RMOL. Plang kayu dipasang di atas pintu ruangan yang terletak di ujung lorong lantai dua Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Warnanya hijau. Di situ ditulis “Ruang Sidang Perikananâ€.
Sesuai namanya, ruangan itu digunakan untuk menyidangkan perkara-perkara yang berkaitan dengan persoalan perikanan.
Tak banyak yang tahu selama ini ada pengadilan khusus meÂngenai kasus perikanan. PeÂngaÂdilan ini merupakan amanat UnÂdang-undang Nomor 31 Tahun 2004. Pada Oktober 2006, peÂngaÂdilan perikanan dibentuk.
Awalnya hanya ada lima peÂngadilan perikanan yang berada di bawah peradilan umum. Yakni Pengadilan Negeri Jakarta Utara, PeÂngadilan Negeri Medan, PeÂngadilan Negeri Bitung, PeÂngaÂdiÂlan Negeri Tual dan Pengadilan Negeri Pontianak.
Pada 2010 dibentuk lagi dua peÂngadilan perikanan. Yakni di PeÂngadilan Negeri Tanjung PiÂnang dan Pengadilan Negeri Ranai.
Pengadilan ini menyidangkan perkara pelanggaran izin, penÂcurian ikan, penangkapan ikan deÂngan cara bahan yang bisa meÂrusak lingkungan, pelanggaran buÂdidaya ikan hingga pengolahan ikan yang tidak sesuai standar.
Berkunjung ke pengadilan perÂikanan di Pengadilan Negeri JaÂkarta Utara, Jumat lalu, Rakyat MerÂdeka mendapati sejumlah orang keluar masuk. Namun meÂreka tak terkait dengan perÂsiÂdangan pidana umum maupun perikanan. Keperluannya ke sini untuk sidang tilang.
“Hari ini pengadilan libur, baik yang pidana umum maupun peÂngadilan perikanan. Kebetulan para hakim juga sedang ada acara saat ini, sehingga pengadilan haÂnya ditugas kepada para pegawai saja,†jelas Irwan, seorang staf pengadilan.
Saat ditanya dimana letak ruang sidang pengadilan perikaÂnan, pria yang mengenakan seÂraÂgam safari warna biru tua ini lanÂtas mengajak ke lantai dua.
Untuk naik ke atas harus meÂlalui tangga yang berada persis di seÂbelah ruang sidang utama. SeÂsampai di lantai dua, pegawai muda ini menunjuk sebuah ruaÂngan yang berada di ujung lorong.
“Ini ruangan sidang untuk peÂngadilan perikanan. Hanya satu saja ruangan yang khusus diÂguÂnakan untuk menggelar pengaÂdilan perikanan di tempat ini,†terang Irwan sambil mencoba membuka pintu kayu berwarna coklat.
Sayangnya pintu kayu yang tingginya sekitar 2,5 meter itu dikunci.. Sari dua jendela kaca yang ada persis di kiri dan kanan pintu kayu saja kondisi dalam ruangan bisa terlihat dengan jelas.
Mengintip dari salah satu jeÂnÂdela kaca, terlihat ruangan berÂbenÂtuk persegi panjang. UkuÂranÂnya tidak terlalu besar, sekitar 4x6 meter saja dengan lantai diÂlapisi keramik putih.
Barang-barang yang ada di dalamnya seperti meja dan kursi kayu didesaian membentuk forÂmasi persidangan.
Pada bagian depan, terdapat meja kayu panjang berwarna cokÂlat, lengkap dengan tiga kursi yang bentuknya menjulang ke atas. Meja dan kursi tersebut meÂruÂpaÂkan tempat duduk majelis hakim.
Kursi hitam untuk tempat temÂpat duduk terdakwa maupun sakÂsi diletakkan dekat meja majelis. Di sebelah kiri dan kanan meja majelis diletakkan meja kayu yang ukurannya lebih kecil. KeÂdua meja itu berhadap-hadapan.
Meja sebelah kanan untuk peÂnasihat hukum terdapat. SeÂdangÂkan yang kiri untuk jaksa peÂnuntut umum. Persis di samping meja hakim, ada satu lagi meja. UkuranÂnya hanya cukup untuk satu orang. Inilah meja untuk panitera.
Enam bangku panjang dari kayu diÂsusun tiga baris. Ada jarak 1 meÂter antar bangku. Celah ini untuk orang lewat. Semuanya bangÂku menghadap ke meja majelis.
Menurut Irwan, hari Jumat meÂmang tidak ada jadwal persÂiÂdaÂngan untuk pengadilan perikaÂnan. Bahkan pada hari hari biasa pun, ruangan ini jarang digunakan
Pengamatan Rakyat Merdeka, lantai ruang sidang itu berdebu. “BeÂlum tentu seminggu sekali ruangan ini dipakai untuk mengÂgelar sidang kasus perikanan. Mungkin karena tidak ada kasus di wilayah ini sehingga ruangan ini sering kosong,†jelas Irwan.
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi Kementrian Kelautan dan Perikanan Indra Sakti tidak membantah pengadilan perikaÂnan di PN Jakarta Utara jarang menyidangkan kasus perikanan. Karena tak ada kasus perikanan yang diusut aparat penegak huÂkum. “Kalau tidak ada kasus, maka tidak akan bersidang,†katanya.
Penyidik perkara perikanan adalah perwira TNI AL, pejabat keÂpolisian perairan (Polair) dan peÂnyidik pegawai negeri sipil (PPNS) perikanan. Proses penunÂtutan tetap ditangani jaksa.
Indra menjelaskan, pengadilan perikanan dalam beracara hampir sama dengan pengadilan umum biasa. Bedanya hanya lama waktu pemeriksaan perkara.
“Kalau di pengadilan umum samÂpai 400 hari, di pengadilan perÂikanan ini kasus paling lama hanya 40 hari. Jadi, berkas masuk disiÂdang dan tak lama sudah diketahui vonisnya. Dan kami selalu meÂmanÂtau semua peradilan yang sedang diÂsidangkan,†tegasnya.
Hakim Ad Hoc Baru Ditraining Sebulan Di Hotel
Untuk memperkuat penegaÂkan hukum terhadap kasus-kasus perikanan, pemerintah menambah jumlah hakim ad hoc sebanyak 20 orang. Dengan demikian, jumlah hakim ad hoc akan berjumlah 57 orang.
MaÂjeÂlis hakim pengadilan perikaÂnan berjumlah tiga orang. Satu dari hakim karier dan dua hakim ad hoc.
Menteri Kelautan dan PerÂikaÂnan Sharif Cicip Sutardjo optiÂmistis penambahan hakim ad hoc akan mempunyai dampak terÂhadap penegakan hukum di bidang perikanan. Selama ini, kata dia, pemerintah gerah kaÂrena banyak terjadi peÂnangÂkaÂpan ikan secara ilegal (illegal fishing) maupun pencurian ikan oleh kapal nelayan negara lain.
Politisi Partai Golkar itu menÂjelaskan ada beberapa moÂdus illegal fishing. Misalnya izin yang sama dimiliki bebeÂrapa kapal atau izin gandam, doÂkumen izin palsu, transhipÂment di tengah laut untuk keÂmuÂdian dibawa ke luar negeri, belum tertibnya pemasangan VMS (Vessel Monitoring SysÂtem) dan penangkapan ikan yang merusak lingkungan deÂngan menggunakan potasium.
“Dengan adanya penamÂbaÂhan hakim ad hoc, berarti bisa mempercepat proses penÂyeÂleÂsaian kasus pidana perikanan. Karena itu tidak salah kalau diÂkaÂtakan penambahan hakim untuk lebih memerangi praktek pidana perikanan,†terang Cicip.
Cicip menambahkan, peneÂgaÂkan hukum di bidang perikaÂnan sangat penting dan strategis guna menunjang pembangunan perikanan. “Demi menÂsukÂsesÂkan pembangunan perikanan secara berkelanjutan, maka mutÂlak dibutuhkan kepastian hukum,†ujarnya.
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan Indra Sakti mengatakan bulan depan para hakim ad hoc yang baru sudah mulai aktif. “Saat ini 20 hakim ad hoc itu sedang menÂjaÂlani diklat (pendidikan dan laÂtihan) di Hotel Millenium, JaÂkarta Pusat,†jelasnya.
Setelah diklat, para hakim itu akan ditempatkan di pengadilan perikanan yang ada. Menurut Indra, ada beberapa pengadilan yang membutuhkan tambahan hakim ad hoc karena di daerah itu banyak perkara perikanan.
“Saya belum tahu apakah nanÂti akan dibagi ke tujuh pengadilan perikanan yang ada atau hanya di beberapa wilayah saja. Kami masih mengkaji itu selama diklat masih berlangÂsung hingga satu bulan ke deÂpan,†terangnya.
2 Pengadilan Baru Dibuka Di Papua
Selain menambah jumlah hakim ad hoc, pemerintah juga berencana menambah jumlah pengadilan perikanan. PengaÂdilan baru akan dibentuk di wiÂlayah timur Indonesia yang baÂnyak terjadi pencurian ikan.
Menteri Kelautan dan PerikaÂnan Sharif Cicip Sutardjo meÂnuturkan, sebagian besar tindak pidana perikanan terjadi di wÂiÂlaÂyah perairan Indonesia yang berÂbatasan dengan negara teÂtangga. Namun penegakan huÂkum terhadap berbagai peÂlangÂgaran itu masih kurang. PenyeÂbabnya pengaÂdiÂlan perikanan di wilayah itu hanya segelintir.
“Pengadilan Perikanan meÂruÂpakan garda terdepan dalam peÂnegakkan hukum sehingga para pelaku kejahatan perikanan menjadi jera,†katanya.
“Penambahan tempat hakim ad hoc memang sudah sangat mendesak terutama di wilayah tiÂmur. Karena itu diusulkan untuk penambahan di daerah Sorong, Ambon dan Merauke,†jelasnya.
Kalau perlu, lanjut Cicip, peÂmerintah akan mengurangi jumÂlah hakim ad hoc yang ada di Pengadilan Negeri Jakarta UtaÂra. Sebagian hakim akan diÂpindahkan ke pengadilan perikaÂnan yang ada di wilayah timur.
“Untuk Jakarta sementara haÂkim akan dikurangi dulu untuk lebih memprioritaskan di NaÂtuna dan wilayah timur IndoÂneÂsia,†tegas politisi Golkar ini. “Jangan sampai sumber daya keÂlautan dan perikanan dijarah pihak-pihak yang tidak bertangÂgung jawab.â€
Sementara itu, anggota KoÂmisi IV DPR Rofi Munawar, menÂdesak Kementerian KelauÂtan dan Perikanan mengÂinÂvesÂtiÂgasi kasus pencurian ikan oleh nelayan asing di Papua yang meÂrugikan negara hingga triÂliunan rupiah.
Kata dia, sebanyak tujuh unit kaÂpal ikan asal Halmahera, MaÂluku Utara, mencuri ikan hiu seÂcara ilegal di perairan Pulau SaÂyang, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat beberapa hari lalu.
Pencurian ikan juga banyak terjadi di perairan Sorong, FakÂfak, Kaimana, dan kawasan Merauke. Akibat pencurian ikan di Papua, Indonesia rugi hingga Rp 2 triliun per tahun [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.