Penceritanya Subagyo, 53, kakak ipar Suprio. Subagyo adalah suami Arif Indarsah, 48, kakak Suprio. Indarsah adalah anak sulung dari delapan bersaudara. Sedangkan Suprio anak bungsu.
Keluarga Subagyo dan Indarsah tinggal persis di sebelah rumah lokasi penemuan kerangka perempuan yang dicor di lantai kamar itu. Di Desa Bacem, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar.
Jadi, Subagyo dan isteri paling tahu tentang kehidupan Suprio dan isteri, almarhumah Fitriana.
Subagyo kepada wartawan, Jumat (24/11) menceritakan lika-liku rumah tangga Suprio dan Fitriani. Tentu, ketika penemuan kerangka itu, Selasa, 21 November 2023, Subagyo diam membisu, walau ia yakin bahwa itu kerangka Fitriana. Ia tak mungkin bicara, karena Suprio adalah adik kandung isteri Subagyo.
Suprio ditangkap polisi Kamis (23/11). Lalu ditetapkan tersangka, Jumat (24/11) ditahan di Polres Blitar. Suprio mengaku ke polisi, membunuh isteri pada 2021 dan dicor.
Setelah itu, Subagyo (pasti sudah seizin isteri) bercerita ke wartawan.
Subagyo: "Saya sebagai kakak ipar, mewakili keluarga Suprio Handono menyerahkan kasus ini kepada hukum yang mengadili. Saya sudah dengar Suprio jadi tersangka. Tidak kaget. Karena sudah curiga, sejak ditemukan kerangka manusia di kamar rumah itu."
Cerita Subagyo detil dan unik. Bisa jadi bahan pelajaran masyarakat, Supaya terhindar dari pembunuhan, baik sebagai calon pelaku atau korban. Ceritanya begini:
Suprio dibesarkan di rumah TKP penemuan kerangka itu. Rumah itu milik ayah Suprio. Saat Suprio beranjak dewasa, ayahnya meninggal. Lalu Suprio merantau cari kerja ke Konawe, Sulawesi Tenggara.
Subagyo: “Suprio pulang sini 2016. Sudah bawa isteri, Fitriana. Mereka menikah di sana (Konawe) menikah siri. Karena, saat mereka nikah (2015) usia Fitriana masih 14, usia Suprio 22. Mereka pulang ke rumah itu, sudah punya bayi baru lahir, laki-laki.”
Saat Suprio pulang ke Blitar, ia dan isteri merawat ibunda Suprio yang sudah tua, kemudian sakit. Sampai ibunda meninggal.
Subagyo: “Suprio dan isteri rukun. Kelihatan, mereka saling cinta. Mereka berdua merawat ibu mertua saya (ibunda Suprio) dengan rajin dan ikhlas. Sampai lahir lagi anak ke dua, laki-laki lagi. Sekarang usia empat tahun.”
Sebelum ibunda meninggal, mewariskan rumah tiu kepada Suprio yang merawat ibunda. Tujuh saudara Suprio ikhlas atas putusan rumah warisan itu. Termasuk, anak sulung Indarsah (isteri Subagyo) juga ikhlas.
Subagyo bekerja sebagai tukang bangunan. Sudah lama punya rumah yang bersebelahan dengan rumah warisan tersebut.
Pekerjaan Suprio ganti-ganti. Pernah jadi petani. Lalu merasa gagal. Ganti, membikin tempe, berdua bersama Fitriana. Gagal juga. Kemudian Suprio beternak ayam. Gagal lagi, ayamnya pada mati.
2021 Suprio mengontrak warung di desa tetangga, Desa Sidorejo, Kecamatan Ponggok, Blitar. Suprio bersama Fitri membuka warung kopi di situ. Tapi, malamnya mereka tetap pulang ke rumah. “Waktu itu Covid sudah setahun lebih,” cerita Subagyo.
Di situlah awal tragedi. Awal dari munculnya api amarah.
Fitri didekati pria pengunjung warung. Pria itu tahu, bahwa Fitri sudah bersuami. Wong Suprio dan Fitri menunggu warung berdua. Tapi, pria itu (tak disebut identitasnya oleh Subagyo) tetap mendekati Fitri secara sembunyi-sembunyi. Pria itu, kata Subagyo, asal Desa Bedali, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri. Berjarak sekitar 42 kilometer dari Blitar.
Mulanya Fitri menolak. Terus menolak. Tapi tak bisa menghindar, sebab dia jaga warung. Si pria terus merayu Fitri. Akhirnya….
Subagyo: “Suatu hari saya diajak Suprio bersama isteri menuju satu tempat. Dalam perjalanan Suprio bilang, isterinya selingkuh. Sudah ketahuan. Suprio mengaku ikhlas. Sekarang kita temui selingkuhan Fitri, untuk sekalian menyerahkan Fitri pada pria itu.”
Pastinya, Subagyo kaget. Juga sedih. Di tengah jalan (menuju suatu tempat), Subagyo berusaha mencegah rencana Suprio itu. Ia sarankan mereka damai. Kembali rukun. Usaha Subagyo gagal. Suprio terlalu marah.
Subagyo: “Akhirnya, saya menyaksikan penyerahan Fitri kepada pria selingkuhan itu. Mereka berdua (Fitri dan pria) memang mau. Saya diminta Suprio jadi saksi. Waktu itu 2021, masih pandemi. Ya sudah… sejak itu Fitri tidak pulang lagi. Ikut pria itu.”
Mengapa Fitri tidak dikembalikan ke orang tua, sebagaimana adat?
Subagyo: “Saya tidak tahu. Itu keputusan Suprio. Mungkin karena Konawe (tempat tinggal ortu Fitri) jauh. Dan, ia sudah terlalu emosi. Lalu pilih gampangnya.”
Sejak itu, Suprio kerepotan mengurus dua anak laki itu. Dua anak itu sangat rewel ditinggal ibunda. Maka, Subagyo dan isteri bantu mengasuh. Toh, mereka tinggal bersebelahan.
Suprio tidak melanjutkan usaha warung kopi lagi. Mungkin, di warung itulah ada memori pahit. Kegiatan Suprio tidak jelas. Tapi ia selalu keluar rumah, berusaha cari kerjaan.
Fitri, ternyata masih kembali. Kadang-kadang. Sembunyi-sembunyi. Kalau Suprio tidak di rumah. Fitri menemui dua anak yang diasuh keluarga Subagyo. Betapa pun, dia adalah ibu mereka.
Subagyo: “Isteri saya cerita ke saya, Fitri kadang nemui anak-anak. Ya, dibolehkan. Wong itu anak dia. Tapi saya enggak tahu, karena kerja bangunan, seringnya di luar kota.”
Pecahnya keluarga Suprio itu juga diketahui para tetangga. Tetangga selalu bertanya ke Suprio keberadaan Fitri. Dijawab Suprio: “Dia sudah kabur sama selingkuhan.”
Tetangga juga tahu, kadang Fitri menemui anaknyi sembunyi-sembunyi. Fitri mengintip dulu dari kejauhan. Ketika Suprio meninggalkan rumah, Fitri langsung menuju rumah Subagyo, menemui dua anak itu.
Ketua RT setempat, Sunaryo, kepada wartawan: “Saya lihat Fitri datang sembunyi-sembunyi menemui dua bocah itu. Tapi itu sekitar dua tahun lalu. Setelah itu dia tak pernah kelihatan lagi.”
Cerita Sunaryo ini klop dengan pengakuan tersangka Suprio ke penyidik, ia membunuh isteri pada 2021. Lalu dicor. “Begitu pengakuan tersangka,” ujar Kapolres Blitar Kota, AKBP Danang Setiyo ke pers.
Polisi belum bicara banyak. Mereka masih proses menyidik perkara ini.
Awal September 2023 Surpio menjual rumah warisan itu kepada kakaknya, Domiratul Qusnah. “Harga Rp 105 juta,” ujar Subagyo.
Sugeng Riyadi, suami Domiratul Qusnah, atau kakak ipar Suprio, merenovasi rumah itu mulai dua pekan lalu. Pekerjaan dilakukan tukang, diawasi Sugeng. Saat itulah di kamar belakang ditemukan kerangka yang dicor di lantai.
Ortu Fitri di Kecamatan Konda, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, sudah diberitahu polisi, Fitri kondisi begitu. Sudah dimakamkan di Desa Bacem, Rabu (22/11). Kapolsek Konda, Iptu Kartini SJ kepada wartawan mengatakan, pihaknya menemui kakak kandung Fitri, menyampaikan kabar duka itu.
Iptu Kartini: “Kami belum menyampaikan ke orang tua korban. Sebab kondisi ayah yang bersangkutan sakit stroke dan jantung.”
Seumpama benar itu mayat Fitri, dibunuh Suprio dua tahun silam, tidak bisa dibuktikan forensik, sebab DNA sudah rusak. Tapi buktinya pengakuan tersangka, dan Fitri memang hilang.
Dari kronologi di atas bisa direka, proses pembunuhan kira-kira begini:
Saat Fitri mengintai rumah bertujuan menemui anak, diketahui tersangka. Sebab, Fitri muncul tidak cuma sekali. Para tetangga tahu. Ketua RT setempat pun tahu. Tersiar.
Selanjutnya tersangka pura-pura keluar rumah, agar Fitri masuk rumah. Setelah Fitri masuk, tersangka masuk. Pembunuhan terjadi. Mayat korban dicor. Cuma, belum ada saksi yang mengetahui pembunuhan itu. Setidaknya, saat tersangka mengecor. Inilah akhir rumah tangga yang semula kelihatan harmonis.
BERITA TERKAIT: