi selisih harga. “Terjadi kemahalan harga,†tandasnya.
Noor mengatakan, perbuatan itu telah menimbulkan kerugian neÂgara untuk paket 1 sebesar kurang lebih Rp 8.315.137.530, sedangkan paket 2 sebesar kurang lebih Rp 2.526.870.392. BelaÂkangÂan, berdasarkan penghiÂtungÂan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), angÂka kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp 12,6 miliar.
Masyarakat Mesti Tahu Sidang Korupsi
Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Yahdil Abdi Harahap mengÂingatÂkan, demi kepastian huÂkum, mekanisme yang sudah diÂatur dalam KUHAP dan perÂaturan internal Kejaksaan Agung mengenai pemberkasan, mesti dijalankan sesuai tahapÂannya.
Bila setiap tahapan penaÂnganÂan kasus dijalankan sesuai proÂsedur, lanjut Yahdil, maka maÂsyarakat tidak akan curiga. Setidaknya, penanganan perÂkaÂra yang sesuai prosedur, dapat meminimalisir kecurigaan maÂsyarakat. “Kalau berkas sudah P21 atau lengkap, semestinya otoÂmatis berjalan hingga ke peÂngadilan. Semua mekanisme dijalankan saja. Hakim atau jaksa tidak boleh memelintir aturÂan itu, karena memang beÂgitulah aturan pengadilan kita,†ujarnya, kemarin.
Kejaksaan, saran Yahdil, seÂmestinya menyampaikan keÂpada masyarakat mengenai langÂkah mereka mengirim berÂkas para tersangka kasus koÂrupÂsi ke pengadilan. Jika tidak diÂsampaikan, maka masyarakat bisa curiga, fakta baru yang biaÂsaÂnya terungkap dalam perÂsidangan kasus korupsi, seolah-olah ditutupi.
Kemudian, jika persidangan tiÂdak berjalan sesuai mekaÂnisÂme, maka akan terjadi ketiÂdakÂpastian hukum. “Artinya, meÂkaÂÂnisÂme yang seharusnya berÂjalan, kenapa tidak berjalan. Itu tidak boleh terjadi,†ujar angÂgota DPR dari Fraksi PAN ini.
Menurut Yahdil, selama diriÂnya bekerja sebagai peÂngacara, mekanisme persidangan selalu diÂumumkan dan tidak pernah ada masalah. Lantaran itu, dia mengaku kaget jika ada perÂsidangan yang kesannya diÂtuÂtup-tutupi atau tidak diÂumumÂkan kepada masyarakat. Dia juga heran, kenapa sekarang ada sidang yang digelar pada malam hari.
“Aneh, kalau ada sidang kaÂsus korupsi tanpa sepeÂngeÂtaÂhuan masyarakat. Apakah ada maksud agar masyarakat tidak meÂngetahui fakta baru yang terÂungkap dari persidangan?†tanÂdasnya.
Yahdil menambahkan, bila ditemukan ketidakwajaran daÂlam agenda persidangan, maka perlu diusut Komisi Yudisial (KY) atau Mahkamah Agung (MA). “Secara etika, tidak etis meÂlakukan persidangan tanpa seÂpengetahuan publik,†tanÂdasÂnya.
Ketua Pengadilan Mesti Ngecek Persidangan
Sandi Ebeneser, Majelis Pertimbangan PBHI
Anggota Majelis PertimÂbangÂan Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Sandi EbeÂÂneser Situngkir meÂnyamÂpaikan, pada prinsipnya, semua kaÂsus tidak boleh diperÂmainÂkan. Apalagi yang sudah dilimÂpahkan ke penuntutan.
Artinya, proses persiÂdangÂannya harus disampaikan dan terbuka untuk publik. Apalagi, bila kasus itu adalah perkara koÂrupsi yang menyangkut keÂruÂgian negara miliaran rupiah, seÂperti yang diduga terjadi di BaÂdan Pengawas Obat dan MaÂkanan (BPOM).
“Kalau memang Kejaksaan Agung sudah melimpahkan perkara itu ke pengadilan, ya harus disidangkan,†ujar Sandi, kemarin.
Kata Sandi, berdasarkan PaÂsal 143 KUHAP, tidak ada alaÂsan menunda-nunda persiÂdangÂan. Kemudian, berÂdaÂsarÂkan kewenangan, proses penÂetapan agenda dan jadwal perÂsiÂdangan itu ada di pengadilan. Perlu dipertanyakan, apakah peÂngaÂdilan sudah menjalankan keÂwenangannya itu dengan beÂnar. “Yang juga perlu ditaÂnyÂaÂkan, benarkah Kejagung sudah melimpahkan perkara itu ke PeÂngadilan Tipikor,†ujarnya.
Kemarin, Pengadilan Tipikor Jakarta menggelar sidang perÂdana dua terdakwa kasus ini. Tapi, menurut Kapuspenkum KeÂjagung Noor Rochmad, seÂmua tersangka kasus BPOM suÂdah disidangkan. Menurut seÂorang staf humas Pengadilan TiÂpikor, baru dua tersangka kaÂsus ini yang disidangkan.
Lantaran itu, Sandi menyaÂranÂkan Kepala Pengadilan NeÂgeri Jakarta Pusat mengecek apaÂkah benar Pengadilan TiÂpikor Jakarta sudah meÂnyiÂdangkan semua tersangka kasus BPOM. “Jika ada kejadian bahÂwa perkara tidak disidang seÂbagai mestinya, apakah ada perÂmainan,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: