Namun, dalam dunia yang makin kompleks, nilai luhur saja tidak cukup. Kita perlu sistem yang menjaga agar nilai itu tetap hidup dalam praktik.
Di sinilah peran standar manajemen internasional seperti ISO (International Organization for Standardization) menjadi relevan -- bukan sebagai instrumen teknokratis belaka, tetapi sebagai jembatan antara nilai dan sistem.
Ketika Indonesia membidik tonggak sejarah satu abad kemerdekaan pada 2045, atau yang dikenal sebagai Indonesia Emas, pertanyaannya adalah: bagaimana kita memastikan bahwa kemajuan yang dicapai tetap sejalan dengan jati diri bangsa? Pancasila menjawab pertanyaan “untuk apa kita maju?” --sementara ISO membantu menjawab “bagaimana kita maju?”.
Salah satu kelemahan besar dari banyak sistem di negara berkembang adalah ketergantungan pada figur dan ketidakkonsistenan proses.
Di sinilah ISO 9001, standar sistem manajemen mutu, menjadi penting. Ia memastikan bahwa organisasi tidak hanya bekerja keras, tetapi juga bekerja benar. Konsistensi, dokumentasi, evaluasi, dan perbaikan terus-menerus adalah bagian dari etos kerja modern yang bisa menopang nilai-nilai seperti keadilan dan tanggung jawab.
Lebih dari itu, ISO 26000, yang membahas tanggung jawab sosial organisasi, mendorong entitas usaha dan lembaga untuk tidak hanya mengejar laba, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.
Prinsip-prinsip ini sangat selaras dengan sila kedua dan kelima Pancasila: kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jika sistem mutu ini diterapkan secara luas?"tidak hanya di sektor industri, tetapi juga di lembaga pendidikan, koperasi, pemerintahan daerah, hingga organisasi masyarakat. Karena kita sesungguhnya sedang menapaki jalan untuk mempraktikkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Dan hari ini kita tengah dihadapi tantangan sosial kronis, dari ketimpangan hingga maraknya kekuatan informal yang mengambil alih ruang publik, konsistensi sistem dan akuntabilitas menjadi kebutuhan mendesak.
Ketika lembaga publik atau swasta tidak menjalankan fungsi sosialnya secara adil, ruang itu diisi oleh aktor nonformal yang tidak selalu membawa kepentingan rakyat.
Dalam banyak kasus, kekosongan inilah yang membuka celah bagi dominasi berbasis tekanan, bukan partisipasi.
Maka penerapan ISO dalam semangat Pancasila bisa menjadi jawaban. Bahwasanya mutu bukan hanya tentang hasil, tapi juga tentang proses yang adil, terbuka, dan etis. Sistem yang transparan menutup ruang manipulasi, dan sistem yang adil menumbuhkan kepercayaan masyarakat.
Sementara itu, CSR atau Corporate Social Responsibility sebagai instrumen pemberdayaan dapat menjadi implementasi konkret.
Namun dalam praktiknya, CSR masih kerap dianggap sebagai beban administratif atau ajang pencitraan bahkan dalam kerangka Bobot Manfaat Perusahaan (BMP), porsi CSR hanya sekitar tiga persen -- jauh dari cukup jika dibandingkan dengan tantangan sosial yang ada.
begitu juga mengenai penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) menjadi sangat penting dijalankan melalui proses yang baik demi meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dan mendukung pengembangan industri lokal dan strategi investasi sosial.
Masyarakat yang diberdayakan secara ekonomi dan sosial akan lebih resilien, tidak mudah terprovokasi, dan mampu menjadi mitra aktif dalam pembangunan. Di titik inilah keadilan sosial menemukan makna yang nyata.
Sehingga kita memahami, menapaki jalan menuju Indonesia Emas bukan hanya soal membangun infrastruktur atau menaikkan indikator ekonomi. Ia adalah perjalanan menuju bangsa yang matang secara moral, tangguh secara sosial, dan kuat secara kelembagaan.
Pancasila memberi arah -- bahwa kemajuan harus berpihak pada manusia dan keadilan. ISO memberi sistem -- bahwa arah itu harus dijalankan secara konsisten dan dapat diukur. Ketika keduanya bersatu, kita tidak hanya membangun negara yang kuat, tetapi juga negara yang bermartabat.
Indonesia tidak kekurangan semangat. Yang kita butuhkan adalah kesungguhan untuk menginstitusikan semangat itu ke dalam sistem. Dan dari sistem yang berakar pada nilai itulah, Indonesia Emas bukan lagi sekadar visi, tetapi keniscayaan.
Penulis adalah Konsultan & Trainer International Organization for Standardization (ISO)
BERITA TERKAIT: