Dua pesawat bercorak merah putih itu terbang rendah di atas Lanud Adisutjipto, Jogjakarta. Satu dari barat, satunya lagi dari timur. Suara pilot bisa didengar dari radio komunikasi yang diÂmonitor dari ground (darat).
“Jupiter five prepare for cross over,†kata pilot pesawat yang meÂluncur dari barat. Pilot pesaÂwat kedua pun merespons. “Ready for cross over,†ujarnya.
Dalam hitungan detik setelah komunikasi mereka, dua pesawat itu pun langsung bermanuver. Mereka memutar lebih dulu ke angkasa. Lalu, dengan kecepatan tinggi, dua pesawat tersebut saÂling melaju seakan-akan hendak bertabrakan.
Jarak semakin dekat, sepuluh meter, lima meter, dan wush†keÂduaÂnya bersilang dengan jarak yang sangat presisi. Para peÂnonÂton di darat menahan napas seÂjenak, lalu bertepuk tangan.
“Bravo... bravo... sukses,†ujar KeÂpala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara Marsekal PerÂtama Bambang Samudro yang ikut mengawasi dari darat.
Dua pesawat itu adalah bagian dari tim Jupiter Aerobatic Team (JAT) yang menjadi andalan utama korps TNI-AU. Dalam seÂtiap acara besar TNI, JAT tampil. Dokumentasi atraksi menÂdeÂbarkan jantung ala JAT juga bisa dilihat di situs YouTube.
Para penerbang JAT mengÂguÂnaÂkan pesawat KT-1 Wong Bee dari Korea Selatan. Selain menÂjadi pilot akrobatik, mereka adaÂlah para instruktur penerbang yang bermarkas di Wing PenÂdiÂdikan Terbang Pangkalan Udara TNI-AU Adisutjipto.
Tiap tahun, Wing Pendidikan Terbang rata-rata meluluskan 40"50 penerbang. Pada 24 Juni lalu, baru saja diwisuda 19 peÂnerÂbang Prajurit Sukarela Dinas PenÂdek (PSDP/lulusan SMA) dan 27 penerbang perwira remaÂja (luÂluÂsan AAU).
“Tiap tahun memang berbeda-beda jumlahnya, berÂganÂtung hasil seleksi awal dan proses pendiÂdiÂkan,†jelas Komandan Wing Dik Terbang Kolonel (Pnb) Khairil LuÂbis kepada Jawa Pos.
Sistem pendidikan penerbang sangat ketat. Siswa dievaluasi per jam pelajaran. “Satu jam pelaÂjaÂran saja mereka tidak lulus, get out,†tegas Khairil.
Memang, ada satu dua siswa yang masih ditoleransi meÂnguÂlang karena prestasinya dinilai masih bisa diperbaiki. “Ada sidang dewan akademi yang akan mengukur apakah seorang calon penerbang layak mengulang jam pelajaran atau tidak. Termasuk dari mental psikologisnya,†kata penerbang dengan pangkat tiga melati di pundak itu.
Jawa Pos lantas diajak berkeÂliling melihat fasilitas pendidikan di lanud yang didirikan sejak 1942 tersebut bersama KomanÂdan Skuadron Pendidikan (SkaÂdik) 104 Mayor (Pnb) Indan GiÂlang Boldansyah. “Untuk calon penerbang PSDP, minimal 3.000 jam pelajaran dulu sebelum terÂbang. Untuk lulusan AAU, 1.500 jam,†ujar Indan.
Nanti, mereka diberi kesemÂpaÂtan 11 sorti penerbangan sampai bisa terbang mandiri (terbang solo) dengan pesawat latih Bravo atau Charlie. Mereka juga memÂpuÂnyai tradisi terbang malam yang harus ditempuh deÂngan sukses.
“Tidak ada penambahan sorti. Artinya, khusus untuk jam terbang praktik, siswa harus lolos atau gagal,†tegas Indan yang asli Cimahi, Jawa Barat, tersebut.
Fasilitas di Skadik 104 juga cukup lengkap. Ada Simulator Flight Matic asal Amerika Serikat yang dibuat pada 1981. Walaupun sudah cukup tua, alat itu masih bisa digunakan untuk menguasai teknik dasar terbang. “Ini persis seperti kokpit pesawat aslinya,†ungkapnya.
Ada pula alat bernama Flight Training Device. Itu merupakan alat terbaru yang dimiliki Skadik 104 yang dioperasikan sejak 2005. Dengan alat yang ditaksir seharga sekitar Rp 400 juta per buah terÂsebut, calon pilot bisa meraÂsakan suasana langsung seperti di dalam pesawat secara real time.
Ada layar di depan kokpit yang persis seperti kondisi di udara. Termasuk, peta suasana daratan yang sama persis dengan yang dilihat dari langit. “Coba Anda terÂbang memutari Jogja, variaÂsiÂkan ketinggian dan kecepatan peÂsawat,†katanya sembari memÂpersilakan Jawa Pos.
Perwira muda kelahiran 1973 tersebut menjelaskan, di antara 100"120 lulusan AAU, yang bisa menjadi penerbang hanya 27"33 orang. “Berarti, sekitar 25 perÂsen,†ungkapnya. Yang lain akan diÂbagi dalam cabang-cabang TNI-AU lainnya. Misalnya, paÂsuÂkan khas (paskhas), polisi miÂliter (PM), teknik (tek), elekÂtrÂoÂnika (lek), dan navigator (nav).
PSDP ditempuh selama 30 bulan, sedangkan sekolah peÂnerÂbang perwira remaja (alumnus AAU) ditempuh selama 14 bulan. Setelah lulus pendidikan, mereka bisa memakai identitas seorang penerbang di belakang pangkat yang disingkat Pnb.
Pilot-pilot militer itu juga bisa memilih spesialisasi. Misalnya, Indan yang piawai menerbangkan helikopter tempur. Boleh juga memilih menjadi penerbang F-16, F-5, atau pesawat Hawk. “Nanti, untuk masing-masing spesialisasi itu, ada pendidikan sendiri di skuadron masing-maÂsing,†jelasnya.
Khusus alumni PSDP juga akan disalurkan menjadi penerÂbang di kesatuan lain. Misalnya, penerbang TNI Angkatan Darat atau Angkatan Laut.
Indan juga mengajak melihat langsung pesawat-pesawat latih yang standby di hanggar. Ada juga pesawat KT Wong Bee yang belum dicat merah putih. “PeÂraÂwatan rutin dilakukan terus tiap hari. Sebelum terbang, kesiaÂpanÂnya harus benar-benar sempurna, 100 persen,†tegas bapak satu anak tersebut.
Selesai berkeliling Lanud AdiÂsutjipto, Jawa Pos lantas bergerak ke selatan, memasuki kompleks Akademi Angkatan Udara. Pekan depan, tepatnya 14 Juli 2011, Presiden SBY melantik para perÂwira muda dalam upacara PraÂsetya Perwira (Praspa) di kompleks itu.
Ketika Jawa Pos datang, para karbol sedang berlatih lari sebeÂlum makan siang bersama di geÂdung Handrawina. Sebagian berÂlari dengan menggunakan ponco (mantel hujan) untuk mencegah sengatan matahari.
Gubernur AAU Marsekal Muda I Putu Dunia menyatakan, lama pendidikan di AAU setara dengan strata satu, yakni empat tahun. Para siswa yang ingin mengikuti pendidikan terbang harus lulus dulu dari AAU. Siswa lulusan AAU yang ingin meÂlanÂjutkan ke Skadik akan menjalani uji kompetensi kembali. Salah satunya, indeks prestasi harus lebih dari 2,7 dari skala 4,0.
AAU memiliki tiga jurusan yang terdiri atas teknik aeroÂnauÂtika, manajemen industri, dan elektronika. Mahasiswa AAU meÂmiliki sebutan yang khas, yakni karbol. “Saat ini, kami menampung 358 karbol. SebaÂnyak 124 di antaranya lulus Juni lalu,†katanya.
[rm]