Demikian antara lain disampaikan ekonom Bright Institute, Yanuar Rizky mencermati analisa pakar ekonomi Prof Ferry Latuhihin yang meramal nilai tukar Rupiah bisa tembus 18.000 per Dolar AS akhir tahun 2026.
Ramalan tersebut diperkuat dengan fenomena perjanjian privat atau pasar forward, yakni perjanjian dua pihak untuk membeli dan menjual aset seperti mata uang, komoditas, atau suku bunga di tanggal tertentu di masa depan, dengan harga yang sudah disepakati hari ini.
Yanuar menyebutkan, skema pasar forward adalah NDF (Non-Deliverable Forward), yang berarti kontrak derivatif valuta asing digunakan untuk lindung nilai atau spekulasi nilai tukar mata uang.
Dengan skema tersebut, Yanuar justru khawatir prediksi Prof Ferry bisa terjadi lebih cepat, bukan terjadi akhir tahun melainkan di awal tahun 2026 dengan perkiraan angka Rp18.000 per Dolar AS.
"Prof Ferry benar enggak? Benar. Tapi mungkin tidak akhir tahun, kenapa? Karena kalau dilihat di NDF-nya, NDF tiga bulan berikutnya gede lagi," ujar Yanuar dikutip redaksi, Minggu, 28 Desember 2025.
Dia mengungkap, pasar forward skema NDF dilakukan oleh para konglomerat di Indonesia, dan membuat pertukaran uang di masyarakat juga semakin sedikit.
"Sekarang misalnya nanti (Rupiah) Rp16 Ribu/Dolar AS, tiga bulan berikutnya mungkin jadi Rp17 (ribu/Dolar AS), Rp18 (ribu/Dolar AS tiga bulan berikutnya), ini soal waktu saja. Bagi orang-orang kaya, ini cuan (menguntungkan)," tutur Yanuar.
"Sekarang pertanyaannya dampak buat masyarakat kebanyakan? Susu naik, barang impor naik, daya beli turun," sambungnya.
Oleh karena itu, Yanuar menduga depresiasi Rupiah terhadap Dolar AS akan benar-benar terjadi tahun 2026. Akibatnya bisa menurunkan konsumsi masyarakat.
"Artinya Rupiah di tahun 2026 dapat tekanan luar biasa akibat dari transaksi forward yang sudah dibentuk dari hari ini, di 3 bulan, 6 bulan, dan 1 tahun ke depan," tutup Yanuar.
BERITA TERKAIT: