“Pemuda adalah salah satu pilar dalam melakukan reforÂmasi jati diri bangsa. Makanya perlu diperhatikan. Jangan samÂpai diracuni pemikiran sesat,†kata bekas Menpora, Adhyaksa Dault.
Berikut kutipan selengkapnya: Berarti Kemenpora harus turun tangan?Saya mengharapkan tidak haÂnya Menteri Kepemudaan saja yang turun, tetapi dikeroyokin oleh KeÂmendiknas. Sehingga diÂperlukan program-program yang intensif-integral, karena aliran-aliran seperti ini berbahaya. SeÂlain itu harusnya ada kerja sama anÂtara Kemnag (KemenÂterian AgaÂma), KemenÂdiknas, KemenÂpora dan KepoliÂsian. Ini bertuÂjuan untuk membuat program pemÂberdayaan pemuda secara keÂseluruhan.
Olahraga termasuk di daÂlamnya?Olahraga itu solusi bagi perÂkemÂbangan pemuda dan solusi bagi daerah konflik. Seperti peÂngaÂÂlaman saya di Papua, saya kirimÂkan banyak bola voli dan bola sepak. Lalu bikin saja MenÂpora Cup atau Kapolda Cup. UsaÂha itu cukup efektif untuk meÂredam gejolak sosial di maÂsyarakat.
Sebenarnya usaha meredam ideologi yang menyimpang di kalangan pemuda itu gampang. Jangan anak muda kita larut di depan televisi, melihat ketidakaÂdilan di Irak dan Afganistan. Saat menemui persoalan di rumahnya dan tidak menemukan solusi. Di situ masuklah ajaran menyimÂpang. Itu langsung kena.
Pemberdayaan pemuda saÂngat penting dong?Ya. Lakukan pemberdayaan peÂmuda. Misalnya saja memÂbangÂkitkan kembali remaja-remaja masjid. Dulu ada pertanÂdingan antar remaja masjid dan kajian-kajian. Sekarang orang semakin terkotak-kotak.
Selain itu, sarana dan praÂsaÂrana olahraga juga kurang. MiÂsalÂnya geÂlanggang olahraga dan geÂlanggang remaja, itu sudah mulai sedikit. Jadi tempat berÂkumÂpulÂnya para pemuda sudah tidak ada. Lalu kompetisi-komÂpetisi olahÂraga di kampus perlu digalakkan kembali.
Polisi berencana masuk kamÂpus untuk mencegah berkemÂbangnya NII?Saya tidak seÂtuju dengan renÂÂcana itu. Kecuali tidak secara teÂrang-terangan, tapi melalui jaÂringannya. Karena kaÂlau langÂsung maÂsuk bisa menimÂbulkan kecuriÂgaan dari masyarakat. KaÂlau itu terjadi, dikhawatirkan seÂperti peÂnembakan misterius.
Bukankah dengan cara itu bisa meredam mahasiswa raÂdikal atau sesat?Saya rasa kita bisa melihat maÂhaÂsiswa tersebut sesat dari empat inÂdikator. Pertama, pengaÂjiannya cenderung ekslusif. KeÂdua selalu punya tokoh sentral. Ketiga, tidak bisa menerima orang di luar keÂlompoknya. KeÂempat, yang diajarÂkan bertenÂtangan dengan Islam. Apabila dari empat kriteria itu muncul, mahasiswa itu patut dicurigai.
Bagaimana dengan pendidiÂkan Pancasila dihilangkan di sekolah?Sungguh, saya sangat khaÂwatir dengan pendidikan PancaÂsila dihilangkan. Apalagi sekaÂrang ini pendidikan agama cuma dua jam seminggu. Mau kemana arah bangsa ini. Kalau dulu kita dapat penÂdidikan Pancasila dan budiÂpekerti. Sebab, Pancasila itu akar ideologi bangsa. Pemuda IndoÂnesia harus mengerti PanÂcasila dan butir-butirnya diÂamalkan.
Anda optimistis dengan cara itu bisa menumbuhkan semaÂngat nasionalisme?Ya. Saya berharap dengan meÂnumbuhkan kembali semangat nasionalisme dan patriotisme di kalangan pemuda. Kalau ini tiÂdak bisa kita tumbuhkan, bangsa ini terancam dalam bahaya. Sebab, paham NII tidak sesuai dengan kesepakatan kita semua. Apalagi, menggunakan nama agama, tapi kelakuannya menÂculik orang dan membohongi orang tua. Itu kan tidak sesuai dengan ajaran agaÂma.
Bagaimana Anda melihat di kalangan politisi?Kita harus menciptakan poliÂtisi-politisi yang negarawan deÂngan akarnya Pancasila.
Politisi yang negarawan, menÂjadikan dirinya pelayan bagi bangsa dan negaranya.
[RM]
BERITA TERKAIT: