“Kalau tujuannya melakukan transparansi dan akuntabilitas publik, itu tidak masalah. Tapi yang bergabung di Panja hendakÂnya tim independen,’’ ujar Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Sebelumnya diberitakan, Partai Gerindra menemukan dugaan kebocoran ABPN 2011 sebesar 55 persen. Makanya mengusulÂkan dibentuk Panja Mafia AnggaÂran untuk mengatasi masalah itu. Rincian dugaan kebocoran terÂsebut adalah kebocoran peneriÂmaan sebesar 25 persen dan keÂbocoran belanja sebesar 30 perÂsen. Hal ini terlihat dari penyeraÂpan APBN hingga Juni 2011 baru sebesar 24,5 persen.
Taufik Kurniawan selanjutÂnya mengatakan, ada indikasi pemÂÂbenÂtukan Panja Mafia AngÂgaÂran ini hanya dijadikan pangÂgung politik oleh beberapa kaÂlangan.
“Masalah uang rakyat meÂmang harus kita pertanggungÂjaÂwabkan. Ini terkait dengan maÂsalah satu akunÂtabilitas publik. Tapi tentunya tidak boleh masuk daÂlam ranah panggung politik,†papar Sekjen PAN itu.
Berikut kutipan selengkapnya;
Anda yakin ada transparansi dan akuntabilitas?
DPR sejak periode 2004-2009 sudah membuka diri. Setiap pemÂÂbahasan anggaran mengunÂdang KPK agar transparan dan akunÂtabel.
Makanya kita mengharapkan diberlakukan saja pada mekaÂnisme yang ada dan sesuai unÂdang-undang. Tentunya dengan seÂÂmangat transparan dan akunÂtabel.
Tampaknya Anda kurang seÂtuju ya?
Begini ya, DPR membuat Panja Mafia Anggaran. KemuÂdian yang dipanjakan anggota DPR, kan lucu juga. Masa DPR memÂbuat panja yang tujuanÂnya untuk mengkritisi salah satu fungsinya. Yang dimaksud meÂkaÂnisme penganggaran itu, DPR tidak boleh terlibat dalam seÂsuatu hal teknis dalam kaitan dengan tender.
Masalah mafia ini diserahÂkan saja kepada KPK?
Betul. Kita sudah punya koriÂdor dan mekanisme hukum yang ada. Artinya, kita dukung sepeÂnuhnya KPK sebagai salah satu intitusi penegak hukum dan juga aparat penegak hukum yang lain, seperti kepolisian dan kejakÂsaan. Artinya yang bermain uang anggaÂran diserahkan kepada KPK saja atau aparat penegak huÂkum lainnya. Bukan dipanjakan. Rasanya tidak pas saja.
Bagaimana dengan dugaan adanya kebocoÂran APBN sebesar 55 persen?
Mekanisme penganggaran ini harus kita tertibkan. Sebetulnya kita sudah ada mekanisme yang bagus dan sudah kita pertaÂhanÂkan dalam kaitannya dengan mekaÂnisme akuntabilitas. Ada MusrenÂbangda (Musyawarah PeÂrencaÂnaan Pembangunan DaeÂrah), Musrenbangprov, MusrenÂbangÂnas. Itu terkait dengan meÂkaÂÂnisme blue print dalam maÂsalah penganggaran.
Kita mengharapkan bahwa efektifitas dan pelaksanaan teknis terkait dengan apa yang menjadi kebijakan blue print dalam mekaÂnisme Musrenbangnas itu menÂjadi patokan agar bisa dilaksaÂnakan secara efektif di lapangan. Mekanisme panganggaran itu, dari usulan daerah, usulan proÂvinsi, blue print Kementerian terÂkait kemudian dibahas bersama-sama dengan DPR.
Bagaimana pengawasan DPR, apakah sudah berjalan?
Pelaksana dari kebijakan APBN itu adalah pemerintah. Di sana berlaku fungsi pengawasan di DPR. Dilihat dalam mekaÂnisme penganggaran yang benar. Setelah dari Musrenbangda, MusrenÂbangÂprov, MusrenÂbangÂnas kemudian interconnect dari kementerian terkait dalam bentuk blue print dan diusulkan kepada DPR untuk dibahas berdasarkan aspirasi masyarakat yang terÂwakili pada saat DPR kunjungan kerja, reses, dan melakukan kaÂjian-kajian berdasarkan temuan di daerah.
DPR jangan dilibatkan pada hal yang bukan ranahnya. Kami membuat poin-poin normatif dalam fungsi pengawasan. Ini bukan berarti terlibat dalam hal pelaksanaan mekanisme teknis tender ataupun Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), itu bukan di DPR. Tapi di pemerintah.
Kalau begitu bagaimana soÂlusinya?
Kita berharap agar niatan baik dari kawan-kawan itu harus diÂsalurkan dalam mekanisme yang benar. Jangan sampai niat baik ini menjadi absurd dan rancu. Sebab, bisa jadi ada keÂpenÂtingan yang tidak independen dalam menÂjalankan fungsi panja anggaran itu. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: