Alasannya, bekas presiden itu lebih jernih menyampaikan pemikiran pandangannya terkait Pancasila dan permasalahan bangsa.
Mengenai terobosan pimpinan MPR itu, Presiden SBY menyamÂbut dengan gembira, sehingga unÂdangan soal permintaan pidato itu sudah disebar ke bekas Presiden. Yang pertama dikunjungi MeÂgawati Soekarnoputri, di keÂdiamÂan, Jalan Teuku Umar, Jakarta, Senin lalu.
Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Tohari berharap kunjungan itu tidak dinilai secara politis. Selain meÂnyampaikan permintaan piÂdato itu, juga melakukan silaÂturahÂmi kepada bekas presiden itu.
“Kami juga mengunjungi Pak Jusuf Kalla dan Pak Hamzah Haz, Pak Tri Sutrisno dan Pak HaÂbibie,†ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, romÂbongan MPR yang dipimpin keÂtuanya Taufik Kiemas didÂamÂpingi Hajriyanto Tohari, Ahmad Farhan Hamid, dan Melani LeiÂmena Suharli, mengunjungi keÂdiaman Megawati. Pimpinan MPR meminta Presiden RI ke-3 itu untuk berpidato pada peÂringaÂtan Hari Kesaktian PanÂcasila 1 Juni mendatang.
“Megawati menyambut baik keÂdatangan pimpinan MPR terÂseÂbut dan bersedia berpidato,’’ ucap politisi Partai Golkar itu.
Berikut kutipan selengkapnya:Kalau mengundang seperti itu, mengapa tidak pakai surat saja?Kami berkunjung tidak ada jeÂleknya kan. Istilah jawa-nya
nguÂwongke (memanusiakan) para pemimpin kita yang sudah tidak menÂjabat. Jadi apa salahnya soÂwan ke kediaman mantan preÂsiden. Coba bandingkan apabila kita mengirim surat undangan meÂlalui kurir dengan kita mengÂantar secara langsung, bagusan mana. Saya pikir lebih sopan bila mengantarkan langsung, lebih terasa menghargainya.
Ah, masa tidak ada tujuan poÂlitisnya?Betul, nggak ada. Saat ini ada kecenderungan dalam sifat kita adalah habis manis sepah diÂbuang. Dulu ketika mereka masih memeÂgang jabatan publik, kita sering sowan dan bersilaturahmi. Ketika sudah tidak menjabat, masa dilupakan begitu saja, tanpa ada rasa menghargai terhadap mereka. Ini yang tidak kami harapkan.
Kami beranggapan menghorÂmati itu tidak hanya datang, lalu kemudian sowan dan mengirim surat. Tetapi mendengarkan apa yang mereka sampaikan, itu menÂjadi salah satu bagian dari pengÂhormatan.
Apa permintaan Mega berpiÂdato itu terkait munculnya kemÂÂbali ancaman NII?Kan bukan hanya Ibu MegaÂwati yang berpidato, tetapi Pak BJ Habibie juga. Ini tidak ada keterkaitan dengan permasalahan yang ada sekarang ini. Kami meÂmandang Pancasila tetap relevan dengan perkembangan zaman serta terhadap masalah-masalah kebangsaan dan kenegaraan. Selain itu, bukan hanya sekadar tetap relevan, tetapi tetap memiÂliki urgensi yang tinggi dan selalu kita angkat dan kemukakan keÂpada publik.
MPR hanya ingin mendeÂngarÂkan masukan dari tokoh tersebut?Kita ingin mendengarkan konÂsep-konsep yang brilian yang mereka miliki untuk memasyaraÂkatkan Pancasila dan empat pilar negara (UUD 1945, Pancasila, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika) di tengah-tengah masyarakat yang sekarang tengah berubah, itu kan menjadi sangat penting.
Apa yang diharapkan dari pidato itu?Tentunya terkait masukan dan nasihat dari mereka yang meruÂpaÂkan hasil dari permenungan dan hasil refleksi panjang setelah mereka tidak menjabat dalam peÂmerintahan. Artinya, ketika meÂreka tidak disibukkan dengan urusan-urusan teknis-admiÂnisÂtraÂtif, tentu hasil permeÂnungan dan refleksi mereka akan sangat besar artinya bagi perÂjalanan bangsa ini.
Format pidato tahun ini berÂbeda dengan tahun lalu, bagaiÂmana itu?Perubahan itu hanya dalam format acaranya saja, karena kita ingin melakukan improvisasi daÂlam peringatan tersebut. PeÂringaÂtan 1 Juni itu intinya hanya pidato ketua MPR dan pidato preÂsiden. Tapi sekarang juga ada pidato bekas presiden.
Rencana ini sudah diketahui SBY?Kami sudah menyampaikan rencana ini terlebih dahulu keÂpada Pak SBY. Beliau menyamÂbut gembira dan mengesankan soal usulan itu. Makanya kami meÂlakukannya. Mengundang tokoh-tokoh bekas pemimpin kita itu.
[RM]
BERITA TERKAIT: