Sidang tersebut akan dipimÂpin Wakil Ketua Pengadilan NeÂgeri JaÂÂkarta Selatan (PN Jaksel). Enam jaksa penuntut umumnya (JPU) berasal dari Kejaksaan NeÂgeÂri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).
Menurut Kepala Kejari Jaksel Masyhudi, kecil kemungkinan jadwal sidang bekas Senior ReÂlationship Manager Citibank itu berubah. Soalnya, tanggal itu Âdisepakati pihak PN Jaksel.
“JPU melaporkan bahwa siÂdang atas nama Malinda Dee teÂlah ditetapkan hari Selasa 8 NoÂvember 2011,†katanya melalui SMS kepada Rakyat Merdeka.
Masyhudi menjelaskan, JPU kasus ini diketuai Tatang Sutarna. Anggotanya adalah Helmi, RusÂtam, Dede Herdiana, Arya W dan Jul Indra Dhana.
“Jaksa TaÂÂtang akan menjadi KeÂtua daÂlam pembacaan dakwaÂan nanti,†ujarnya.
Dia juga mengatakan, PN JakÂsel sudah menunjuk Wakil Ketua PN Jaksel Gusrizal untuk menjadi Ketua Majelis Hakim perkara ini. MeÂnurut Masyhudi, Gusrizal akan dibantu hakim anggota YoÂnisman dan Kusno serta penitera pengganti, Devina.
Masyhudi menambahkan, JPU menjerat Malinda dengan tiga dakÂwaan yang terkait pasal piÂdaÂna perbankan dan pencucian uang. Pertama, Malinda akan diÂdakwa melanggar Pasal 49 ayat (1) huruf a Undang-Undang NoÂmor 7 Tahun 1992, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang (UU) No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, subÂsidair Pasal 49 ayat (2) huruf b.
Dakwaan kedua, lanjut dia, MaÂlinda melanggar Pasal 3 ayat (1) huruf b UU NoÂmor 15 Tahun 2002, sebagaimana diubah deÂngan UU NoÂmor 25 Tahun 2003, sebagaiÂmana diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2010 tenÂtang Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dakwaan ketiga, Malinda meÂlanggar Pasal 3 UU Nomor 15 Tahun 2002, sebagaiÂmana diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003, seÂbagaimana diubah deÂngan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
“Ancaman pidananya miniÂmal 5 tahun penjara dan makÂsimal 15 tahun penjara, serta denda miniÂmal Rp 10 miliar dan paling baÂnyak Rp 200 miliar,†jelasnya.
Saat ini, lanjut Masyhudi, MaÂlinda masih menjalani masa peÂnahanan di Rumah Tahanan PonÂdok Bambu, Jakarta Timur. PeÂnaÂhanan Malinda itu dalam peÂngaÂwasan Kejari Jaksel. Masa peÂnaÂhanan itu pada 5 OkÂtober lalu teÂlah diperpanjang 30 hari.
“Sebab, masa penahanan MaÂlinda selama 20 hari di bawah kejaksaan telah berakhir pada 4 Oktober lalu. Sesuai KUHAP, sudah diperpanjang 30 hari,†ucap Masyhudi.
Salah seorang pengacara MaÂlinda, Batara Simbolon meÂnyaÂtaÂkan siap untuk menghadapi perÂsidangan tersebut. Dia ,proÂses persidangan kliennya daÂpat seÂgera dilaksanakan agar kaÂsus ini dapat terungkap dengan jelas.
“Saya ingin semuanya menÂjadi terbuka dan masyarakat pun supaya tahu duduk masalah perÂkara ini,†katanya.
Kasus Malinda memang meÂnarik perhatian masyarakat. UnÂtuk urusan harta, wanita yang satu ini tak perlu diragukan lagi. BukÂtinya, saat sidang suami sirinya, Andhika Gumilang di PN Jaksel pada Senin (17/10), saksi berÂnaÂma Paulina yang menjabat KeÂpala Citbank Cabang Landmark, Jakarta mengatakan, gaji MalinÂda Rp 500 juta per tahun.
“PeÂnampilannya lebih mewah daripada kebanyakan relationÂship manager,†kata Paulina.
Menurut Paulina, Malinda memÂpunyai 236 customer tetap yang dikelolanya. “Malinda meÂngelola 236 nasabah dengan daÂna Rp 400 sampai Rp 500 miliar. Profil nasabah Malinda saya tidak tahu,†ucapnya.
Seiring waktu, lanjut Paulina, naÂsabah Malinda yang bernama Suryati mengajukan protes ke call centre Citibank. Menurutnya, SurÂyati protes mengapa ada seÂjumÂlah transaksi ke rekening seÂseÂorang bernama Anggito tanpa seizinnya.
“Akhirnya, bagian investiÂgasi meÂnemukan bahwa transÂfer itu diÂlaÂkukan Malinda,†tandasnya.
Satgas Jangan Lupa Pantau Kasus Malinda
Pieter C Zulkifli, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Pieter C Zulkifli meminta maÂjelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis terhadap tersangka kasus pembobolan dana nasabah Citibank sebesar Rp 21,4 miliar, Malinda Dee secara objektif. Dengan begitu, vonis yang diÂjatuhkan nanti tidak akan diÂkomentari secara negatif oleh masyarakat.
Selain itu, Pieter juga meÂminta Komisi Yudisial (KY) beÂserta Satgas Pemberantasan MaÂÂfia Hukum turun tangan meÂmantau jalannya persidangan beÂkas Senior Relationship CitiÂbank itu. Soalnya, lanjut dia, keÂdua lembaga itu mempunyai keÂwenangan untuk memantau jalannya suatu persidangan dari awal hingga akhir.
“Terlebih bagi Satgas Mafia Hukum. Mereka jangan hanya pantau kasus Gayus. Padahal. Malinda juga salah satu kasus menaÂrik yang perlu dipelototi,†kaÂtanya, kemarin.
Pieter sangat prihatin dengan maraknya pembobolan dana nasabah di lembaga perbankan dan meningkatnya kejahatan penÂcucian uang.
“Lihat saja mulai dari dana ElÂnusa, Pemkab Batubara dan lainÂnya. Itu semua menunÂjukÂkan keamanan uang nasabah di suatu lembaga perbankan beÂlum seratus persen aman,†ucapnya.
Dia melanjutkan, supaya perÂsiÂdangan Malinda berjalan deÂngan objektif, maka jaksa peÂnunÂtut umum (JPU) dari KeÂjakÂsaan Negeri Jakarta Selatan haÂrus membuat dakwaan sesuai deÂngan fakta-fakta yang diÂdaÂpat.
Sebab, kata Pieter, jika dakÂwaan JPU lemah, maka besar keÂmungÂkinan vonis yang dibeÂriÂkan majelis hakim akan berÂkuÂrang dari yang dituntut jaksa.
“Nah, tentunya kalau begini tiÂdak memberikan efek jera. Kita ingin perkara ini menjadi peÂlajaran bagi semua pihak,†tandasnya.
Politisi Demokrat ini juga meminta hakim menggali kasus ini lebih dalam. Soalnya, dia menduga ada pihak lain yang terima aliran duit Malinda seÂlain suami, adik kandung, adik ipar serta tiga karyawan CitiÂbank yang saat ini berkasnya masih dilengkapi Kejari Jaksel.
Karena itu, Pieter juga berÂharap Polri kembali menguliti kasus ini secara mendalam. “KeÂmungkinan itu sangat terÂbuka, mengingat jumlah dana yang dibobol sangat besar,†ucapnya.
Khawatir Pembuktian Jaksa Akan Lemah
Yenti Garnasih, Pengamat Hukum
Pengamat hukum yang kerap menjadi saksi ahli sidang kasus pencucian uang, Yenti Garnasih menilai, Malinda Dee bukan hanya melakukan pemÂbobolan dana nasabah. Tapi, katanya, perbuatan Malinda sudah terindikasi praktik money laundering (pencucian uang).
Karena itu, Yenti setuju keÂpaÂda jaksa penuntut umum (JPU) yang mendakwa MaÂlinda deÂÂngan Undang-Undang NoÂmor 8 Tahun 2010 tentang TinÂdak Pidana Pencucian Uang. Meski begitu, dia khawatir dakÂwaan JPU lemah karena sangat sedikit jaksa yang mengerti beÂtul tindak pidana pencucian uang.
“Takutnya nanti, jaksa lemah pada proses pembuktian. Nah, kalau begini percuma saja diÂdakwa dengan pasal penÂcucian uang,†ujar Yenti.
Dalam perkara ini, menurut Yenti, yang juga penting adalah masalah private banking. LanÂtaran itu, dia mengingatkan naÂsaÂbah untuk selalu paham bahÂwa private banking bukanlah suatu kebijakan di mana seÂorang nasabah memberikan keperÂcaÂyaan sepenuhnya kepaÂda cusÂtoÂmer service suatu lemÂbaga perÂbankan.
“Nasabah juga harus meÂmatuhi aturan perbankan daÂlam hal transaksi. Jangan perÂnah tanÂda tangan yang namanya blanko kosong,†tandasnya.
Dia juga mendesak Bank InÂdonesia (BI) mengawasi jalanÂnya praktik nasabah prioritas yang dilakukan suatu lembaga perbankan. Jika terjadi praktik pembobolan, Yenti meminta lembaga perbankan mengganti uang nasabah, apalagi yang melakukan kesalahan pegawai bank tersebut.
“Bank jangan meÂlindungi pegawainya yang terindikasi melakukan kejahatan. Bank harus mengawasi pegawainya,†kata doktor bidang pencucian uang ini. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: