Tentu para pemilsa yang menyaksikannya secara langsung melalui layar TV, dapat saja memiliki kesimpulannya yang sama maupun berbeda. Untuk melihatnya dengan kacamata yang lebih lebar, mari kita coba untuk memetakannya seluruh medan pertarungan antara kedua capres dan cawapres.
Adu strategi dan adu taktik, ditunjung oleh lembaga survei pilihan, menggunakan _
big data_, kemudian mengerahkan pasukan untuk bertarung di dunia maya _(
cyber troops)_. Begitulah upaya dua kandidat pasangan Capres dan Cawapres untuk memenangkan kontestasi Pilpres yang akan di gelar 17 April mendatang.
Untuk menilai bagaimana peta kekuatan keduanya, maka dapat disederhanakan dengan cara membagi medan pertarungannya menjadi tiga wilayah:
Pertama, di media-media resmi seperti TV, surat kabar (harian resmi), sampai media
online. Jelas sekali pasangan 01 sangat diuntungkan. Diakui atau tidak, para pemilik media berada pada kubu pertama. Hal ini bisa di konfirmasi dengan pemberitaan dan analisa yang menggunakan diksi dan memberikan narasi positif terhadap berbagai kebijakan pemerintah, serta pembangunan yang dilakukannya selama 4 tahun terakhir.
Kedua, pertarungan di dunia maya. Merujuk pada perdebatan di _Facebook_, _Twitter_, _Instagram_, dan group WA, maka pasangan 02 lebih diuntungkan. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya: Pertama, dunia maya yang cendrung menguras emosi dengan isu-isu sensitif baik terkait suku, ras, maupun agama, pilihan visi politik kandidat 02 nampak lebih populis, jelas dan lugas. Kedua, para pendukungnya lebih homogen secara ideologis. Dengan demikian, pasukannya maupun
follower-nya lebih leluasa menyerang, baik dengan data dan fakta objektif, maupun dengan imajinasi yang bisa masuk kategori
hoaxes. Ketiga, Sandiaga Salahuddin Uno yang menjadi kandidat Cawapres 02 lebih disukai dibanding Ma'ruf Amin yang menjadi Cawapres 01 oleh warga netizen yang di dominasi oleh generasi milenial dan emak-emak.
Ketiga, pertarungan di lapangan. Walaupun pertarungan di dunia maya sangat keras, akan tetapi sejatinya pertarungan di lapangan jauh lebih keras. Dan inilah medan sesungguhnya yang sering disebut sebagai perang darat, untuk membedakan dengan dua medan sebelumnya tang dikenal dengan perang udara. Pertempuran di darat diyakini oleh kedua tim yang berada di belakang kandidat 01 dan 02, sebagai medan yang paling penting dan paling menentukan kemenangan. Dan sampai saat ini, perebutan basis-basis komunitas Islam melalui masjid dan pesantren nampaknya menjadi prioritas keduanya. Hal ini menunjukkan, bahwa keduanya bekerja dengan data dan asumsi yang sama. Siapa yang berhasil merebut hati pemilih muslim, maka merekalah yang akan unggul.
Merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh lembaga-lembaga survei independen, maka yang menentukan kemenangan adalah pemilih di Jawa. Hal ini disebabkan oleh jumlah calon pemilih di pulau terpadat di Indonesia ini lebih dari 50% dari calon pemilih secara keseluruhan. Kemudian, jika dipetakan lebih rinci kecendrungan sampai saat ini, Jawa Timur dan Jawa Tengah masih menjadi basis pasangan 01, sementara DKI dan Banten pasangan 02 yang unggul. Jawa Barat yang memiliki calon pemilih terbesar, walaupun pasangan 02 masih unggul, akan tetapi perbedaannya tidak besar sehingga terbuka peluang untuk dikejar. Sebaliknya, bila diakumulasi kecendrungan calon pemilih seluruh Indonesia, maka pasangan 01 masih unggul. Tentu dengan catatan yang tidak boleh diabaikan, bahwa yang belum menentukan pilihan (
swing voters) masih cukup besar, sehingga memungkinkan bagi pasangan 02 untuk mengejar.
Karena itu, adu sigap, adu cermat, dan adu cerdas dari baik tim yang berkumpul di Tim Kampanye Nasional (TKN) maupun Badan Pemenangan Nasional (BPN) untuk merumuskan strategi dan taktik dalam memanfaatkan waktu yang tersisa, yakni 58 hari tentu akan ikut menentukan siapa yang akan tampil menjadi pemenangnya.
***
Pengamat Politik Islam dan Demokrasi
BERITA TERKAIT: