Tiba-tiba telepon genggam peÂremÂpuan berkerudung itu berÂdering. Panggilan datang dari Slamet Yuwono, pengacara Prita.
“Saya dapat informasi dari teman-teman media dan mengeÂcek sendiri di website MA, hakim kasasi memvonis bersalah Anda dalam kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni,†kata Slamet di seberang telepon.
Mendengar kabar itu, Prita langsung lemas. Tanpa terasa air matanya mengalir. Pembicaraan telepon itu pun terhenti.
Sambil menyeka air mata deÂngan tisu, ia berjalan menuju ruang atasannya. Kepada sang bos, Prita memberitahukan baru saja menerima kabar bahwa MahÂkamah Agung (MA) memÂvoÂnisnya bersalah.
Pada kesempatan itu Prita juga meminta izin untuk mengurus perÂkaranya. “Alhamdullilah ataÂsan memberikan izin kalau saya nanti harus mengurus ini-itu. Tapi tetap saya upayakan bekerja,†kata Pria.
Orang kedua yang diberitahu Prita adalah suaminya, Andi NugÂroho. Sama seperti Prita, Andi pun kaget mendengar kabar itu. “SuaÂmi saya bingung, kok bisa ya? Percaya nggak percaya,†kata Prita.
Belum hilang kebingungan sang suami, Prita meminta izin mengakhiri pembicaraan karena hendak melanjutkan kerja.
Pembicaraan antara suami-istri itu baru berlanjut setelah Prita pulang ke rumahnya di Bintaro, Pondok Aren, Tangerang Selatan pukul 7 malam.
MA memutuskan menerima kaÂsasi yang diajukan jaksa peÂnunÂtut umum (JPU). Prita pun diÂnyatakan bersalah mencemarkan RS Omni Internasional, Alam SuÂtera, Tangerang Selatan lewat tulisannya di internet.
Ibu tiga anak ini lalu dijatuhi hukuman penjara 6 bulan dengan masa percobaan 1 tahun.
Walaupun hanya dikenakan hukuman percobaan, Prita tetap terÂancam masuk penjara. “Dia akan menjalankan (kurungan) 6 buÂlan kalau dalam masa satu taÂhun itu dia melakukan tindak piÂdana. Itu maksud percobaan,†jelas Salman Luthan, hakim agung yang menangani perkara itu.
Kendati Prita tak perlu masuk bui, pengacaranya Slamet YuÂwonÂo tetap menyesalkan putusan itu. Dengan adanya putusan itu Prita telah dicap bersalah atau jadi terpidana karena menulis keluh-kesah lewat
e-mail. Padahal, dalam perkara perdata MA yang diketok Oktober 2010 menyatakan Prita tak bersalah sehingga terbebas dari membayar ganti-rugi Rp 204 juta.
Slamet akan menempuh upaya hukum terakhir untuk memÂbeÂbasÂkan Prita, yakni peninjauan kembali (PK). “Setelah meneÂriÂma salinan putusan dari MA, kaÂmi langsung mengajukan PK.â€
Putusan MA yang memeÂnangkan Prita dalam perkara perÂdata akan dijadikan novum (bukti baru) dalam pengajuan PK.
Dalam PK itu, Slamet akan memÂbeberkana telah terjadi keÂkhilafan majelis hakim karena menghukum Prita. Sebab, perÂkara yang sama memiliki dua puÂtusÂan yang bertolak belakang.
Slamet berharap salinan puÂtusan MA itu segera sampai ke taÂngannya agar pihaknya bisa mempersiapkan PK. Putusan MA yang menyatakan Prita bersalah diketok 30 Juni 2011. “Sesuai aturan, dalam waktu 14 hari harus sudah diserahkan ke Pengadilan Negeri Tangerang.†Dari pengaÂdilÂan, putusan itu akan disamÂpaikan lagi ke JPU dan pihak Prita.
Pihak kejaksaan belum meÂnentukan sikap atas keluarnya puÂtusan ini. Sama seperti pengacara Prita, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tangerang, Chaerul Amir juga menunggu turunnya salinan putusan MA. “Setelah meÂnerima dan mempelajari isi putusan itu, kami baru mengÂambil sikap,†katanya. “Mudah-mudahan minggu ini diterima.â€
Apakah Prita tak perlu diÂpenjara? Chaerul Amir ogah berÂkomentar soal itu. “Kan bisa saja (kasasi) diterima semuanya atau sebagian. Ini yang kami belum tahu. Makanya kami baru mengÂambil sikap setelah menerima dan memÂpelajari putusan,†tutupnya.
Anak-anak Dilarang Nonton TelevisiPrita Mulyasari tinggal di rumah di Jalan Kucica, Blok JG 8 nomor 3, Bintaro, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan.
Kemarin,
Rakyat Merdeka meÂngunjungi kediamannya. Rumahnya dicat putih. Di keliling pagar yang ditumbuhi tanaman setinggi satu meter.
Gerbang rumah terletak di sisi kanan. Di belakangnya terdapat carport yang dinaungi kanopi. Tempat parkir mobil itu kosong.
Pintu rumah diketuk. Muncul pria yang memperkenalkan diri sebagai Arif Danardono, kakak kandung Prita. Kata dia, Prita tak ada di rumah lantaran seÂdang bekerja. “Yang ada di ruÂmah ini hanya saya dan pemÂbantu rumah tangga yang meraÂwat tiga anak Prita.â€
Prita memiliki tiga anak yakni Khairan Ananta Nugroho (5), Ranaria Puandita (3) dan Syarif yang baru genap setahun pada 21 Juli nanti.
Arif diminta Prita untuk menÂjaga anak-anak selama dia beÂkerja. “Prita khawatir dengan kondisi anak-anaknya yang muÂlai tahu masalah yang meÂnerpa ibunya. Anaknya sering nangis dan gelisah bila ditinggal pergi terlalu lama ibunya,†katanya.
Untuk mengelabui anak-anak, Arif mengajak main seÂpeda atau mobil-mobilan. Anak-anak juga tidak diperbolehkan nonton televisi. “Saya khawatir kalau anak-anak nonton televisi bisa tahu masalah yang dihadapi ibunya,†katanya.
Menurut Arif, setelah menÂdengar kabar keluarnya putusan MA, Prita terlihat gelisah. Ia lalu mengajak suaminya pergi meÂnenangkan diri. “Ketiga anakÂnya ditinggal semua di ruÂmah. Saya nggak tahu mereka pergi ke mana, tapi Minggu dini harinya dia sudah pulang ke rumah.â€
Prita memang menyembuÂnyiÂkan kabar itu dari ketiga anakÂnya. “Mereka belum meÂngerti apa-apa. Nanti kalau sudah besar saya akan ceritakan apa yang saya alami sekarang.â€
Kasus yang mendera Prita mendapat perhatian luas. Aksi “Koin untuk Prita†pun digaÂlang setelah tersiar kabar ibu tiga anak itu harus membayar ganti-rugi Rp 204 juta kepada RS Omni Internasional.
Koin yang terkumpul berÂjumlah Rp 800 juta. Menurut Prita, uang itu sudah disumÂbangÂkan kepada yang lebih berÂhak. Sebagian diberikan kepada korban letusan Gunung Merapi. “Saya ikut dalam memberikan sumÂbangan itu dan bertemu deÂngan para korban bencana Gunung Merapi.â€
Sisanya diberikan kepada yayasan yatim piatu dan kaum dhuafa. “Saya yakin uang dari maÂsyarakat itu jatuh kepada orang-orang yang tepat,†ujarnya.
Prita sangat berterima kasih kepada masyarakat yang menÂdukungnya secara moral dan maÂteriil. “Sepertinya tidak cuÂkup hanya berterima kasih, duÂkungan itu sangat berarti bagi saya dan keluarga.â€
[rm]