Namun, mencari dan menemui Nasir di DPR saat ini agak sulit, sesulit Nazaruddin ditemui para kolega dan aparat penegak huÂkum. Kamis (07/07), keberadaan Nasir sempat terlacak ikut mengÂhadiri Sidang Paripurna DPR.
Karena dalam absensi tertera tanda tangan Nasir di urutan no 24. Tapi sayang, yang jelas hanya tanda tangannya sementara orangnya tak pernah terlihat, kurÂsinya bernomor 436 di ruang SiÂdang Paripurna juga kosong.
Di nomor absensi 24 itu terlihat diberi tanda lingkaran oleh petugas Setjen DPR. Lingkaran itu menandakan nama yang diÂsebut dalam nomor itu telah hadir dan membubuhkan tanda tangan. Absensi dengan nama MuÂhamÂmad Nasir itu memang tampak dibubuhi tanda tangan yang berÂsangkutan.
Goresan tanda taÂnganÂnya tamÂpak nyata mengÂguÂnaÂkan tinta cair warna hitam. NaÂmun, ketika RakÂyat Merdeka menÂcari tempat duÂduknya, terÂnyata tak terlihat soÂsok Nasir alias bangkunya kosong.
“Mungkin tadi pagi ke sini karena takut sama wartawan terus pulang. Atau ada hal mendadak jadi dia keluar,†ujar petugas Setjen DPR yang menjaga buku absensi.
Kolega Nasir yang juga WaÂsekÂjen Partai Demokrat, Saan MusÂtofa mengaku tidak mengetahui mengapa Nasir sering tidak hadir. Namun kepada Saan, Nasir pernah minta izin untuk kembali ke Dapilnya.
Sama seperti di Sidang PariÂpurna, Nasir juga tak terlihat di ruangannya di lantai 21 Gedung DPR. Ruangannya tertutup. MeÂnuÂrut staf salah satu anggota FrakÂsi Demokrat, Nasir sudah beÂbeÂrapa hari ini tak datang ke DPR. Padahal, Fraksi Demokrat, setiap akhir minggu, selalu mengÂgelar rapat internal.
Tak ada yang mau menÂjeÂlasÂkan, kemana Nasir pergi. Begitu juga saat ditanyakan alamat temÂpat tinggal Nasir. Semua secara serempak memilih bungkam.
Namun, salah seorang staf frakÂsi menuturkan, Nasir terbiÂlang anggota DPR yang rajin. Soal kiprah di DPR, di mata-mata rekan-rekannya di Komisi III, Nasir dianggap anak baru yang tak banyak tingkah. Lebih banyak diam dan duduk manis memÂperÂhatikan satu persatu rekan-rekanÂnya bertanya kepada para pejabat yang diundang rapat dengar pendapat dengan Komisi III.
“Dia cuma say hello, lalu lebih banyak diam. Pokoknya nggak perÂnah mengajukan pertanyaan saat RDP dengan siapapun. TerÂakhir, saat RDP dengan KaÂpolri, kemarin, dia juga hadir,†kata salah seorang anggota Komisi III DPR yang enggan disebutkan namanya.
Karena terbilang masih sangat baru di Komisi III, Nasir dipanÂdang belum terlalu akrab dengan rekan kerja barunya. Nasir hanya dekat dengan teman satu frakÂsinya. “Karena baru, jadi nggak pernah macam-macam. Diam saja. Kalau rapat sudah selesai, ya begitu saja langsung pulang. Teman-teman di Komisi III dari fraksi lain juga tak terlalu akrab dengan dia,†tuturnya lagi.
Syarifuddin Suding, angÂgoÂta Komisi III DPR dari Fraksi Hanura ini mengatakan, selama berÂgabung di Komisi III belum melihat sepak terjang Nasir. Dalam rapat-rapat Komisi III, Nasir lebih banyak diam dan mengamati.
“Dia belum lama di Komisi III, jadi kita belum tahu benar sepak terjangnya. Belum banyak berÂbicara, mungkin masih berdaptasi kali ya. Karena dia baru pindah dari komisi IX menggantikan Nazaruddin,†ujarnya.
Dalam pengamatan Suding, Nasir juga terbilang jarang mengÂhadiri rapat-rapat yang diÂadakan Komisi III. Suding terakhir kali melihat M Nasir menghadiri rapat Komisi III saat rapat dengar pendapat dengan Kapolri Jendral Pol Timur Pradopo.
“Saya yang kurang memperÂhatikan atau penglihatn saya yang kurang bagus, setahu saya beliau jarang datang. Disamping baru, dalam rapat Komisi III saya cuma lihat dua tiga kali hadir. SeleÂbihÂnya jarang saya lihat. Tadi juga rapat pleno anggaran, beliau nggak hadir,†ujarnya.
Suding mengaku, belum baÂnyak berinteraksi dengan Nasir selÂÂama berada di Komisi III. “Baru sebatas kenal sekadarnya saja. Akhir-akhir beliau juga jaÂrang masuk, sehingga saya beÂlum bisa memberi penilaian yang lebih jauh mengenai beÂliau,†katanya.
Tak jauh berbeda dengan SuÂding, anggota Komisi III dari Fraksi Gerindra, Desmond J MaÂhesa juga belum melihat kiprah Nasir selama bergabung di KoÂmisi III. Dalam pengamatan beÂkas aktivis mahasiswa ini, M Nasir lebih banyak diam dan duduk manis dalam rapat-rapat Komisi III yang diikutinya.
“Aku belum pernah lihat dia bertanya. Dia cuma datang saja, nggak jauh beda sama Nazar dulu. Nggak pernah bertanya, tiba-tiba taunya hilang. Sekedar memenuhi absen saja. Nasir sering nonggol tapi diam saja,†ujarnya.
Namun, anggota Komisi III dari Demokrat Saan Mustofa memaklumi, bila Nasir jarang mengajukan pertanyaan saat rapat dengar pendapat di Komisi III. Nasir masih perlu sosialisasi lantaran harus menyesuaikan diri karena selama ini menjadi angÂgota Komisi VII DPR.
Ribut Dengan Sopir Pribadi
Berurusan Dengan Polisi dan BK
Selain dikait-kaitkan dalam kasus yang menyeret M NaÂzaÂruddin, M Nasir ternyata pernah tersandung kasus kekerasan. Dia dituduh melakukan tindak penganiayaan terhadap sopir pribadinya, Fujio Nipponsori.
Fujio mengalami luka di baÂgian bibir dan beberapa giginya rontok. Penganiayaan ini terjadi karena Fujio dituduh meÂngamÂbil uang Rp 50 juta. Nasir diÂlaporkan sopirnya, September 2010 lalu ke polisi dan Badan KeÂhormatan DPR dengan tuÂdingan melakukan pemukulan.
Pemukulan itu terjadi saat Nasir masih menjadi anggota Komisi IX DPR, sebelum pinÂdah ke Komisi III DPR untuk menggantikan Nazar. Pada 17 September 2010 pagi, seperti biasa Fujio menjemput Nasir di Apartemen Casablanca, KuÂniÂngan, Jaksel.
Saat itu, ia meÂngantar Nasir yang membawa tas dan meÂminta diantar ke gedung Tower Permai, Warung Buncit Raya, Mampang, Jaksel.
Setelah sampai gedung itu, Fujio meminta izin untuk mengisi bensin Toyota Alphard Nasir di sebuah SPBU. Tapi tas yang dibawa Nasir ternyata tertinggal di mobil.
Fujio pun berinisiatif memÂbaÂwa tas itu, karena setelah meÂngiÂsi bensin, dia ikut bersama soÂpir lainnya untuk diantar ke sebuah bank. Tapi setelah itu, Fujio dipanggil Nasir ke kantor dan ditanya soal uang Rp 50 juta.
Fujio sempat diinterogasi NaÂsir, bahkan sempat dibawa ke Pos Satpam di gedung Tower Permai, yang seÂkarang bernama Menara Jaya. Di pos satpam itu suÂÂdah ada polisi dari PolÂsek PanÂcoran bernaÂma Suwondo, yang juga diÂpanggil Nasir.
Tapi Suwondo malah meÂnyarankan Fujio untuk melaÂporÂkan pemukulan itu ke Polsek Pancoran. Melihat muka Fujio yang lebam, Pak Suwondo jadi terenyuh. Ia lantas meÂngajak Fujio ke Polsek dan menyuruh membuat laporan.
Tapi Dede ternyata kemudian menyusul Fujio ke Polsek. Ia meÂminta Fujio membatalkan laporan, karena Nasir mau melaÂkukan perdamaian.
Fujio pun dibawa dengan sÂeÂbuah mobil Toyota Kijang InÂnova. Di dalam mobil itu sudah ada dua pria lainnya yang berÂbaÂdan kekar. Tapi di dalam mobil, bukan perdamaian yang dibicarakan. Fujio justru diÂanÂcam agar mengaku telah menÂcuri Rp 50 juta itu.
Setelah dianiaya, Fujio akhirÂnya dibuang di pinggir jalan di Kwitang, Jakpus, dekat Markas Korps Marinir. Fujio lalu ditoÂlong anggota Marinir dan dibaÂwa masuk ke pos Marinir samÂbil menunggu petugas Polsek Senen. Fujio pun diantar angÂgoÂta Marinir dan Polsek Senen untuk melaporkan kejadian itu ke Polda Metro Jaya.
Selain melaporkan ke polisi, Fujio saat itu juga telah meÂlaÂporkan kasus ini ke Badan KeÂhormatan DPR, DPP Partai Demokrat, Komnas HAM. Bahkan, Fujio sempat lapor ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Saat itu, Komnas HAM sudah meÂngeÂluarkan rekomendasi agar Polda mengusut tuntas kasus ini.
Kini kasus ini sudah hampir 9 bulan dilaporkan, tapi belum ada kejelasan. Walaupun angÂgoÂta DK DPR dari PD meÂnyeÂrahÂkan kasus ini ke proses hukum, namun hingga saat ini, Nasir beÂlum juga diperiksa polisi. [rm]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.