WAWANCARA

Noer Fajrieansyah: Otak Tragedi Trisakti Benar-benar Sakti...

Jumat, 13 Mei 2011, 07:51 WIB
Noer Fajrieansyah: Otak Tragedi Trisakti Benar-benar Sakti...
Noer Fajrieansyah
RMOL. Kemarin, 12 Mei, genap 13 tahun tragedi berdarah yang menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti dalam demo menggulingkan rezim Orde Baru.

Tiap tahun, mahasiswa univer­si­tas itu menggelar aksi tabur bu­nga untuk memperingati tragedi 12 Mei 1998. Tiap tahun juga me­reka mendesak pemerintah untuk menuntaskan kasus itu. Tapi hing­ga kini belum membuahkan hasil.

Melihat hal inilah, Ketua Umum Pengurus Besar  Him­pun­an Mahasiswa Islam (PB HMI) Noer Fajrieansyah meminta Pre­siden SBY turun tangan untuk me­­nuntaskan tragedi tersebut.

“Presiden harus tegas untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM ini. Jangan dibiarkan ber­larut begitu saja. Ini akan menjadi catatan sejarah yang kelam,’’ ujar Noer Fajrieansyah, kepada Rak­yat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Pemerintah, lanjutnya, jangan menutup-nutupi fakta sejarah. Masyarakat perlu tahu siapa aktor di balik meninggalnya empat ma­hasiswa tersebut.

”Siapa saja yang terlibat dalam tragedi itu, hendaknya dibuka ke publik dan diproses secara hu­kum. Kalau pemerintah gagal mem­bukanya, berarti tidak me­miliki itikad baik untuk me­nye­lesaikan kasus itu. Ini berarti otak tragedi itu benar-benar sakti, nggak bisa disentuh,” ungkapnya.

Berikut kutipan selengkapnya;

Pemerintah sudah sering berjanji untuk menuntaskan ka­sus ini, tapi hingga kini belum mem­buahkan hasil, bagaimana ko­mentar Anda?
 Ini tentunya menyedihkan. Masa sudah 13 tahun, kasusnya tidak terungkap. Padahal, per­juang­an mahasiswa ketika itu me­ru­pakan awal reformasi. Tapi sa­ngat disayangkan, kenapa kasus penembakan empat mahasiswa itu belum tuntas sampai saat ini. Pa­dahal, Presiden sudah me­nyam­paikan akan menuntaskan kasus pelanggaran HAM itu.

Apa memang seperti ini ske­na­rio pemerintah?
Saat ini Indonesia bukan pada ma­sa transisi demokrasi, tetapi sudah masuk tahap going de­mok­rasi, sehingga saya melihat pe­me­rintah memiliki dua opsi. Per­tama,  mengubur dan me­neng­ge­lamkan kasus-kasus pe­lang­garan HAM, sehingga me­nim­bulkan efek sosial yang sa­ngat panjang. Kedua,  menun­tas­kan kasus ini  sampai akar-akarnya.

Pilihan mana yang sebaiknya di­ambil pemerintah?
Saya rasa menuntaskan kasus ini. Jangan dibiarkan berlarut, ini menjadi catatan kelam.

Sebab, ini kasus pelanggaran HAM yang disorot dunia in­ter­nasional.

Kalau dituntaskan kasus ini bisa menyeret berbagai institusi, ba­rangkali itu yang dikha­wa­tirkan pemerintah?
Memang dalam kasus pelang­garan HAM ini banyak pihak yang terlibat, termasuk petinggi in­stitusi aparat. Beberapa pur­nawirawan jenderal itu ada yang aktif di partai politik. Tapi, pe­me­rintah seharusnya bertindak te­gas. Tidak perlu ragu-ragu de­ngan berbagai pertimbangan. Se­mua yang terlibat diproses secara hukum.

Artinya, aparat hukum harus me­nangkap siapa saja yang terlibat?
Saya kira begitu. Sebab, masih banyak yang belum terusut.

Bisa disebutkan siapa antara lain?
Saya kira semuanya sudah te­rang benderang. Siapa saja yang perlu diproses secara hukum, ter­uta­ma dari oknum jenderal TNI dan Polri. Pemerintah sudah tahu orang-orangnya dan aktor in­te­lek­tualnya. Makanya perlu di­ungkap peran purnawirawan jen­de­ral itu. Kami berharap Presiden se­bagai panglima tertinggi untuk menye­lesaikan tragedi berdarah ini.

Masalahnya orang-orang yang diduga terlibat dalam kasus ini m­a­sih memiliki kekuatan politik dan kekuasaan, barangkali ini yang menjadi pertimbangan pemerintah?
Seorang negarawan tidak akan terpengaruh dengan kedekatan atau segala macam kepentingan po­litik.  Presiden SBY harus me­ngusut tuntas kasus ini. Saya ya­kin beliau mampu menun­tas­kan­nya. Tapi dengan catatan ada iti­kad baik untuk itu.

Bagaimana dengan kasus Mu­nir?
 Kami berharap semua kasus pelanggaran HAM dan peng­hi­langan nyawa seseorang, itu ha­rus diusut tuntas.

Kenapa HMI begitu perhatian terhadap kasus pelanggaran HAM?
Bagi HMI, bukan hanya kasus pe­langgaran HAM saja yang men­jadi perhatian kami. Tapi juga masalah korupsi, ini masalah serius. Kalau pelanggar HAM ter­kait dengan kekerasan fisik. Kalau koruptor  membuat miskin negara ini.

 Untuk itu, kasus pelanggar HAM dan kasus korupsi harus diungkap semuanya. Tidak ada terkecuali, tidak ada istilah te­bang pilih.

 Kasus korupsi dari dulu sudah di­perangi, berbagai badan hu­kum dibentuk, tapi semakin subur saja, ini ada apa?
Ini terjadi gara-gara sanksi hu­kuman para koruptor itu terlalu ri­ngan. Kalau menurut saya perlu hu­kuman yang berat, seperti di China, koruptor dihukum gan­tung. Indonesia harus bisa meniru hukuam berat seperti itu.

Anda ingin mengatakan bahwa ko­ruptor itu sebagai pelanggar HAM yang berat, sehingga wajar d­ihukum gantung?
Betul. Sudah saatnya bangsa ini menyatakan bahwa korupsi adalah pelanggaran HAM berat, sehingga harus dihukum seberat-beratnya.

Dengan cara inilah ada efek jera. Kalau sekarang ini, ko­ruptor malah dihukum ringan. Ini yang keliru.  [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA